MENGEMBANGKAN KUALITAS DIRI ANAK

Share

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Kata “flexing” (suka pamer) sedang “naik daun” saat ini, karena banyak orang berperilaku flexing,  yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari maupun di akun media sosial mereka. Tidak hanya orang dewasa, remaja yang masih berusia anak pun banyak yang melakukannya. Tentu saja yang mereka pamerkan adalah harta kekayaan orangtuanya. Akibatnya, selain mendapatkan cibiran dari masyarakat dan nitizien, orangtua dari anak tersebut menjadi susah dan repot karena harta kekayaannya diusut, dicopot dari jabatannya bahkan dipecat dan berhadapan dengan hukum. Selain itu, semakin banyak juga anak yang berani melakukan perilaku brutal seperti memukul dan menganiaya orang lain. Ini adalah perilaku kriminal dan melanggar hukum. Oleh karena perilaku mereka, anak-anak itu harus berhadapan dengan hukum. Perilaku flexing maupun perilaku brutal pada anak menunjukkan betapa rendahnya kualitas diri anak tersebut.

Kualitas diri anak tidak semata-mata dinilai dari tingkat kecerdasan intelektual yang ia miliki, harta kekayaan orangtua/keluarganya, kekuasaan/jabatan orangtuanya, fasilitas yang ia miliki, keelokan parasnya, dan juga bukan karena tubuhnya yang sehat dan kuat.  Kualitas diri anak merupakan kondisi yang menggambarkan nilai-nilai yang dimilikinya, karakter, sikap, cara berpikir, perilaku serta kebiasaan. Misalnya: memiliki integritas, rajin, kreatif, jujur, dapat dipercaya, dapat diandalkan; suka menolong;  gigih, sabar, beretika, ramah, sopan, rendah hati, saleh, taat kepada ajaran agama yang dianutnya, memiliki selera humor yang baik, berani, tekun dan semangat, disiplin, murah hati, taat pada hukum/aturan/peraturan; menghargai orang lain; menghormati miliki orang lain dan supel. Kualitas diri anak memiliki peran penting dalam hidup anak di masa kini maupun masa depan, termasuk dalam menjalani pendidikan; bekerja; berusaha/berbisnis;  dan dalam berelasi sosial maupun relasi personal. Jika anak tidak memiliki kualitas diri yang baik, maka ia akan menghadapi masalah besar dalam semua aspek kehidupannya, misalnya: tidak dapat menyelesaikan studi dengan baik; tidak memiliki relasi sosial yang baik; tak bisa mendapatkan pekerjaan, tak dapat berusaha dengan baik; berkonflik sana sini; dan berhadapan dengan hukum. Oleh karena itu, kualitas diri anak harus dikembangkan sedari diri.

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan guna mengembangkan kualitas diri anak.

Melatih Anak untuk Dispilin

Semua hal membutuhkan disiplinan. Itulah sebabnya anak harus dilatih disiplin sejak dini. Disiplin pada anak dapat dilatih dengan mengatur dan mematuhi jadwal. Misalnya; bangun pagi pukul berapa; pukul berapa boleh bermain dan berapa lama; pukul berapa tidur di malam hari; mengerjakan PR/tugas dulu baru boleh bermain; dan lain-lain.

Regulasi Emosi

Sama halnya dengan orang dewasa, anak juga memiliki emosi negatif seperti marah; sedih; cemas; kecewa; takut; dan malu. Emosi negatif ini dapat muncul kapan saja dan di mana saja. Hal ini wajar, akan tetapi, agar emosi negatif pada anak tidak berdampak buruk pada dirinya dan orang lain, maka anak harus dilatih untuk meregulasi emosinya. Emosi negatif yang diregulasi akan terkendali sehingga tak berefek negatif bagi anak maupun orang lain.

Melatih Anak untuk Berani

Banyak anak yang menjadi korban perundungan (bullying); mengkonsumsi napza dan pornografi; dan perilaku tidak baik lainnya karena tidak berani menolak ajakan temannya. Ada anak yang dianggap tidak berprestasi bukan karena tidak memiliki potensi tetapi karena tidak berani tampil dan mencoba sesutau yang baru. Untuk hal-hal yang positif anak harus didorong untuk berani. Berani maju/tampil; berani mencoba sesuatu yang baru; berani menolak tawaran yang tidak baik dari siapapun; dan lain-lain. Keberanian pada anak harus dipupuk sejak kecil dari rumah. Misalnya: anak dilatih untuk berani berpendapat sekalipun pendapatnya tersebut berbeda dengan pendapat orangtuanya. Tentu saja ia harus menyampaikan pendapatnya dengan cara yang baik dan sopan.

Melatih Anak untuk Bertanggung Jawab

Orang yang tidak dapat bertanggung jawab pada akhirnya tidak akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain dan akan kehilangan berbagai kesempatan yang baik. Perilaku tidak bertanggung jawab sangat merugikan orang lain. Oleh karena itu, keterampilan bertanggung jawab harus dilatihkan kepada anak sejak dini. Misalnya: setelah selesai bermain, maka ia harus merapikan mainannya; tugas-tugas yang diberikan kepadanya, misalnya mencuci piring, harus ia kerjakan. Dengan demikian, anak akan terlatih bertanggung jawab atas semua yang menjadi tugasnya dan mau menerima semua konsekuensi perilakunya.

Tidak terlalu Permisif

Bersikap permisif terhadap anak berarti membiarkan anak melakukan apa pun yang ia mau. Padahal, anak yang sedang dalam proses  perkembangan kognitif belum terlalu memahami konsekuensi dari semua yang ia inginkan dan lakukan. Misalnya: karena melihat orang lain mengendarai sepeda motor, maka anak menjadi ingin mengendarai sepeda motor, padahal ia baru berusia 10 tahun, walaupun tubuhnya tampak lebih tinggi dibanding dengan anak lain seusianya. Walaupun begitu, bukan berarti  boleh mengendarai sepeda motor karena ia masih di bawah umur. Orangtua yang bijak tak akan mengijinkan anaknya yang masih di bawah umur untuk mengendarai sepeda motor,  walaupun ia mampu membelikan anaknya sepeda motor atau tubuh anak besar seperti orang dewasa. Anak yang diperlakukan dengan permisif akan tumbuh menjadi anak yang hidup suka-suka dan sesuka hatinya. Ini pasti akan merugikan anak dan orang lain.

Melatih Anak untuk Menghormati dan Menghargai Orang Lain

Setiap orang wajib menghoramati dan menghargai orang lain. Sikap saling menghormati dan mengharga sangat dibutuhkan dalam segala bentuk relasi. Orang yang mampu menghormati dan menghargai orang lain akan disukai oleh orang lain. Rasa suka orang pada dirinya karena sikapnya ini akan membawa keberuntungan. Itulah sebabnya, dari dini anak harus dilatih untuk menghormati dan menghargai orang lain. Misalnya: tidak menyela ketika orang lain bicara; berbicara sopan termasuk kepada orang-orang yang bekerja di rumahnya; tidak boleh mengejek atau menghina siapapun; dan lain-lain.

Tidak terlalu Memanjakan Anak

Memanjakan anak artinya memperlakukan anak dengan sangat istimewa. Pada umumnya, karena memang sangat mengasihi anaknya, orangtua akan memperlakukan anaknya dengan istimewa. Akan tetapi terlalu memanjakan anak tidak baik. Misalnya: terlalu menuruti semua permintaan anak; bersikap permisif pada anak; dan terlalu melayani anak. Jika terlalu dimanjakan, anak akan menjadi lemah secara fisik maupun mental; tidak mandiri; dan tidak dapat berkembang dengan maksimal.

Terampil Menggunakan Kata Maaf, Terima Kasih, Tolong dan Permisi

Setiap orang harus terampil menggunakan kata “maaf”, “terima kasih”, “tolong”, dan “permisi”. Keterampilan ini sangat penting dalam berkomunikasi dan membangun relasi dengan siapa pun. Keterampilan ini harus dilatihkan kepada anak sejak dini. Misalnya: Mengucapkan “tolong” ketika hendak mengharapkan bantuan dari seseorang; mengucapkan  “maaf” ketika sengaja atau tidak melakukan kesalahan; mengucapkan “terima kasih” jika diberi sesuatu (barang, kesempatan, pujian, dan lain-lain); dan mengucapkan “permisi” jika lewat di depan orang atau hendak minta ijin. Anak yang mampu menggunakan kata-kata ini dengan tepat akan dinilai sebagai anak yang sopan, tahu menghormati orang lain dan disukai oleh orang lain.

Pola Asuh yang Tepat

Dalam menjalankan peran, tugas dan tanggung jawabnya dalam mengasuh anak, orangtua harus dapat menerapkan pola asuh dengan tepat. Orangtua harus mampu dan tahu kapan harus bertindak otoriter, kapan harus bersikap permisif dan kapan harus berlaku demokratis kepada anak. Anak yang diasuh dengan benar akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan berkarakter.

Menanamkan Nilai-nilai Keluarga

Nilai-nilai adalah keyakinan yang sesuai dengan hati nurani, yang dipegang teguh oleh seseorang atau sekelompok orang. Setiap keluarga memiliki nilai-nilai tertentu, yang biasanya berasal dari norma masyarakat di mana keluarga tersebut tinggal; nilai-nilai budaya yang merupakan asal dari keluarga tersebut, dan terutama bersumber dari nilai-nilai agama yang dianut. Selain itu, ada juga nilai-nilai yang bersifat universal, misalnya: jujur; berintegritas;  rajin; suka menolong sesama; tidak boleh mencuri; tidak boleh menyakiti orang lain; ramah; gotong-royong; dan toleransi. Apabila sejak dini dalam diri anak sudah ditanamkan nilai-nilai ini, maka ia akan tumbuh menjadi individu yang memiliki kualitas diri yang baik.

Orangtua adalah Teladan bagi Anak

Agar dapat memiliki kualitas diri yang baik, anak perlu figur sebagai teladan. Keteladanan yang ditunjukkan orangtua dapat mendorong anak dalam membangun dan mengembangkan kuliatas dirinya. (SRP)

Share

Related posts

Leave a Comment