Oleh: Susi Rio Panjaitan
Bullying yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah perundungan merupakan suatu perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang dan disengaja oleh satu individu atau sekelompok individu terhadap orang lain yang lebih lemah atau rentan secara fisik, kognitif, emosional, atau sosial. Bullying yang sering dilakukan terdari berbagai bentuk, antara lain: 1) Fisik – Bullying dalam bentuk ini melibatkan penggunaan kekerasan fisik atau kekuatan untuk menyakiti atau mengintimidasi korban. Misalnya: pukulan, tendangan, menendang barang-barang korban, atau tindakan fisik lainnya yang merugikan korban. 2) Verbal – Bullying dalam bentuk verbal dilakukan dengan menggunaan kata-kata kasar, ejekan, ancaman, atau pelecehan verbal lainnya untuk melukai perasaan korban. Contohnya: menyebarkan gosip jahat, memaki-maki, mengejek penampilan atau kekurangan korban, atau memberikan ancaman. 3) Emosional – Ini melibatkan tindakan-tindakan yang dirancang untuk mengisolasi, menghina, atau merendahkan martabat korban secara emosional. Misalnya: mengabaikan korban, menolaknya dari kegiatan atau kelompok, atau membuatnya merasa tidak berharga. 4) Sosial – Bullying seperti ini melibatkan upaya untuk mengontrol, memanipulasi, atau membatasi akses korban terhadap hubungan sosial. Contohnya: menyebarkan rumor atau fitnah, menjauhkan korban dari teman-teman atau kelompok, atau memanfaatkan kekuatan sosial untuk menekan korban. 5) Cyberbullying – Bullying ini dilakukan melalui platform daring dan melibatkan penggunaan teknologi seperti media sosial, pesan teks, atau surat elektronik untuk menyebarkan pesan yang merugikan, mengejek, atau mengintimidasi korban secara anonim atau terbuka.
Bullying dapat terjadi pada semua kelompok usia, termasuk anak-anak. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seorang anak menjadi korban bullying. Misalnya: perbedaan fisik, disabilitas, perbedaan budaya atau ras, kecenderungan sifat pemalu atau pendiam, serta memiliki minat atau kebiasaan yang berbeda dari kelompok sebaya. Dalam kasus terjadinya bullying, saksi atau penonton bullying memiliki dampak besar. Mereka bisa menjadi bagian dari masalah dengan tidak melakukan apa pun, atau bagian dari solusi jika mereka memberikan dukungan kepada korban dan melaporkan perilaku bullying kepada orang dewasa yang tepat. Di Indonesia, bullying termasuk tindak kekerasan dan melanggar hukum.
Bullying yang dialami anak dapat berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangannya, antara lain sebagai berikut:
Masalah terhadap Kesehatan Mental
Salah satu dampak buruk bullying adalah masalah kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan stres. Anak yang menjadi korban bullying sering merasa tidak aman, ketakutan, cemas, dan tidak berdaya. Ini dapat mengganggu keseimbangan emosional mereka dan berdampak negatif pada kesejahteraan mental secara keseluruhan.
Merusak Harga Diri Anak
Bullying dapat merusak harga diri anak, membuatnya merasa rendah diri dan tidak berharga. Anak yang sering menjadi korban bullying akan kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak mampu mengatasi situasi-situasi yang menantang.
Isolasi Sosial
Korban bullying sering kali merasa terisolasi secara sosial karena mereka takut atau malu untuk berinteraksi dengan teman-teman mereka. Hal ini dapat mengganggu pembentukan hubungan sosial yang sehat dan memperburuk kesepian anak.
Penurunan Prestasi Akademik
Anak yang menjadi korban bullying cenderung mengalami penurunan dalam prestasi akademik mereka. Mereka menjadi sulit berkonsentrasi di sekolah karena pikiran mereka terganggu oleh pengalaman traumatis yang terkait dengan bullying.
Perilaku Agresif atau Pasif
Dalam beberapa kasus, korban bullying mengembangkan perilaku agresif sebagai respons terhadap perlakuan yang mereka terima. Di sisi lain, beberapa anak menjadi pasif dan menarik diri dari situasi sosial secara keseluruhan.
Mengalami Gangguan Kesehatan Fisik
Meskipun tidak langsung terkait dengan kekerasan fisik, stres yang disebabkan oleh bullying dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik anak. Misalnya, stres kronis dapat menyebabkan gangguan tidur, gangguan pencernaan, atau bahkan masalah kesehatan yang lebih serius.
Mengalami Gangguan Pertumbuhan Emosional dan Psikologis
Bullying dapat menghambat pertumbuhan emosional dan psikologis anak. Mereka akan kesulitan dalam mengatasi konflik, membangun hubungan yang sehat, dan mengembangkan keterampilan sosial.
Berpikir bahkan Melakukan Tindakan Bunuh Diri
Bullying dapat memiliki dampak yang sangat merusak pada kesehatan mental dan emosional anak, yang pada kasus yang ekstrem, dapat menyebabkan pikiran bahkan tindakan bunuh diri. Korban bullying sering merasa tidak berdaya dan tidak dihargai. Mereka merasa bahwa tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk menghentikan perilaku yang merugikan tersebut, dan bahwa tidak ada yang peduli dengan mereka. Bullying merusak harga diri dan percaya diri korban. Mereka merasa tidak berharga, tidak pantas, dan merasa bahwa mereka tidak layak untuk hidup. Korban bullying sering merasa terisolasi secara sosial dan kesepian karena mereka takut atau malu untuk berinteraksi dengan teman-teman mereka. Perasaan kesepian yang mendalam dapat memperburuk perasaan putus asa dan isolasi. Bullying juga dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan stres yang berkepanjangan. Anak-anak yang mengalami depresi mungkin merasa putus asa dan tanpa harapan, sementara anak-anak yang mengalami kecemasan mungkin merasa terjebak dalam siklus pikiran negatif dan takut. Dalam beberapa kasus, anak-anak yang menjadi korban bullying berpikir untuk melarikan diri dari penderitaan mereka dengan bunuh diri. Mereka merasa bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri rasa sakit dan keputusasaan yang mereka rasakan. Anak-anak yang menjadi korban bullying juga merasa bahwa tidak ada yang memahami atau menerima mereka. Perasaan tidak diterima atau tidak dimengerti dapat memperdalam perasaan putus asa dan isolasi. Pengalaman bullying menyebabkan trauma emosional yang mendalam pada korban, terutama jika mereka mengalami kekerasan fisik, verbal, atau emosional secara berulang-ulang. Trauma ini dapat menyebabkan pikiran untuk bunuh diri sebagai cara untuk mengatasi rasa sakit yang mereka rasakan.
Selain berdampak buruk pada korban, perilaku bullying juga berdampak buruk terhadap anak pelaku bullying dan lingkungan sekitar. Anak pelaku bullying sangat mungkin menghadapi konsekuensi hukum seperti sanksi disiplin di sekolah, sanksi sosial dari masyarakat, bahkan sanksi hukum dari negara. Pelaku bullying akan mengalami penurunan kualitas hubungan sosial karena perilaku agresifnya, kehilangan teman, dan isolasi sosial. Selain itu, apabila pelaku telah menyadari dampak negatif dari perilakunya, pelaku bullying bisa mengalami rasa bersalah atau penyesalan yang mendalam.Tindakan bullying juga dapat berpengaruh buruk pada lingkungan. Bullying yang menciptakan ketegangan di antara siswa di sekolah atau antara tetangga di lingkungan tempat tinggal. Bullying juga menciptakan atmosfer yang tidak aman dan tidak nyaman di lingkungan tempat tinggal atau sekolah, mengganggu proses belajar dan pertumbuhan anak-anak. Selain itu, perilaku bullying akan mengganggu kinerja dan produktivitas di sekolah, baik bagi korban maupun bagi orang-orang di sekitarnya.
Karena perilaku bullying dapat memiliki dampak yang sangat serius, maka perilaku ini harus dicegah dan ditangani dengan serius dan secara proaktif. Dengan memahami mengapa anak melakukan perilaku bullying maka dapat dilakukan berbagai upaya preventif dan intervensi yang efektif. Berikut adalah beberapa alasan mengapa anak melakukan tindakan bullying.
Kurangnya Keterampilan Sosial
Anak-anak yang memiliki keterampilan sosial yang kurang berkembang akan kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya dengan cara yang positif. Untuk mencoba mendapatkan perhatian atau membangun hubungan, mereka bisa saja mengadopsi perilaku agresif atau perilaku dominan.
Kurangnya Pengawasan dan Bimbingan
Anak-anak yang kurang mendapatkan pengawasan atau bimbingan dari orangtua atau orang dewasa di lingkungan mereka, kemungkinan tidak menyadari konsekuensi negatif dari perilaku mereka. Mereka juga tidak mendapatkan bimbingan yang tepat untuk mengembangkan empati atau keterampilan sosial yang positif.
Pengaruh Lingkungan
Lingkungan di sekitar anak, termasuk keluarga, teman sebaya, atau media, dapat mempengaruhi perilaku mereka. Anak-anak yang terpapar pada perilaku agresif atau mendapatkan pembenaran untuk perilaku tersebut memiliki kecenderungan untuk meniru perilaku tersebut.
Dorongan untuk Mendapatkan Kekuasaan atau Pengakuan
Ada anak yang menggunakan perilaku bullying sebagai cara untuk mendapatkan kekuasaan atau pengakuan dari teman-temannya. Anak melihat perilaku agresif sebagai cara untuk menunjukkan dominasi atau mendapatkan perasaan superioritas.
Mengalami Bullying
Anak yang menjadi korban bullying kemungkinan akan berusaha untuk mengalihkan perhatian atau memperoleh rasa ‘menguasai” dengan cara melakukan bullying kepada orang lain. Anak juga sangat mungkin akan meniru perilaku yang dilihat dari pelaku bullying terhadapnya.
Kurangnya Empati atau Kesadaran Sosial
Ada anak yang kurang memiliki kemampuan dalam memahami perasaan orang lain atau kesadaran tentang dampak negatif dari perilakunya. Ia tidak merasa bersalah atau tidak peduli tentang efek buruk yang dialami oleh korbannya.
Masalah Kesehatan Mental atau Emosional
Anak yang mengalami masalah kesehatan mental atau emosional, seperti kecemasan, depresi, atau kemarahan yang tidak terkendali, berpotensi menggunakan perilaku bullying sebagai mekanisme koping atau cara untuk melepaskan emosi negatifnya.
Selain memahami faktor-faktor yang dapat memicu anak melakukan tindakan bullying, penting juga memahami mengapa anak rentan menjadi korban bullying guna melakukan upaya pencegahan dan penanganan perilaku bullying secara efektif. Berikut adalah beberapa faktor yang membuat anak rentan menjadi korban bullying.
Perbedaan Fisik atau Karakteristik Unik
Anak-anak yang memiliki perbedaan fisik seperti berat badan, tinggi badan, atau disabilitas fisik, serta karakteristik unik seperti minat atau hobi yang berbeda, sering kali menjadi target bullying.
Ketidakmampuan Membela Diri
Anak-anak yang memiliki kemampuan fisik atau keterampilan sosial yang rendah untuk membela diri lebih rentan menjadi korban bullying. Mereka kurang percaya diri atau tidak tahu cara menanggapi perilaku agresif dari pelaku bullying.
Ketidaksesuaian dengan Norma Sosial atau Kelompok
Anak-anak yang dianggap tidak sesuai dengan norma sosial atau tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh kelompok sebaya mereka rentan menjadi target bullying. Ini bisa termasuk perbedaan budaya, atau ras.
Sifat Pendiam atau Rendahnya Kemandirian
Anak-anak yang pendiam, pemalu, atau memiliki tingkat kemandirian yang rendah lebih rentan menjadi korban bullying karena mereka cenderung tidak menghadapi atau melaporkan perilaku bullying yang mereka alami kepada orangtua atau guru.
Kurangnya Dukungan Sosial atau Pengawasan
Anak-anak yang kurang mendapatkan dukungan sosial dari teman sebaya dan pengawasan dari orangtua atau orang dewasa di lingkungan mereka lebih rentan menjadi korban bullying. Mereka tidak memiliki sumber daya atau dukungan yang cukup untuk melindungi diri mereka sendiri.
Pengalaman Bullying
Anak yang menjadi korban bullying lebih rentan untuk terus menjadi target bullying di masa depan. Pelaku bullying melihat mereka sebagai target yang mudah untuk dibully.
Kurangnya Pengetahuan tentang Cara Mengatasi Bullying
Anak-anak yang tidak tahu cara mengatasi atau melaporkan perilaku bullying kepada orangtua atu guru rentan menjadi target yang mudah bagi pelaku bullying. Anak-anak tidak menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk merasa aman dan dilindungi.
Perilaku bullying sangat berbahaya baik bagi korban maupun pelaku. Oleh karena itu penting dilakukan upaya-upaya guna mencegah anak dari menjadi korban dan pelaku bullying. Strategi ini mencakup pendekatan yang holistik yang melibatkan kerja sama antara orangtua, guru, lembaga pendidikan, pemerintah, dan masyarakat secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan.
Strategi Mencegah Anak menjadi Korban Bullying
- Pendidikan tentang Keterampilan Sosial – Mengajarkan anak-anak keterampilan sosial seperti empati, kerjasama, dan resolusi konflik yang positif dapat membantu mereka dalam mengatasi situasi sosial yang sulit dan terhindar dari menjadi korban bullying.
- Membangun Komunikasi Asertif – Membangun hubungan dan komunikasi asertif antara anak-anak dan orang dewasa dapat membantu anak-anak merasa nyaman untuk berbicara tentang pengalaman mereka dan mendapatkan dukungan ketika mereka mengalami masalah.
- Pendampingan dan Pengawasan – Orangtua dan guru perlu memberikan pendampingan dan pengawasan yang tepat terhadap anak-anak, baik di rumah maupun di sekolah, untuk memastikan bahwa anak-anak aman dan dilindungi dari perilaku bullying.
- Pendidikan tentang Bullying – Memberikan pendidikan tentang konsep dan dampak dari bullying kepada anak-anak dapat membantu mereka memahami pentingnya menghormati dan mendukung satu sama lain, serta dapat mengidentifikasi dan melaporkan perilaku bullying.
- Membangun Keterampilan Diri yang Positif – Membantu anak-anak membangun keterampilan diri yang positif seperti rasa percaya diri, harga diri yang sehat, dan kemampuan untuk mengatasi tekanan sosial dapat membantu mereka dalam menghadapi situasi bullying dengan lebih baik dan efektif.
Strategi Mencegah Anak menjadi Pelaku Bullying
- Pendidikan tentang Empati dan Keterampilan Sosial – Memberikan pendidikan tentang empati, toleransi, dan kerjasama kepada anak-anak dapat membantu mereka memahami perasaan orang lain dan belajar bagaimana berinteraksi secara positif dengan teman-teman mereka.
- Model Perilaku Positif – Orangtua dan orang dewasa lainnya perlu menjadi contoh yang baik bagi anak-anak dengan menunjukkan perilaku positif, mendukung, dan ramah. Ini akan membantu anak-anak meniru perilaku yang baik dan menghindari perilaku agresif atau merendahkan.
- Penegakan Aturan dan Konsekuensi yang Jelas – Penting bagi orangtua dan guru untuk menetapkan aturan yang jelas tentang perilaku yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan, serta memberikan konsekuensi yang konsisten bagi pelanggaran aturan.
- Pendampingan dan Bimbingan – Mendorong anak-anak untuk mencari bantuan dan dukungan ketika mereka mengalami tekanan sosial atau konflik dengan teman-teman mereka dapat membantu mencegah terjadinya perilaku bullying.
- Menciptakan Lingkungan yang Kondusif – Membangun lingkungan yang aman, sehat dan nyaman di rumah, sekolah dan di lingkungan sekitar dapat membantu mengurangi kemungkinan anak-anak terlibat dalam perilaku bullying.
Melalui implementasi berbagai strategi yang konsisten dan berkelanjutan, dapat diciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan aman bagi semua anak. Dengan demikian, semua anak akan terhindar dari menjadi korban maupun pelaku bullying. (SRP)