RUMAH SEKOLAH PERTAMA DAN UTAMA, ORANG TUA GURU PERTAMA DAN UTAMA

Share

Oleh: Susi Rio Panjaitan

 

“Rumah sekolah pertama dan utama, orang tua guru pertama dan utama” adalah suatu ungkapan yang bermakna bahwa pendidikan yang pertama dan utama ada dalam keluarga. Proses pendidikan yang pertama diterima anak adalah di rumah, melalui keluarganya, terutama orang tuanya. Sekolah dapat dipindahkan ke rumah, tetapi rumah tidak dapat dipindahkan ke sekolah. Orang tua dapat menjadi guru, tetapi guru di sekolah tidak dapat sepenuhnya menjadi orang tua bagi anak.  Di era digital ini hampir segala hal dapat dipelajari dari/di rumah. Etika, sopan santun, berkomunikasi dengan efektif, bekerja dalam kelompok/tim, keterampilan sosial, disiplin, berpikir kreatif dan solutif, mengelola emosi, bersikap asertif dan berbagai soft skill lainnya dapat diajarkan kepada anak sejak dini di rumah. Keterampilan ini sangat berguna bagi anak di sepanjang hayatnya. Nilai-nilai moral dan keimanan sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut juga dapat ditanamkan sedari dini kepada anak. Selain itu, berbagai keterampilan teknik seperti memasak, menjahit, membuat program dan aplikasi, mendisain pakaian, mendisan website, menulis artikel/buku, bahasa asing, mengoperasikan perangkat lunak, menyetir mobil, berbengkel, merakit, bercocok tanam, beternak, bermain musik, menciptakan lagu, dan berbagai bentuk hard skill lainnya juga sangat mungkin diajarkan kepada anak di rumah. Hal ini terbukti dengan banyak orang tua menggunakan jasa guru privat untuk mengajar anaknya di rumah.

Masa covid dan pasca covid membuat “belajar di rumah” keberadaan dan kualitasnya semakin  diakui sejajar dengan “belajar di sekolah”. Bahkan, tidak mustahil belajar di rumah lebih efektif dan lebih berkualitas daripada belajar di sekolah. Akan tetapi, rumah hanya akan dapat menjadi sekolah yang terbaik untuk anak jika orang tua dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengasuh dan mendidik anak dengan baik, sebagaimana mestinya. Pemerintah juga mengakui pendidikan dalam/oleh keluarga. Pendidikan bentuk ini disebut sebagai pendidikan informal. Hal ini dinyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ungkapan “Rumah sekolah pertama dan utama, orang tua guru pertama dan utama” mengandung makna yang mendalam dan penting, yang perlu dipahami terutama oleh orang tua.  Makna tersebut antara lain sebagai berikut:

Orang Tua adalah Penanggung Jawab Utama Pendidikan Anak

Ada kalanya orang tua memerlukan bantuan pihak lain untuk mengasuh, merawat atau menjaga anak, misalnya anggota keluarga/kerabat atau pengasuh profesional. Akan tetapi, mereka hanya membantu. Mereka hanya mitra atau partner orang tua dalam mengasuh dan menjaga anak. Tanggung jawab sepenuhnya ada pada orang tua. Kakek, nenek, tante, om atau pengasuh profesional hanya dapat membantu dalam menjaga, mengantar jemput sekolah, memberi makan, dan hal-hal lain yang bersifat praktis, tetapi apa yang dimakan dan diminum anak, atau di mana anak bersekolah merupakan tanggung jawab orang tua.

Saat ini, banyak orang tua yang menggunakan jasa lembaga pendidikan luar sekolah dan guru les privat untuk membantu anak dalam belajar. Mereka memiliki tanggung jawab atas anak, terkait dengan proses pembelajaran, kenyamanan dan keamanan anak selama belajar, dan kualitas pembelajaran yang diberikan kepada anak. Walaupun untuk mendapatkan layanan dari mereka orang tua perlu bahkan harus membayar (bahkan membayar mahal), bukan berarti tanggung jawab atas anak beralih atau dilimpahkan pada mereka. Pada siapa pun anak belajar, atau siapa pun yang mengajar anak, mereka hanya merupakan mitra atau partner orang tua dalam mendidik anak.

Walaupun anak perlu bersekolah, dimana guru dan sekolah memiliki peran dan tanggung jawab atas segala hal yang terkait dengan anak di lingkungan sekolah, bukan berarti tanggung jawab atas pendidikan anak sepenuh ada ada pada sekolah atau guru. Termasuk, sekalipun orang tua sudah membayar mahal pada sekolah tersebut. Semahal, seterkenal apa pun sekolah anak, penanggung jawab utama atas anak dan pendidikannya ada pada orang tua.

Selain bersekolah formal, banyak juga anak yang mengikuti sekolah non-formal, seperti sekolah non formal berbasis pendidikan agama. Misalnya: belajar mengaji,  Sekolah Minggu untuk anak-anak yang beragama Kristen, Bina Iman, dan lain sebagainya. Sekalipun guru-guru agama bertugas dan memiliki tanggung jawab moral dan profesional dalam mengajarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai dari suatu agama atau kepercayaan kepada anak, dengan harapan anak beriman sesuai dengan ajaran atau kepercayaan tersebut,  akan tetapi, penanggung jawab utama atas penanaman nilai-nilai moral dan iman sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaannya, sepenuhnya ada pada orang tua.

Menciptakan Rumah sebagai Lingkungan yang Kondusif bagi Proses Pembelajaran Anak

Rumah adalah sekolah sepanjang hayat bagi individu. Proses pendidikan dan pembelajaran di rumah tidak mengenal kata “tamat”, karena berlangsung seumur hidup individu. Oleh karena itu, orang tua perlu menciptakan rumah sebagai lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi anak, baik itu untuk mengajarkan hard skill maupun untuk menanamkan soft skill, termasuk nilai-nilai moral dan iman. Rumah yang penuh cinta kasih, saling menghormati, saling menghargai, saling menolong, saling mendukung, saling menerima, saling memahami, dan saling mengampuni adalah rumah aman dan nyaman untuk semua penghuninya. Selain itu, orang tua juga menciptakan budaya asertif dalam keluarga. Hal ini akan memudahkan anak untuk dengan senang hati berkomunikasi secara efektif dan terbuka. Rumah yang seperti ini adalah lingkungan yang kondusif bagi proses pembelajaran anak.  Dengan demikian anak dapat mempelajari banyak hal di rumah dengan efektif, baik soft skill maupun hard skill.

Orang Tua Harus Memastikan bahwa Nilai-nilai yang Diterima Anak dari Pihak Lain Sesuai dengan Nilai-nilai Keluarga

Karena orang tua yang bertanggung jawab sepenuhnya atas pembentukan karakter dan perkembangan moral serta iman anak, maka orang tua perlu memastikan bahwa nilai-nilai yang diajarkan kepada anak oleh pihak lain sesuai dengan nilai-nilai keluarga. Nilai-nilai keluarga biasanya berasal dari nilai-nilai budaya dari suku yang merupakan latar belakang identitas keluarga dan ajaran atau nilai-nilai agama atau kepercayaan yang dianut keluarga. Ada kalanya, sekalipun berasal dari daerah atau suku yang sama, atau menganut agama atau kepercayaan yang sama, nilai-nilai personal individu berbeda. Misalnya: sekalipun agama yang dianut anak sama dengan agama yang dianut guru atau pengasuhnya, belum tentu nilai-nilai personal sang guru atau pengasuh tersebut sama dengan nilai-nilai keluarga si anak. Jadi, orang tua perlu melakukan “check and recheck” guna memastikan bahwa nilai-nilai yang diterima anak tidak bertentangan atau selaras dengan nilai-nilai keluarga. Jika ditemukan ada perbedaan, apalagi jika perbedaan itu signifikan dan tidak berdampak positif bagi perkembangan moral dan iman anak, maka orang tua perlu berpikir ulang dan mengambil kebijakan baru. Misalnya: menyepakati hal tertentu dengan guru, atau bahkan mengganti guru.

Orang Tua adalah Role Model Pembelajaran bagi Anak

Anak belajar dari apa yang ia lihat dan dengar dari sekelilingnya, termasuk  dari orang-orang di lingkar terdekatnya, terutama orang tuanya. Selanjutnya, anak akan meniru. Oleh karena itu, orang tua harus memastikan bahwa yang ia tampilkan sehari-hari, baik di depan maupun di belakang anak, baik dalam perkataan maupun perbuatan, adalah hal-hal yang positif dan berguna bagi tumbuh kembang anak, termasuk berguna bagi pembentukan karakter dan moral anak.

Tidak Lepas Tangan, Tidak Cuci Tangan, dan Menyalahkan Pihak Lain atas Kondisi tertentu pada Anak

“Rumah sekolah pertama dan utama, orang tua guru pertama dan utama” juga berarti orang tua tidak boleh lepas tangan, tidak boleh cuci tangan, dan tidak boleh sepenuhnya menyalahkan pihak lain ketika anak berperilaku buruk. Misalnya: orang tua tidak boleh menyalahkan Guru Agama jika anak melanggar perintah agama, orang tua tidak boleh menyalahkan sekolah jika anak ketahuan mengkonsumsi narkoba atau pornografi, orang tua tidak boleh serta merta menyalahkan pengasuh ketika anak tidak tertib, dan orang tua juga tidak boleh menyalahkan kakek nenek ketika anak terlalu manja dan susah diatur.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga meletakkan kewajiban dan tanggung jawab mendidik anak pada orang tua. Hal ini tertuang dalam  Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 26 Ayat (1) yang berbunyi:

Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

  1. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
  2. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
  3. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
  4. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.

“Rumah sekolah pertama dan utama, orang tua guru pertama dan utama” bukan cuma ungkapan atau slogan, tetapi fungsi keluarga yang sesungguhnya dalam mendidik anak di semua aspek. (SRP)

 

Share

Related posts

Leave a Comment