Oleh: Susi Rio Panjaitan
ChatGPT adalah singkatan dari “Chat Generative Pre-trained Transformer“, yaitu sebuah kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang bisa berbicara atau mengobrol dengan manusia lewat teks. ChatGPT seperti asisten virtual yang pintar, bisa diajak ngobrol, tanya jawab, belajar, bahkan menulis atau menerjemahkan sesuatu. Akan tetapi, ChatGPT bukan manusia. Ia hanya program komputer yang sangat canggih. ChatGPT dapat menjawab pertanyaan (seperti Google, tetapi dalam bentuk percakapan); menulis cerita, puisi, artikel; membantu belajar (matematika, sains, sejarah, dan lain-lain); menyusun email atau tugas sekolah; menerjemahkan bahasa; dan membantu berpikir kreatif.
ChatGPT dibuat oleh perusahaan OpenAI, dan versi terbarunya menggunakan model bahasa besar (Large Language Model), yang dilatih dari miliaran kata di internet, buku, dan artikel. Walaupun ChatGPT sedemikian canggih, ia bukan bukan manusia; bukan mesin pencari (meskipun tahu banyak); bukan teman sungguhan; dan tidak memiliki perasaan, kesadaran, atau niat.
Saat ini, di seluruh dunia sangat banyak orang yang sudah menggunakan ChatGPT, baik untuk keperluan pribadi, pendidikan, maupun profesional. Penggunaannya terus meningkat sejak dirilis ke publik pada akhir tahun 2022. Pengguna ChatGPT bukan hanya orang dewasa. Faktanya, ada banyak anak-anak yang sudah menggunakan ChatGPT, terutama sejak AI ini mudah diakses lewat internet dan aplikasi. Padahal, secara resmi ChatGPT ditujukan untuk usia 13 tahun ke atas (dengan izin orang tua). Ada berbagai alasan yang menyebabkan anak-anak menggunakan ChatGPT, antara lain: ChatGPT mudah diakses dan menarik; bisa dibuka lewat ponsel, tablet, atau laptop tanpa instalasi yang rumit; anak-anak bisa langsung bertanya apa saja, dari hal serius sampai iseng atau lucu; ngobrol dengan ChatGPT terasa seperti ngobrol dengan teman; ChatGPT selalu siap menjawab pertanyaan anak-anak kapan saja; ChatGPT tidak pernah memarahi dan mengabaikan mengabaikan anak sehingga anak merasa diterima, dihargai dan senang; ChatGPT selalu menjawab dengan cepat; ChatGPT bisa menjelaskan pelajaran sulit (IPA, matematika, bahasa), memberi ide untuk karangan atau proyek, dan menyusun kalimat atau terjemahan sehingga anak merasa terbantu dan lebih percaya diri; ada tren menggunakan AI untuk main-main, belajar, bahkan membuat lelucon; kurangnya alternatif pendamping belajar untuk anak karena tidak semua anak didampingi oleh orang tua saat belajar, tidak mempunyai akses ke guru les atau bimbingan belajar sehingga ChatGPT menjadi semacam “guru pribadi digital” gratis; dan kurangnya pengawasan orang tua.
Walaupun ChatGPT dapat memberikan manfaat bagi anak, akan tetapi penggunaan ChatGPT yang tidak sehat oleh anak mengandung resiko. Salah satunya adalah terjadi kemesraan yang tidak wajar antara anak dan ChatGPT. Artinya, terjadi interaksi yang terlalu intens, emosional, atau pribadi, yang tidak sesuai dengan batas wajar antara anak dan ChatGPT. Anak mengalami ketergantungan emosional secara berlebihan dengan ChatGPT. Ada keterbukaan yang tidak pantas (misalnya: curhat soal hal sensitif atau pribadi), dan ada perasaan terikat secara emosional, seolah-olah ChatGPT adalah sahabat sejati, pengganti orang orang tua, bahkan kekasih. Anak selalu ingin bicara dengan ChatGPT dan tidak tertarik lagi ngobrol dengan keluarga atau teman; bercerita kepada ChatGPT tentang masalah yang sangat pribadi (misalnya, kekerasan, konflik keluarga). Ada anak yang menyampaikan rasa sayang atau rindu kepada ChatGPT, seolah-olah ChatGPT adalah manusia. Anak merasa sedih atau panik jika tidak bisa mengakses ChatGPT, dan anak menganggap ChatGPT sebagai satu-satunya tempat merasa didengar, dimengerti, atau merasa aman.
Secara teknis, kemesraan tidak wajar antara anak dan ChatGPT tidak mungkin terjadi dalam arti dua arah secara emosional. ChatGPT tidak memiliki emosi, kesadaran, atau kehendak. Ia hanya memproses teks dan merespons berdasarkan pola bahasa. Tidak ada kelekatan emosional dari pihak ChatGPT. Jadi, ChatGPT tidak bisa membalas perasaan anak secara nyata. Akan tetapi, meskipun tidak mungkin ChatGPT membalas secara emosional perasaan anak terhadapnya, interaksi yang tidak wajar antara anak dan ChatGPT tetap bisa terjadi secara sepihak dari anak. Kemesraan tidak wajar muncul bukan karena niat jahat dari AI atau ChatGPT, tetapi karena kondisi psikologis anak dan lingkungannya.
Untuk mencegah dan mengatasi kemesraan yang tidak wajar antara anak dan ChatGPT, diperlukan pendekatan menyeluruh dari orang tua, guru, dan lingkungan sekitar anak. Mencegah dan mengatasi kemesraan tidak wajar antara anak dan ChatGPT bukan dengan cara melarang total anak menggunakan ChatGPT, tetapi mendampingi, mengarahkan, dan memperkuat koneksi anak dengan dunia nyata dan orang-orang di sekitarnya. Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan, antara lain sebagai beikut:
Menciptakan Lingkungan yang Kondusif bagi Anak
Rumah yang tidak aman dan nyaman bagi fisik maupun psikis anak akan membuat anak mencari tempat pelarian ke ChatGPT. Jadi, orang tua harus memastikan bahwa lingkungan rumah atau keluarga penuh dengan cinta kasih, kelemahlembutan, penerimaan yang utuh pada anak tanpa membanding-bandingkannya dengan siapa pun atau menuntut anak untuk menjadi yang bukan dirinya, koreksi disampaikan dengan tidak tendesius, tidak ada caci maki dan penghinaan atau perilaku merendahkan, dan ada maaf atau pengampunan atas kesalahan yang dilakukan anak tanpa mengungkit-ungkit kesalahannya.
Edukasi Orang Tua
Orang tua harus memahami apa itu ChatGPT, apa fungsinya, apa resiko penggunaannya, serta bagaimana menggunakannya secara aman dan efektif. Adalah penting mengenali tanda-tanda kelekatan yang tidak wajar. Misalnya: anak menarik diri dari interaksi nyata, sering curhat kepada ChatGPT, merasa resah ketika tidak mendapat akses ke ChatGPT.
Mendampingi Anak ketika Menggunakan ChatGPT
Anak tidak boleh dibiarkan menggunakan ChatGPT sendirian atau menggunakan ChatGPT dalam durasi lama. Orang tua perlu menemani dan membimbing anak saat ia bertanya atau berbicara dengan ChatGPT. Harus dijelaskan kepada anak bahwa ChatGPT bukan teman, bukan guru, bukan orang tua, dan bukan manusia.
Atur Batas Waktu dan Tujuan Penggunaan ChatGPT
Perlu ditentukan batas waktu layar yang sehat dan tujaun penggunaan ChatGPT. Misalnya, 30 menit per hari untuk keperluan belajar. Batasi penggunaan hanya untuk tujuan edukatif atau kreatif, dan bukan untuk pelarian emosional. Jika fitur kontrol orang tua atau pemfilteran tersedia, maka orang tua perlu menggunakan fasilitas ini.
Bangun Relasi Nyata yang Hangat dengan Anak
Luangkan waktu yang cukup untuk bermain dan ngobrol dengan anak, serta mendengarkan anak. Tunjukkan bahwa anak bisa merasa didengar dan dimengerti oleh orang tua. Selain itu, ajak anak untuk berinteraksi sosial secara langsung. Misalnya: bermain dengan teman, ikut komunitas, ikut klub olah raga, dan lain-lain.
Melatih Kecerdasan Sosio-Emosi Anak
Anak harus diajar untuk dapat membedakan antara dunia nyata dan dunia digital, teman sungguhan dan chatbot. Dorong anak mengekspresikan perasaan dengan cara sehat. Misalnya: bercerita ke orang tua, menulis jurnal, menggambar, melukis, bernyanyi, bermain musik, atau olah raga. Anak juga harus dilatih agar memiliki kecerdasan sosial. Bagaimana menjalin persahabatan yang sehat dan efektif dan bagaimana bersikap asertif.
Melatih Anak Berpikir Efektif
Perlu juga diciptakan ruang diskusi terbuka antara orang tua dan anak. Orang tua perlu menanyakan mengapa anak suka memakai ChatGPT, dan untuk apa. Anak harus didengarkan dengan tanpa menghakimi, lalu arahkan dengan lembut. Anak juga perlu dilatih untuk berpikir dengan baik: Misalnya, anak diajak untuk berpikir: “Apakah ChatGPT adalah teman sungguhan?”, “Apakah ChatGPT bisa memelukmu saat sedih?”, “Apakah kamu bisa memeluk ChatGPT?”, “Apakah kamu bisa bergandeng tangan dengan ChatGPT?” dan lain-lain. Membantu anak berpikir dengan baik akan menolong anak memahami situasi yang sebenarnya.
Menjadi Teladan (Role Model) yang Bijak dalam Menggunakan ChatGPT
Jika orang tua tidak menginginkan adanya kemesraan yang tidak wajar antara anak dan ChatGPT, maka orang tua harus terlebih dahulu memastikan dirinya juga tidak memiliki kemesraan yang tidak wajar dengan ChatGPT. Tunjukkan kepada anak bagaimana cara yang sehat, bijak, dan efektif dalam menggunakan ChatGPT. (SRP)