Museum Benteng Heritage terletak di Jalan Cilame No.20, Pasar Lama, Tangerang. Berada tepat di tengah-tengah keramaian Pasar Lama Tangerang sehingga pengunjung harus memarkirkan kendaraan di tepi Jalan Ki Samaun dan berjalan sejauh +/- 100 meter ke kawasan Pasar Lama. Saat menyusuri Pasar Lama ini para traveler akan tergelitik untuk mengetahui sejarah apa yang ada di dalam Museum Benteng Heritage ini sehingga ada di tengah-tengah pasar.
Tidak ada salahnya traveler mampir ke Museum Benteng Heritage ini. Museum Benteng Heritage buka setiap hari Selasa-Minggu pukul 10.00-17.00 wib dengan harga tiket Rp. 25.000 per orang dewasa sudah termasuk jasa pemandu untuk menjelaskan sejarah bangunan, benda-benda koleksi dan kisah yang tersimpan di museum ini selama sekitar 1 jam. Di dalam museum ini, pengunjung tidak diijinkan untuk merekam atau mengambil photo. Pemandu kami hari itu seorang pemuda bernama Martin, dengan pasih menceritakan kisah Museum Benteng Heritage ini.
Museum Benteng Heritage diresmikan pada tgl. 11-11-2011 pkl. 20:11. Menilik waktu peresmian yang banyak mengandung angka satu, tentunya kita menduga ada makna di baliknya. Angka satu ini menyiratkan Museum Benteng Heritage ini baru yang pertama ada Nusantara, untuk Museum Tionghoa di Indonesia. Bangunan museum ini dibangun sekitar abad ke 17, dimiliki komunitas kaum Tionghoa. Di abad ke-19 bangunan ini dibeli keluarga marga Lua yang dibagi 3 kala itu. Udaya Halim merupakan pendiri Museum Benteng Heritage melakukan restorasi untuk melestarikan bangunan yang kaya akan sejarah ini dengan membeli 2 rumah dari 3 rumah tersebut karena 1 rumah lagi tidak dijual oleh pemiliknya.
Museum Benteng Heritage ini terdiri dari 3 lantai. Lantai 1 untuk menerima tamu, lantai 2 tempat menyimpan benda-benda koleksi dan lantai 3 digunakan sebagai gudang. Dari belakang lantai 1 museum ini kita dapat melihat ada area tempat tinggal untuk yang menjaga museum, dipisahkan dengan pintu pagar besi. Keasliaan dari bangunan museum ini masih bisa kita temukan pada lantai dari depan sampai ke belakang dengan ketebalan 5 inc dan dari temboknya yang tidak disemen tetapi hanya menggunakan pasir dan kapur putih.
Di lantai 1 ini, ada beberapa benda sejarah dan lukisan yang sumber gambarnya diambil dari photo hitam putih tergantung di tembok kiri kanan yang menceritakan kisah tentang sejarah Pasar Lama Tangerang. Pengunjung juga akan mendapat tahu bahwasanya Museum Benteng Heritage ini terkonekting dengan Klenteng Boen Tek Bio, tetapi untuk saat ini pintu penghubung sudah dikunci sehingga tidak bisa lagi untuk dijadikan pintu keluar-masuk. Di dalam ruangan benda-benda koleksi pengunjung tidak diijinkan untuk mengambil photo ataupun merekam.
Benda peninggalan sejarah ini disimpan dengan rapi di lantai 2. Tidak diperbolehkan untuk menggunakan alas kaki pada saat memasuki area penyimpanan benda-benda koleksi. Naik ke lantai 2 pengunjung diajak melewati tangga dengan kecuraman 450 . Kayu tangga masih asli sejak bangunan ini didirikan. Tidak perlu kuatir, bagi pengunjung yang tidak kuat untuk melewati tangga ini, akan dibawa naik melewati tangga turun.
Setiba di lantai 2, sebelum melanjutkan kisah tentang sejarah museum, pengunjung akan dibawa pemandu ke sebuah pintu besar untuk keluar masuk balkon atas. Di sini terdapat 2 pintu besar, disebut pintu rahasia alias pintu anti pencuri. Pintu ini tidak memiliki kunci seperti pintu jaman sekarang. Mengapa demikian? Ada cerita tersendiri, jaman dulu tiap-tiap keluarga etnik Tionghoa memiliki teknik tersendiri untuk membuka pintu sekalipun tidak memiliki kunci.
Jika bukan anggota keluarga maka tidak akan bisa membuka pintu. Sehingga saat rumah akan ditinggal pergi, harus ada seorang anggota keluarga yang tinggal di rumah untuk membukakan pintu. Salah satu teknik membuka pintu yang diterapkan di museum ini ternyata rahasianya ada pada tombol yang terselip dekat palang pintu. Cukup dengan memencet tombol tersebut sambil mendorong palang kayu, pintu dapat dibuka.
Pintu juga diberi pembatas setinggi kira-kira 20 cm. Adapun guna pembatas pintu ini pada jaman itu, selain untuk menjaga keseimbangan jalan perempuan yang biasanya memakai gaun panjang agar tidak jatuh tersandung sehingga mereka akan mengangkat sedikit bagian bawah baju juga mendidik agar refleks untuk memberi hormat ke patung dewa dan meja pedupaan yang ada di depan pintu masuk. Sedangkan pada saat ke luar, akan mendidik orang bersikap awas terhadap sekelilingnya sebelum ke luar.
Beberapa benda koleksi yang bisa dilihat di sini, pedupaan dan perlengkapannya, patung-patung dewa, telepon, timbangan, sempoa ukuran besar, mesin tik dan surat, buku-buku cerita, prangko-prangko pertama yang digunakan di Indonesia, koin, cangkul, topi tani, pakaian adat, ranjang, bantal, kloset, koper, sepatu perempuan dewasa yang digunakan sejak usia 3 tahun yang akan baru dilepaskan pada hari pernikahannya dan benda lainnya. Di lantai 2 ini juga ada master piece berupa relief yang bercerita tentang kisah Jenderal Kwang Kong yang merupakan bagian dari legenda Sam Kok yang menjadi cikal bakal kisah keturunan Tionghoa Benteng. Relief terpahat indah dari 3 buah batu besar yang saling menyatu tergantung. Di bawah relief ada semacam kayu penyanggah atau partisi. Untuk menjaga keasliannya, kayu ini tidak boleh dipegang atau disentuh karena usia kayu ini sudah tua akan dapat menimbulkan kerusakkan.
Di lantai 2, pengunjung disuguhkan cuplikan video sejarah pembuatan kecap Benteng yang terkenal di Tangerang sampai sekarang dan prosesi adat pernikahan keturunan etnik Tionghoa-Betawi yang berlangsung selama 3 hari. Sumber benda-benda koleksi selain dari hasil pencarian, sumbangan, juga ada hasil penemuan dari lantai 3 museum ini, seperti pecahan keramik mangkuk-mangkuk. Mengapa pecahan ini oleh orang jaman dulu selalu disimpan? Ternyata, pada waktu itu para perempuan untuk mengisi waktu luangnya akan menyatukan pecahan-pecahan tersebut untuk digunakan kembali.
Selesai menceritakan sejarah Museum Benteng Heritage, pemandu selanjutnya membawa pengunjung ke area souvenir. Di sini terdapat beragam souvenir yang bisa dibeli pengunjung.
[awl-slider id=1740]