Oleh: Susi Rio Panjaitan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang karena hambatan atau kondisi tertentu, membutuhkan berbagai kebutuhan yang unik dan berbeda dari anak yang tidak menyandang kebutuhan khusus. Kebutuhan itu bisa berupa kebutuhan yang sama dengan kebutuhan anak lain yang non-ABK tetapi porsinya berbeda, atau kebutuhan lain yang tidak dibutuhkan oleh anak lain. Contoh : Semua anak membutuhkan bimbingan untuk dapat menguasai keterampilan bina diri, seperti mandi, buang air kecil (BAK), buang air besar (BAB), atau menggosak gigi. Walaupun membutuhkan bimbingan, bimbingan yang dibutuhkan anak non-ABK tidak terlalu banyak karena mereka cepat dan mudah mengerti. Akan tetapi, ABK, misalnya anak penyandang downsyndrome, mengalami hambatan dalam mempelajari keterampilan bina diri. Keterampilan bina diri kepada mereka perlu diajarkan dengan cara yang spesifik dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan anak yang tidak menyandang downsyndrome. Selain itu, ABK memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tidak dibutuhkan anak non-ABK. Misalnya : anak penyandang tunanetra memerlukan komputer bersuara, sedangkan anak-anak non-tunanetra tidak membutuhkan komputer bersuara. Banyak anak penyandang autis membutuhkan shadow teacher, sedangkan anak-anak lain tidak membutuhkan.
Ada beberapa kondisi menyebabkan anak dikategorikan sebagai ABK, seperti: autis, ADHD (attention deficit hyperactivity disorder), downsyndrome, retardasi mental (RM) atau yang sering disebut dengan slow learner (SL), disleksia, diskalkulia, disgrafia, tunanetra, tunadaksa, tunagrahita, tunarungu, tunawicara dan lain sebagainya. Anak-anak dengan kondisi seperti ini, dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, membutuhkan berbagai kebutuhan khusus agar mereka dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, sehat, gembira, ceria, berkarya, berprestasi, dan hidup mandiri. Dengan demikian, ia dapat berperan aktif dan berkontribusi positif dalam segala aspek hidup berbangsa, bernegara dan dunia.
Kebutuhan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 memberikan amanat kepada Pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan, Alenia ke-4). Kecerdasan dalam segala aspek memang menjadi jawaban bagi semua kebutuhan manusia. Untuk dapat mencapai kecerdasan dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, semua rakyat Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu agar menjadi cerdas, termasuk ABK.
Dalam segala keterbatasan dan hambatan yang dimiliki, setiap ABK memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Pendidikan yang bermutu adalah salah satu kebutuhan dasar ABK agar dapat berkembang, berkarya dan berprestasi sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Pendidikan bermutu untuk ABK adalah pendidikan yang sesuai dengan keunikan dan kebutuhannya. Itulah sebabnya, layanan pendidikan untuk ABK tidak dapat disama ratakan. Sayangnya, banyak ABK yang tidak mendapatkan pendidikan. Salah satu penyebabnya adalah pemahaman orang tentang pendidikan. Banyak orang yang berpikir bahwa untuk memperoleh pendidikan maka anak harus “masuk sekolah”. Pendidikan tidak sama dengan “bersekolah”. “Bersekolah” merupakan salah satu upaya untuk memperoleh pendidikan. Selain itu, keunikan ABK sering dianggap sebagai masalah sehingga anak tidak memperoleh pendidikan.
Kondisi masing-masing ABK berbeda, dan tidak semua ABK memiliki kemampuan belajar di bersekolah. Walaupun demikian, bukan berarti mereka tidak dapat dilatih dan diajari. Semua ABK mempunyai kemampuan untuk belajar dan berhak memperoleh pendidikan.
Dalam Pasal 13, Pasal 1 Ayat (12) dan Pasal 26 Ayat (1-3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan dapat ditempuh melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan Informal untuk ABK
Tidak semua ABK cocok bersekolah di jalur pendidikan formal maupun nonformal. Oleh karena itu, kebutuhan mereka akan pendidikan dapat diperoleh melalui jalur pendidikan informal. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat (13) dan Pasal 27 Ayat (1 dan 2) mengatakan bahwa pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi, keluarga dan lingkungan merupakan titik tumpuan.
Berikut adalah beberapa keterampilan yang dapat diajarkan kepada ABK melalui jalur pendidikan informal.
- Keterampilan Bina Diri
Salah satu keterampilan yang sangat penting diajarkan kepada ABK adalah keterampilan bina diri. Secara sederhana keterampilan bina diri dapat diartikan sebagai keterampilan dalam mengurus dan merawat diri sendiri dengan mandiri. Keterampilan ini harus diajarkan kepada ABK sejak dini. Ada beberapa alasan mengapa keterampilan bina diri menjadi keterampilan yang harus diajarkan kepada mereka sejak diri, antara lain: kemampuan belajar secara otodidak pada penyandang autis rendah; keterampilan bina diri sangat memengaruhi komunikasi dan relasi dengan orang lain; keterampilan bina diri sangat memengaruhi eksistensi serta prestasi mereka; dan keterampilan bina diri memengaruhi kesehatan.
Pada banyak ABK, kemampuan belajar secara otodidak sangat terbatas. Hal ini terjadi karena selain mereka memiliki hambatan memahami sesuatu, minat mereka sangat terbatas. Pada anak non ABK, dengan beberapa kali melihat orang menggosok gigi, mereka dapat paham dan bisa menggosok gigi. Dengan beberapa kali menggosok gigi, secara alami mereka menjadi paham bagaimana cara menggosok gigi yang baik dan nyaman. Kemampuan ini tidak selalu ada pada ABK. Oleh karena itu, keterampilan bina diri harus diajarkan pada mereka sejak dini. Alasan lain mengapa keterampilan bina diri harus diajarkan kepada ABK dari dini adalah karena keterampilan bina diri sangat memengaruhi komunikasi dan relasi dengan orang lain. Jika seorang ABK berbau mulut atau berbau badan tidak sedap, maka itu akan membuat orang tidak nyaman berada dekatnya dan enggan berkomunikasi dengannya. Orang akan menghindarinya.
Keterampilan bina diri juga dapat memengaruhi eksistensi dan prestasi orang. Misalnya, jika seseorang tidak mampu makan dan berpakaian dengan baik dan pantas, tentu ia akan mengalami hambatan dalam berkarya dan berprestasi. Pada kondisi yang lebih serius, misalnya jika seorang individu suka melepas pakaian secara tiba-tiba di depan umum, tentu hal ini sangat berbahaya termasuk berbahaya untuk keselamatan mereka. Keterampilan bina diri juga sangat memengaruhi kesehatan, misalnya kesehatan mulut dan gigi; kesehatan kulit, kesehatan reproduksi dan lain-lain.
Keterampilan bina terdiri terdiri dari banyak hal, di antaranya: mandi, makan (pakai tangan, sendok, sendok garpu, sumpit, garpu pisau), minum (dari gelas, cangkir, sedotan), menggosok gigi, keramas, buang air kecil (BAK), buang air besar (BAB), menyisir rambut, menggunting kuku, membersihkan telinga, cuci tangan, cuci muka, cuci kaki, berpakaian (pakaian dalam, baju luar, kaos, kemeja, rok, dan lain-lain), memakai sepatu (bertali, tidak bertali), memakai kaos kaki, membersihkan organ reproduksi, mencocokan/menyesuaikan pakaian, menjaga tubuh sendiri dan menghormati tubuh orang lain dan lain-lain. Pada perempuan, ada keterampilan bina diri khusus, seperti: berdandan dan merias wajah, membersihkan dan merapikan bulu-bulu di ketiak dan organ intim, memakai dan melepas pembalut (termasuk membuang pembalut bekas) dan memakai perhiasan. Pada laki-laki juga ada keterampilan bina diri yang khusus, seperti: bercukur, membersihkan merapikan buku-bulu di ketiak dan alat vital, dan membersihkan alat vital.
- Keterampilan Berkomunikasi
Banyak ABK yang mengalami hambatan dalam berbicara dan berkomunikasi. Ada anak yang tidak memiliki kemampuan berbicara (non-verbal) dan ada anak yang memiliki kemampuan berbicara (verbal). Banyak dari antara mereka yang non-verbal hingga besar, dewasa bahkan seumur hidup. Hal ini terjadi bukan karena mereka mengalami gangguan pendengaran (tuli). Anak yang memiliki kemampuan verbal mampu mengucapkan semua kata dengan sempurna, tetapi ia tidak mampu menggunakan kata-kata tersebut untuk berkomunikasi. Dengan demikian, baik ABK yang memiliki kemampuan berbicara (verbal) maupun ABK yang tidak memiliki kemampuan berbicara (non-verbal) memiliki hambatan dalam berkomunikasi. Berkomunikasi adalah salah satu kebutuhan dasar manusia agar dapat hidup dengan baik. Oleh karena itu, kemampuan berkomunikasi harus dimiliki individu sedari dini.
Kemampuan berkomunikasi pada anak akan mempengaruhi semua aspek dalam hidup anak, antara lain: emosi; perilaku; relasi sosial; proses belajar, berkarya dan berprestasi; rasa percaya diri; kemandirian; serta kesehatan dan keselamatan anak.
- Keterampilan Sosial
Salah satu masalah bagi ABK adalah kesulitan dalam interaksi sosial. Tingkat kesulitannya bisa sangat parah atau relatif ringan. Misalnya: sulit melakukan kontak mata; sulit bertanya dan menjawab pertanyaan dengan benar; sulit menggunakan kata tolong, maaf, permisi dan terima kasih dengan tepat; tidak mampu memahami pikiran, perasaan orang lain; tidak mampu merespons dengan tepat; dan tidak mampu memahami orang lain melalui mengamati nada suara, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh orang tersebut. Hal ini dapat menyebabkan ABK membuat kesalahan sosial yang dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti membuat orang menjadi malu atau merasa tersinggung. Selain itu, ABK juga rentan mengalami perundungan, diejek, dimusuhi, dikucilkan atau mengalami kekerasan. Oleh karena itu, ABK perlu dilatih untuk membangun keterampilan interaksi sosial mulai dari keterampilan dasar (seperti melakukan kontak mata) hingga keterampilan yang kompleks dan halus (seperti menolak atau mengungkapkan cinta kepada seseorang).
- Keterampilan Berperilaku
Ada ABK yang memiliki perilaku yang unik dan khas. Misalnya anak penyandang autis. Ada juga ABK yang memiliki perilaku agresif, seperti memukul, menendang, dan menggigit. Masalah perilaku lainnya adalah hiperaktif; cemas; khawatir; suka berteriak ketika kewalahan atau frustrasi; kabur dari rumah; melukai diri sendiri saat kesal; tidak melihat kepada orang yang sedang berbicara dengannya; senang berjalan mondar-mandir; lompat-lompat dan berlari-lari. Itulah sebabnya ABK perlu diajar dan dilatih untuk berperilaku dengan tepat. Tujuannya adalah agar ABK dapat mengelola perilakunya dengan baik.
- Pendidikan Seks
Pendidikan seks adalah pendidikan terkait seks dan seksualitas yang dilihat dari aspek kesehatan, psikologi, budaya, norma dan hukum. Banyak ABK yang tidak memiliki masalah dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Mereka bertambah besar dan bertambah tinggi dengan normal sehingga pada waktunya mereka pun masuk pada masa pubertas. Masa pubertas adalah masa dimana hormon seksual berkembang dan bekerja dengan baik sehingga libido menjadi aktif. Ini menjadi salah satu alasan mengapa sangat penting memberikan pendidikan seks kepada ABK. Selain itu, mereka rentan menjadi korban kejahatan seksual dan berisiko melakukan perilaku seksual yang tidak sehat.
- Keterampilan Membaca, Menulis, Berhitung (Calistung) dan Pengetahuan Lainnya
Calistung merupakan keterampilan dasar untuk belajar Apabila ABK memiliki keterampilan calistung, maka lebih mudah baginya untuk mempelajari hal-hal lain.
- Keterampilan Lain sesuai Minat atau Potensi Anak
Banyak orang tidak berlatabelakang pendidikan formal tinggi tetapi dapat berkarya, berhasil dalam hidupnya dan mandiri. Ini terjadi karena ia memiliki keterampilan. Itulah sebabnya, ABK harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk belajar. Misalnya: belajar menari, bernyanyi, melukis, bermain musik, memasak, berkebun, beternak, berdagang, disain, dan lain-lain. (SRP)