Oleh: Susi Rio Panjaitan
Manusia adalah makhluk sosial karena secara alami manusia cenderung untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan membentuk hubungan dengan sesama. Ada beberapa alasan yang menyebabkan manusia menjadi makhluk sosial. Pertama: Manusia memiliki kebutuhan fisik, emosional, dan psikologis yang tidak dapat dipenuhi sepenuhnya secara mandiri. Hal ini mendorong manusia untuk mencari dukungan dan bantuan dari orang lain dalam masyarakat. Kedua: Manusia memiliki kebutuhan akan hubungan interpersonal yang bermakna dan dukungan emosional dari orang lain. Hubungan ini memberikan rasa keterhubungan, keamanan, dan kebahagiaan yang penting untuk kesejahteraan mental dan emosional. Ketiga: Identitas individu sering kali dibentuk oleh interaksinya dengan orang lain dalam masyarakat. Manusia membangun pemahaman tentang diri mereka sendiri melalui refleksi atas respons dan tanggapan dari orang lain terhadap perilaku dan karakter mereka. Keempat: Manusia mempelajari norma dan nilai-nilai sosial dari lingkungan sosial mereka. Ini mencakup aturan, norma perilaku, dan harapan yang diinternalisasi dan dijadikan pedoman dalam interaksi sosial. Kelima: Manusia sering bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama, membagi pengetahuan, sumber daya, dan keterampilan. Kolaborasi ini memungkinkan manusia untuk menciptakan kemajuan dalam berbagai bidang, mulai dari ilmu pengetahuan dan teknologi hingga keberhasilan ekonomi dan politik.
Secara alami, manusia terhubung dengan lingkungan sosial mereka dan mendapat manfaat dari interaksi dan keterlibatannya dalam masyarakat. Hal ini membuat manusia menjadi makhluk sosial yang kompleks dan beragam dalam bentuk interaksi, organisasi, dan struktur sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia perlu menguasai berbagai keterampilan agar dapat berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain secara efektif. Misalnya: mampu berkomunikasi dengan jelas, baik secara lisan maupun tulisan, termasuk kemampuan mendengarkan dengan baik, menyampaikan ide-ide dengan jelas, dan memahami komunikasi non-verbal; mampu berempati, yakni kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan dan pengalaman orang lain merupakan aspek penting dalam hubungan sosial; memiliki keterampilan interpersonal, yakni keterampilan berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain; keterampilan pemecahan masalah, dimana individu mampu mengidentifikasi masalah, mengumpulkan informasi, mengembangkan solusi, dan mengimplementasikannya dalam konteks sosial; memiliki keterampilan kolaborasi, yakni kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain dalam mencapai tujuan bersama, yang mencakup kemampuan mendengarkan ide orang lain, berkontribusi secara produktif dalam tim, dan menghargai kontribusi setiap anggota tim; dan keterampilan adaptif.
Keterampilan adaptif merujuk pada kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan perubahan, beradaptasi dengan orang baru atau situasi baru, dan tetap fleksibel dalam menghadapi tantangan. Ini mencakup penyesuaian perilaku, struktur fisik, atau proses internal untuk mengoptimalkan kinerja dalam konteks yang berubah. Selain berguna untuk bersosialisasi, kemampuan adaptif yang baik perlu dikuasai oleh individu karena: Pertama: Kemampuan adaptif yang baik membuat individu dapat menghadapi situasi yang baru atau berubah dengan lebih mudah karena mereka dapat menyesuaikan rencana, strategi, atau taktik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi baru. Kedua: Dalam dunia yang terus berubah, individu yang tidak dapat beradaptasi akan kesulitan bertahan atau bahkan mengalami kesulitan yang lebih besar dalam mencapai tujuan mereka. Ketiga: Kemampuan adaptif yang baik memungkinkan individu untuk terus bertumbuh dan berkembang, baik secara pribadi maupun profesional, karena mereka dapat menyesuaikan diri dengan perubahan di lingkungan kerja, teknologi baru, atau tren pasar, yang memungkinkan mereka untuk tetap relevan dan efektif. Keempat: Individu dengan kemampuan adaptif yang baik cenderung memiliki tingkat resiliensi mental yang lebih tinggi, dimana mereka mampu menghadapi tantangan atau kegagalan dengan lebih baik, belajar dari pengalaman, dan terus maju. Keempat: Individu dengan kemampuan adaptif yang baik cenderung lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan inovasi.
Secara keseluruhan, kemampuan adaptif yang baik adalah kualitas yang sangat berharga karena memungkinkan individu untuk berfungsi secara efektif dalam lingkungan yang dinamis dan berubah-ubah. Kemampuan adaptif individu biasanya akan berkembang sesuai dengan usia dan fase perkembangnya. Akan tetapi, ada juga kelompok individu yang menghadapi tantangan berarti dalam mengembangkan kemampuan adaptif. Salah satunya adalah anak penyandang autis.
Berbeda dengan anak lain, anak penyandang autis memiliki keunikan adaptif. Hal ini muncul karena beberapa hal. Pertama: Perbedaan sensorik. Anak penyandang autis sering kali memiliki sensitivitas sensorik yang tinggi atau rendah terhadap stimulus lingkungan seperti suara, cahaya, atau sentuhan. Oleh karena itu, dalam membangun kemampuan adaptif pada anak penyandang autis dibutuhkan strategi tertentu. Misalnya strategi dalam mengelola atau mengatasi reaksi yang berlebihan terhadap stimulus sensorik tertentu. Kedua: Hambatan komunikasi. Pada umumnya, anak penyandang autis mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, baik secara verbal atau non-verbal. Kemampuan adaptif pada anak penyandang autis dapat dibangun dengan cara mengembangkan keterampilan komunikasi alternatif atau bantuan teknologi pada anak, serta melatih anak untuk memahami dan merespons ekspresi komunikasi dari orang lain. Ketiga: Hambatan dalam interaksi sosial. Anak penyandang autis mengalami kesulitan dalam memahami dan berpartisipasi dalam interaksi sosial yang kompleks. Oleh karena itu, mereka perlu mempelajari keterampilan sosial dasar, seperti memahami ekspresi wajah, membaca emosi orang lain, dan memahami aturan sosial. Keempat: Masalah rutinitas dan fleksibilitas. Banyak anak penyandang autis yang terikat pada rutinitas. Hal ini membuat mereka merasa aman. Oleh karena itu, anak perlu pengembangan fleksibilitas dalam menghadapi perubahan rutinitas atau situasi yang tidak terduga. Kelima: Masalah dalam pengelolaan emosi. Ada anak penyandang autis yang mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi, mengekspresikan, dan mengelola emosi. Mereka perlu dilatih untuk mengembangkan strategi mengatasi stres atau kecemasan. Selaitu itu, anak juga perlu dilatih untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah ketika menghadapi situasi yang sulit atau menantang.
Keunikan adaptif pada anak penyandang autis mencerminkan kompleksitas dan keragaman spektrum autisme. Keunikan adaptif pada anak penyandang autis memiliki hubungan yang erat dengan kemandirian mereka. Kemampuan adaptif dalam hal keterampilan sosial dan komunikasi sangat penting untuk mengembangkan kemandirian. Anak penyandang autis yang memiliki kemampuan adaptif yang baik dalam hal ini akan mampu berinteraksi dengan orang lain, meminta bantuan, dan mengungkapkan kebutuhan mereka secara efektif. Dalam hal fleksibilitas dan toleransi terhadap perubahan, kemampuan adaptif akan membantu anak menghadapi situasi baru atau tak terduga dengan lebih mandiri. Mereka akan mampu mengatasi kecemasan atau ketidaknyamanan yang timbul akibat perubahan dalam rutinitas atau lingkungan. Kemampuan adaptif dalam hal pengelolaan emosi merupakan faktor penting dalam mengembangkan kemandirian. Anak penyandang autis yang dapat mengidentifikasi dan mengelola emosi dengan baik akan mampu menjaga keseimbangan mental dan mengatasi tantangan dengan lebih mandiri. Di samping itu, kemampuan adaptif dalam kemandirian dalam aktivitas sehari-hari, seperti makan, berpakaian, atau membersihkan diri, membuat anak dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih mandiri. Mereka akan mampu menyelesaikan tugas-tugas tersebut tanpa perlu bergantung pada bantuan orang lain.
Jadi, kemampuan adaptasi pada anak penyandang autis sangat mempengaruhi tingkat kemandirian mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Itulah sebabnya, keunikan adaptif pada anak penyandang autis perlu dibangun. Membangun keunikan adaptif pada anak penyandang autis adalah langkah penting guna membantu mereka mencapai kemandirian. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun keunikan adaptif pada anak penyandang autis , guna mengembangkan kemandiriannya.
Menggunakan Pendekatan Individualis
Setiap anak penyandang autis memiliki keunikan dan kebutuhan yang berbeda. Mengadopsi pendekatan individualis adaalah penting dalam membantu mereka mengembangkan kemampuan adaptif. Hal ini melibatkan pemahaman yang mendalam tentang minat, kekuatan, dan kesulitan anak, serta mengadaptasi pendekatan dan strategi intervensi yang sesuai dengan kebutuhan individualnya.
Memberikan Dukungan yang Terstruktur dan Konsisten
Memberikan dukungan yang terstruktur dan konsisten adalah kunci dalam membantu anak penyandang autis mengembangkan kemampuan adaptif. Misalnya: membuat jadwal kegiatan rutin yang konsisten, memberikan arahan yang jelas, dan menyediakan lingkungan yang terorganisir dan terstruktur.
Menggunakan Intervensi Berbasis Bukti
Untuk membantu anak penyandang autis dalam membangun keunikan adaptifnya, perlu menggunakan intervensi yang didasarkan pada bukti dan terbukti efektif dalam membantu anak penyandang autis. Misalnya: terapi perilaku terapan (Applied Behavior Analysis/ABA), terapi wicara dan bahasa, terapi komuniasi, terapi sensoris integratif, terapi okupasi, terapi bermain, terapi musik, dan pelatihan keterampilan sosial.
Mendorong Minat Khusus Anak
Mendorong dan memanfaatkan minat khusus anak penyandang autis dapat menjadi sumber motivasi dan kekuatan bagi anak dalam membangun kemampuan adaptif. Memberi mereka kesempatan untuk mengeksplorasi minat dan mengintegrasikannya ke dalam kegiatan sehari-hari dapat meningkatkan kemandirian mereka.
Melibatkan Keluarga dan Lingkungan
Melibatkan keluarga, guru, teman sebaya, pengasuh, dan lingkungan sekitar dalam mendukung anak penyandang autis sangat penting. Kolaborasi antara berbagai pihak dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dan memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kemampuan adaptif dan kemandirian.
Memberikan Dukungan yang Holistik Dukungan yang holisitik, seperti berbagai terapi yang dibutuhkan dan pendidikan khusus dapat membantu anak mengatasi tantangan dan mengembangkan kemampuan adaptif yang diperlukan guna mencapai kemandirian.
Dengan pendekatan yang holistik, terstruktur, dan didasarkan pada kebutuhan individual anak, anak-anak penyandang autis dapat dibantu untuk mengembangkan keunikan adaptif mereka dan mencapai tingkat kemandirian yang lebih tinggi dalam kehidupan sehari-hari serta meraih keberhasilan. (SRP)
What strategies can be implemented to foster adaptive uniqueness in children with autism to help them achieve independence?