Oleh: Susi Rio Panjaitan
Anak autis adalah anak yang terlahir dengan cara berpikir, merasa, dan berinteraksi yang berbeda dari kebanyakan orang. Mereka berkomunikasi dengan cara unik. Ada yang sulit bicara, ada juga yang bisa bicara dengan lancar tetapi berbeda caranya. Anak autis juga menyukai rutinitas dan merasa nyaman jika segala sesuatu teratur. Pada umumnya, anak autis memiliki minat khusus yang sangat mendalam, misalnya pada angka, musik, atau benda tertentu. Kadang mereka lebih sensitif terhadap suara, cahaya, sentuhan, atau justru kurang peka dibanding anak lain. Hal penting yang harus dipahami adalah bahwa anak autis bukan berarti “anak yang kurang”, melainkan memiliki cara pandang dunia yang istimewa. Mereka juga mempunyai perasaan, harapan, dan mimpi, sama seperti anak-anak lain. Yang mereka butuhkan adalah dukungan, kesabaran, dan penerimaan agar dapat berkembang dengan optimal sesuai potensinya.
Anak autis sering terlihat diam, tidak perduli dengan sekitar, tidak banyak bicara, dan sulit mengekspresikan diri dengan cara yang umum. Dari luar, mereka tampak seolah-olah menutup diri. Namun, diam bukan berarti kosong. Justru, di dalam diri mereka ada banyak perasaan, pikiran, imajinasi, kebutuhan, dan cara pandang yang unik. Dunia batin anak autis seringkali kaya dan kompleks. Hanya saja, mereka memiliki cara yang berbeda dalam berkomunikasi. Tidak selalu lewat kata-kata, bisa lewat gerakan, ekspresi, minat khusus, atau perilaku tertentu. Oleh karena itu, orang tua, keluarga, guru, maupun masyarakat perlu belajar bagaimana memahami cara anak autis berkomunikasi serta tidak memaksakan standar yang dianggap normal saja.
Anak autis juga ingin memahami dunia. Bedanya, mereka memiliki cara belajar, cara merasakan, dan cara berinteraksi yang tidak sama dengan kebanyakan anak. Pada umumnya anak autis memahami dunia melalui hal-hal konkret, misalnya gambar, benda, atau rutinitas yang berulang. Ada yang sangat detail dan senang memerhatikan hal-hal kecil yang sering dilewatkan oleh orang lain. Ada juga yang butuh waktu lebih lama untuk mengerti aturan sosial atau bahasa sehari-hari. Kadang mereka belajar lewat minat khususnya. Misalnya, kalau suka kereta api, mereka bisa belajar berhitung, membaca, bahkan mengenal peta dari minat itu. Jadi, meskipun terlihat berbeda, anak autis tetap ingin tahu, belajar, dan memahami dunia. Hanya saja, mereka memerlukan cara dan dukungan yang sesuai sehingga dapat menghubungkan dunia dalam dirinya dengan dunia di sekitarnya.
Cara anak autis memandang dan merasakan dunia juga berbeda dari kebanyakan anak lainnya. Bagi mereka, dunia terasa terlalu bising, cepat, penuh aturan sosial yang rumit, dan sulit diprediksi. Kadang mereka kesulitan memahami bahasa, aturan sosial, atau isyarat nonverbal (misalnya ekspresi wajah orang lain). Selain itu, bagi mereka dunia luar terasa membingungkan atau bahkan menakutkan. Misalnya: suara ramai, cahaya terang, atau perubahan mendadak dapat membuat mereka merasa tidak nyaman atau terganggu. Itulah sebabnya, anak autis perlu dibantu agar dapat memahami dunia. Ada beberapa strategi yang perlu dilakukan guna membantu mereka memahami dunia, antara lain sebagai berikut:
Menyediakan Lingkungan yang Kondusif
Setiap anak unik, istimewa, memiliki potensi dan istimewa, termasuk anak-anak yang menyandang autistik. Sama halnya dengan anak lain yang tidak autis, anak autis perlu ditolong untuk memahami dunia, terutama dunia di sekitarnya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang kondusif artinya keluarga, terutama orang tua yang benar-benar mengasihi anak autis tanpa mempersoalan kondisi mereka atau membanding-bandingkan mereka dengan anak lain, termasuk saudara-saudara kandung mereka. Di rumah atau keluarga yang kondusif keunikan anak autis diterima. Mereka tidak dipaksa menjadi “normal”, “sembuh”, atau menjadi sama persis dengan anak lain. Dengan cinta kasih, penerimaan secara utuh, kesabaran dan dukungan emosional, anak autis akan merasa aman dan nyaman untuk belajar, termasuk mempelajari dunia.
Lingkungan yang kondusif bagi anak autis juga termasuk lingkungan fisik yang teratur dan tenang. Mereka membutuhkan ruangan yang rapi, tidak berantakan, dan tidak terlalu banyak rangsangan visual atau warna. Suara keras atau mendadak (misalnya: musik kencang, teriakan, suara TV berlebihan) perlu dikurangi karena ini dapat membuat mereka tidak nyaman. Di rumah dan sekolah perlu juga disediakan sudut tenang (safe corner) yang berfungsi sebagai tempat untuk menenangkan diri. Ini dapat membantu anak autis memahami bahwa dunia tidak selalu kacau, tetapi dapat diprediksi dan aman.
Selain itu, lingkungan yang kondusif bagi anak autis juga berarti lingkungan sosial yang mendukung. Orang tua, guru, dan teman perlu diajar untuk bersabar menghadapi mereka, menggunakan bahasa sederhana ketika berkomunikasi dengan anak autis, dan tidak memaksa interaksi yang berlebihan. Teman sebaya mereka perlu diajar untuk memahami keunikan pada anak autis. Dengan demikian, dunia sosial menjadi lebih ramah terhadap anak autis. Mereka juga menjadi dapat memahami bahwa dunia sosial bukan ancaman, tetapi dapat dipelajari sedikit demi sedikit.
Menggunakan Pendekatan yang Sesuai
Pendekatan yang sesuai sangat menentukan dalam membantu anak autis memahami dunia. Karena setiap anak autis unik, pendekatan yang dipakai sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan, gaya belajar, serta tantangan pada masing-masing anak. Setiap anak memiliki kemampuan, minat, dan kesulitan yang berbeda. Dengan asesmen awal yang dilakukan oleh psikolog, terapis, dan guru, pendekatan dapat dibuat secara personal atau individual (individualized approach). Dengan demikian, anak autis tidak merasa bahwa dunia ini terlalu menakutkan, karena cara belajarnya disesuaikan dengan dirinya. Banyak anak autis dapat belajar dengan efektif dengan menggunakan gambar, simbol, atau benda nyata. Misalnya: visual schedule, kartu emosi, atau cerita sosial bergambar. Ini dapat membantu mereka mendengar dan melihat alur dunia nyata.
Pada umumnya anak autis membutuhkan pendekatan struktural dan terapi perilaku. ABA (Applied Behavior Analysis) dapat digunakan untuk melatih keterampilan anak dengan menggunakan langkah-langkah yang kecil, konsisten, dan penguatan positif. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children) menekankan pada struktur, rutinitas, dan penggunaan alat bantu visual. Dengan TEACCH, dunia yang kompleks dibagi menjadi langkah-langkah sederhana sehingga lebih mudah dipahami oleh anak autis.
Jika anak sulit bicara, orang tua, anggota keluarga, guru bahkan teman-teman anak dapat menggunakan pendekatan komunikasi alternatif yang dikenal dengan istilah AAC (Augmentative and Alternative Communication). Ini dapat dilakukan dengan menggunakan PECS (Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat yang sederhana, gambar, tulisan, atau aplikasi komunikasi. Dengan begitu, anak akan merasa bahwa dunia dapat dipahami dan ia juga bisa berinteraksi dengan dunia.
Banyak anak autis yang mengalami hambatan dalam sosio-emosional. Itulah sebabnya mereka memerlukan pendekatan sosio-emosional, seperti: social stories, role play, dan social skills training. Dengan menggunakan social stories pada anak dapat dijelaskan tentang situasi sosial. Misalnya: bagaimana antri di kantin atau apa yang harus dilakukan saat marah. Role play dengan boneka atau teman sebaya dapat membantu anak memahami aturan sosial yang sering membingungkan bagi mereka.
Pendekatan yang berbasis pada minat anak juga efektif digunakan untuk menolong anak autis dalam memahami dunia. Jika anak suka dinosaurus, maka dinosaurus dapat digunakan untuk mengajarkan berhitung, membaca, atau aturan sosial. Dengan demikian, dunia jadi terasa menarik dan tidak menakutkan. Anak autis juga sering kesulitan dalam memroses suara, cahaya, atau sentuhan. Oleh karena itu, perlu digunakan pendekatan sensorik (sensory integration therapy). Terapi sensorik (seperti: ayunan, bola besar, permainan sentuhan) dapat membantu anak mengenal dunia dengan cara yang nyaman. Dengan pendekatan ini, bagi anak autis dunia jadi terasa lebih ramah secara indrawi.
Orang tua, keluarga dan guru perlu terlibat aktif dalam proses. Hal ini untuk memastikan bahwa anak mendapatkan dukungan yang konsisten tidak hanya di ruang terapi, tetapi juga di rumah dan sekolah. Dengan demikian, dunia terasa stabil bagi anak karena semua orang di sekitar mereka mengerti dan mendukung mereka.
Anak autis memang memerlukan bantuan dari orang tua, keluarga, guru, terapis, teman-temannya dan bahkan masyarakat luas. Akan tetapi, bukan karena mereka lemah, melainkan karena kita semua hidup dalam dunia yang memiliki aturan yang kompleks, dan mereka membutuhkan orang tua, keluarga, teman, terapis dan guru yang mau menolong mereka, supaya aturan itu dapat mereka pahami dengan cara yang mereka mengerti. (SRP)