MEMAHAMI DAN MENGATASI PERILAKU MENCURI PADA ANAK

Share

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Perilaku anak mencakup berbagai tindakan, respons, dan interaksi yang ditampilkan oleh anak dalam berbagai situasi. Perilaku anak dipengaruhi oleh faktor perkembangan anak, baik dalam aspek perkembangan fisik, emosional, sosial, dan kognitif. Selain itu, pengalaman, lingkungan, dan pengaruh orang dewasa di sekitar anak juga mempengaruhi perilaku anak. Perilaku anak akan berdampak kepada dirinya sendiri dan orang lain.  Berdasarkan standar atau norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat, perilaku dikelompokkan dalam dua bentuk, yakni perilaku positif dan negatif. Perilaku positif adalah tindakan atau respons yang dianggap baik, bermanfaat, dan membangun dalam konteks sosial, emosional, atau kognitif. Perilaku positif mencerminkan sikap, tindakan, atau interaksi yang menghasilkan dampak positif pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan di sekitarnya. Perilaku positif  anak dapat membantu menciptakan lingkungan yang kondusif, memperkuat hubungan interpersonal, dan meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Perilaku negatif adalah tindakan atau respons yang dianggap tidak pantas, merugikan diri sendiri atau orang lain, atau merugikan dalam konteks sosial, emosional, atau kognitif. Perilaku negatif anak mencerminkan sikap, tindakan, atau interaksi yang menghasilkan dampak negatif pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan di sekitar anak. Perilaku negatif pada anak akan mengganggu hubungan interpersonal anak, merugikan kesejahteraan pribadinya, dan menciptakan ketegangan atau konflik dalam lingkungan sosial.

Salah satu bentuk perilaku negatif adalah mencuri. Mencuri adalah tindakan mengambil sesuatu yang bukan milik kita tanpa izin atau persetujuan dari pemiliknya. Ini termasuk mengambil barang-barang dari toko, rumah, atau tempat lain tanpa membayar atau tanpa seizin pemiliknya. Mencuri merupakan tindakan melanggar hukum dan etika, serta merugikan orang yang menjadi korban pencurian.  Perilaku mencuri pada anak tidak boleh ditoleransi karena memiliki dampak yang merugikan, baik bagi anak itu sendiri maupun bagi orang lain. Mencuri adalah tindakan yang melanggar hukum dan etika dalam masyarakat. Dengan menerima atau mengizinkan perilaku mencuri pada anak, kita secara tidak langsung mengajarkan kepada mereka bahwa tindakan melanggar hukum dapat diterima atau diabaikan. Perilaku mencuri dapat merusak hubungan interpersonal, baik dengan teman sebaya, anggota keluarga, atau orang lain. Hal ini dapat mengganggu kepercayaan dan menimbulkan konflik yang merugikan. Dengan mentoleransi perilaku mencuri, kita mengajarkan kepada anak bahwa nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab tidak penting. Hal ini dapat menghasilkan sikap yang tidak bertanggung jawab dan tidak etis pada anak. Mencuri adalah tindakan yang merugikan dan tidak pantas. Jika perilaku ini ditoleransi atau tidak ditindaklanjuti dengan konsekuensi yang sesuai, anak akan cenderung mengulangi perilaku tersebut, atau bahkan memperluas perilakunya ke tindakan lain yang melanggar hukum atau etika. Perilaku mencuri pada anak bisa menjadi gejala dari masalah yang lebih dalam, seperti masalah emosional, psikologis, atau hubungan. Dengan tidak mengatasi perilaku ini secara tepat, maka masalah yang mendasarinya tidak akan terungkap dan tidak dapat  diatasi.

Meskipun perilaku mencuri pada anak tidak dapat ditolerir, adalah penting untuk memahami faktor-faktor yang dapat menyebabkan perilaku mencuri pada anak. Perilaku mencuri pada anak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks, baik dari lingkungan sosial, keluarga, maupun faktor internal anak itu sendiri. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan perilaku mencuri pada anak.

Kurang Perhatian atau Pengawasan

Anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari orangtua atau pengasuhnya, atau yang tidak diawasi dengan baik, mungkin cenderung mencari perhatian atau kepuasan emosional melalui perilaku negatif seperti mencuri. Kurangnya perhatian dan pengawasan terhadap anak dapat menjadi faktor yang signifikan dalam menyebabkan perilaku mencuri. Ketika anak tidak mendapatkan perhatian atau bimbingan yang cukup dari orangtua, mereka mungkin tidak memperoleh pemahaman yang memadai tentang nilai-nilai moral atau etika. Kurangnya pemahaman ini dapat membuat mereka kurang sensitif terhadap konsekuensi negatif dari perilaku mencuri. Anak yang tidak mendapatkan perhatian atau kasih sayang dari orangtua, mungkin akan mencari cara untuk memperoleh perhatian atau kepuasan emosional. Perilaku mencuri dapat mereka jadikan sebagai cara untuk menarik perhatian atau mengisi kekosongan emosional yang dirasakan.

Anak yang tidak diperhatikan atau tidak diawasi dengan baik oleh orangtua dapat merasa bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka. Mereka mungkin berpikir bahwa mereka dapat mencuri tanpa ditangkap atau mendapat konsekuensi. Kurangnya pengawasan yang memadai tentang aktivitas anak memberikan kesempatan bagi anak untuk melakukan perilaku mencuri tanpa ketahuan. Tanpa pengawasan yang cukup, anak akan lebih bebas untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan atau etika. Kurangnya perhatian dan pengawasan yang memadai juga dapat membuat anak rentan terhadap pengaruh model perilaku negatif di lingkungannya, seperti teman sebaya yang terlibat dalam perilaku mencuri. Tanpa bimbingan yang tepat, anak akan meniru atau terpengaruh oleh perilaku negatif dari orang lain. Ketika tidak ada komunikasi yang efektif antara orangtua dan anak, anak mungkin tidak memahami dengan jelas nilai-nilai moral atau konsekuensi dari mencuri. Hal ini dapat membuat mereka kurang peduli atau tidak memahami dampak negatif dari tindakan mereka.

Model Perilaku Negatif

Anak dapat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya, termasuk teman sebaya atau anggota keluarga, yang terlibat dalam perilaku mencuri atau perilaku negatif lainnya. Mereka mungkin meniru atau terinspirasi oleh perilaku tersebut. Anak-anak cenderung meniru perilaku yang mereka lihat dari orang dewasa atau teman sebaya yang ada di sekitar mereka. Jika mereka melihat orang lain, seperti anggota keluarga atau teman sebaya, terlibat dalam perilaku mencuri, anak mungkin percaya bahwa tindakan itu diterima atau bahkan dianggap normal. Jika anak terus-menerus terpapar pada model perilaku mencuri, mereka akan mengembangkan pemahaman yang salah tentang nilai-nilai moral dan etika. Mereka akan percaya bahwa mencuri adalah cara yang efektif untuk memperoleh barang-barang yang diinginkan tanpa memperhitungkan konsekuensi negatifnya. Jika anak-anak terus-menerus melihat perilaku mencuri di lingkungan mereka tanpa konsekuensi yang jelas atau penegakan aturan, mereka akan menganggap bahwa mencuri adalah perilaku yang biasa dan dapat diterima. Hal ini dapat membuat anak merasa nyaman mencuri.

Masalah Keuangan pada Keluarga

Anak dari keluarga dengan masalah keuangan atau ekonomi, mungkin merasa tertekan atau tidak puas dengan keadaan mereka dan mencari cara untuk memperoleh barang-barang yang mereka anggap penting melalui mencuri. Ketika keluarga mengalami kesulitan keuangan, kebutuhan tidak terpenuhi dengan baik. Kondisi ini dapat membuat anak tergoda untuk mencuri barang-barang yang mereka butuhkan. Selin itu, ada kemungkinan anak mencuri karena ingin membantu mengatasi masalah keuangan keluarga.

Masalah Psikologis

Anak yang mengalami masalah emosional, seperti depresi, kecemasan, atau rendah diri, mungkin akan menggunakan perilaku mencuri sebagai mekanisme untuk mengatasi atau melarikan diri dari masalah yang mereka hadapi. Ada anak yang mencuri karena ingin mendapatkan barang-barang yang mereka inginkan yang menurut mereka dapat memberikan kebahagiaan atau kepuasan. Anak-anak  yang rendah diri mungkin mencari cara untuk merasa lebih berharga atau dihormati oleh teman sebaya. Mencuri barang-barang yang dianggap berharga atau populer dapat mereka jadikan cara untuk meningkatkan citra diri atau mendapatkan perhatian. Anak yang mengalami stres yang signifikan atau perubahan dalam kehidupan mereka, seperti perceraian orangtua, perpindahan rumah, atau masalah dalam hubungan sosial, mungkin mencari cara untuk mengatasi atau menanggapi perubahan tersebut. Mencuri bisa menjadi salah satu cara untuk mengatasi stres atau perubahan yang mereka alami. Anak dengan gangguan perilaku atau gangguan mental, seperti gangguan bipolar atau gangguan kepribadian antisosial, mungkin memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk terlibat dalam perilaku negatif seperti mencuri.

Kurangnya Keterampilan Sosial

Kurangnya keterampilan sosial pada anak dapat menjadi faktor yang menyebabkan perilaku mencuri. Anak yang kurang memiliki keterampilan sosial mungkin mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain secara positif. Mereka mungkin merasa terisolasi atau tidak termasuk dalam kelompok sosial tertentu. Mencuri bisa mereka pilih sebagai cara untuk mendapatkan perhatian atau penerimaan dari orang lain. Anak-anak yang kurang memiliki keterampilan dalam menyelesaikan konflik dengan baik berpotensi menggunakan cara-cara yang tidak sehat untuk mengatasi konflik yang muncul dalam hubungan sosial mereka. Mencuri bisa menjadi cara untuk menyelesaikan konflik atau membalas dendam terhadap orang lain. Anak-anak yang kurang memiliki keterampilan sosial mungkin kesulitan dalam menyampaikan kebutuhan, keinginan, atau perasaan mereka secara tepat dan efektif kepada orang lain. Mencuri bisa menjadi cara untuk mendapatkan barang-barang yang mereka inginkan tanpa harus mengungkapkan keinginan mereka secara langsung.

Tekanan dari Teman Sebaya

Tekanan dari teman sebaya dapat menjadi faktor yang menyebabkan anak berperilaku mencuri. Ada anak yang tertekan dalam menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya. Jika temannya terlibat dalam perilaku mencuri, anak mungkin merasa perlu untuk ikut serta agar tidak diasingkan atau dianggap aneh oleh kelompok. Ada juga anak yang sulit menolak tekanan dari teman sebaya, terutama jika ia menganggap bahwa teman-temannya itu sebagai sumber dukungan atau persahabatan. Anak tidak bisa menolak permintaan teman-temannya untuk terlibat dalam perilaku mencuri.  Anak takut kehilangan persahabatan atau dukungan dari teman sebaya jika ia menolak untuk ikut serta dalam perilaku mencuri. Anak juga mungkin khawatir bahwa jika ia menolak, maka ia akan dianggap aneh atau ditolak masuk dalam kelompok tersebut. Banyak anak yang menganggap bahwa penerimaan dari teman sebayanya sebagai bagian dari proses identitas dan perkembangan pribadi mereka. Jika anak percaya bahwa mencuri akan membuat ia diterima atau dihormati oleh teman-temannya, maka ia terdorong untuk mencuri.

Dipaksa oleh Orang Dewasa

Dipaksa oleh orang dewasa untuk berperilaku mencuri merupakan situasi yang sangat serius dan berpotensi merusak perkembangan anak. Anak-anak umumnya cenderung patuh terhadap otoritas orang dewasa, terutama jika orang tersebut adalah figur yang mereka hormati atau takuti, seperti anggota keluarga atau tokoh otoritas di lingkungan mereka. Jika anak dipaksa atau diancam oleh orang dewasa untuk mencuri, maka ia akan melakukannya karena takut.

Pengaruh Buruk Internet dan Media Sosial

Pengaruh buruk dari internet dan media sosial dapat memicu anak mencuri, misalnya konten yang mempromosikan gaya hidup mewah. Karena ingin sesuai dengan standar yang dipromosikan di media sosial, padahal kondisi keuangan keluarga tidak memungkinkan anak bergaya hidup demikian, maka anak mencuri. Selain itu, anak berpotensi melihat atau membaca tentang kasus-kasus pencurian yang berhasil dilakukan oleh orang lain. Ini membuat anak tergoda untuk meniru perilaku tersebut. Ada permainan atau aplikasi online yang mungkin memfasilitasi atau mempromosikan perilaku mencuri sebagai bagian dari permainan atau fitur-fitur yang disediakan. Anak-anak yang terlibat dalam permainan atau aplikasi semacam itu mungkin terbiasa dengan ide pencurian dan merasa bahwa itu adalah tindakan yang dapat diterima.

Kurangnya Pendidikan Moral atau Etika

Anak yang tidak diberikan pemahaman yang memadai tentang nilai-nilai moral, etika, atau konsekuensi dari perilaku mencuri mungkin tidak menyadari dampak negatif dari tindakan mereka. Akibatnya, mereka tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang nilai-nilai moral atau prinsip etika yang membentuk dasar perilaku yang benar. Mereka tidak menyadari bahwa mencuri adalah tindakan yang melanggar nilai-nilai masyarakat atau norma sosial yang berlaku. Mereka juga tidak memahami dampak negatifnya, baik secara moral maupun hukum. Pendidikan moral yang kurang juga dapat mengakibatkan kurangnya pengembangan empati atau kecerdasan emosional pada anak. Anak menjadi tidak mampu memahami atau mempertimbangkan perasaan atau perspektif orang lain, sehingga merasa bahwa mencuri tidak akan menyebabkan kerugian atau penderitaan bagi orang lain.

Kurangnya Keterampilan Mengelola Diri

Kurangnya keterampilan mengelola diri dapat menjadi faktor yang menyebabkan anak mencuri. Mereka sulit menahan diri dari hasrat atau impuls untuk mencuri ketika terpapar pada kesempatan atau godaan untuk melakukannya. Mereka cenderung bertindak secara impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan mereka. Keterampilan mengelola diri juga mencakup kemampuan untuk mengatasi konflik atau masalah dengan cara yang efektif dan konstruktif. Mereka mungkin merasa terpojok atau tidak mampu menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi tantangan atau kesulitan yang mereka hadapi, sehingga terdorong untuk mencuri sebagai cara mudah untuk memperoleh apa yang diinginkan. Mereka juga rentan terhadap reaksi yang berlebihan atau impulsif terhadap situasi tertentu. Mencuri sangat mungkin dilakukan sebagai respons terhadap emosi negatif seperti marah, frustrasi, atau kecemburuan, tanpa memikirkan konsekuensi atau dampak dari tindakan mereka. Selain itu, mereka juga cenderung mencari gratifikasi instan atau kepuasan segera. Oleh karena itu, mereka mencuri guna memenuhi kebutuhan atau keinginan secara cepat tanpa memikirkan konsekuensi dari tindakan tersebut.

Apabila terbukti anak melakukan pencurian, maka anak perlu dibantu secara positif dan konstruktif dalam mengatasi masalah tersebut. Dalam hal ini, perlu digunakan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil.

Ciptakan Lingkungan yang Aman

Perilaku mencuri yang dilakukan anak memang adalah hal yang salah dan tidak dapat ditoleransi. Akan tetapi, menciptakan lingkungan yang aman bagi anak adalah keharusan. Lingkungan yang aman bagi anak adalah lingkungan di mana anak tidak terlalu ditekan, dihakimi, apalagi dihukum secara brutal. Lingkungan yang aman dapat membuat anak merasa dipahami, diampuni, dan diterima. Ini sangat baik untuk mendorong anak berkata jujur, bertanggung jawab, dan tidak mengulangi lagi perilaku tersebut. Dengan menciptakan lingkungan yang aman kita dapat membantu anak mengatasi perilaku mencuri dan memandu mereka menuju perilaku yang lebih positif.

Menciptakan Komunikasi Terbuka

Menciptakan komunikasi terbuka adalah langkah penting dalam membantu anak yang berperilaku mencuri karena memungkinkan anak untuk merasa didengar, dipahami, dan didukung. Tunjukkan kepada anak bahwa kita tersedia berbicara dengannya kapan pun ia membutuhkannya. Ketika anak berbicara, berikan perhatian penuh dan dengarkan dengan teliti. Dengarkan dengan tidak hanya mendengar kata-kata anak, tetapi juga memperhatikan ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan emosi yang mungkin tersembunyi di balik kata-katanya. Beri anak kesempatan untuk menyampaikan pendapat, perasaan, dan pandangannya tanpa dihakimi. Gunakan pertanyaan terbuka yang mendorong anak untuk berbicara lebih banyak. Berbicaralah dengan jujur dan terbuka kepada anak. Saat berbicara dengan anak tentang perilaku mencuri, berikan umpan balik yang konstruktif. Fokuskan pada perilaku yang tidak dapat diterima dan bukan pada karakter anak. Jelaskan konsekuensi dari perilaku tersebut secara jelas.

Identifikasi Faktor yang Menyebabkan Anak Mencuri

Mengidentifikasi faktor yang menyebabkan anak mencuri adalah langkah kunci dalam membantu anak mengatasi perilaku tersebut. Dengan mengidentifikasi faktor penyebab yang mendasari perilaku mencuri anak, dapat diambil langkah-langkah yang tepat untuk membantu anak  mengatasi masalah tersebut. Setelah faktor-faktor ini teridentifikasi, dapat dikembangkan  strategi yang sesuai untuk membimbing anak pada perilaku yang positif dan sehat.

Fokus pada Solusi

Fokus pada solusi adalah langkah penting dalam membantu anak yang berperilaku mencuri, karena hal ini membantu anak mengubah perilaku negatif menjadi perilaku positif. Dengan fokus pada solusi, orangtua dapat membantu anak untuk melihat masa depan yang positif dan memberikan anak dukungan yang diperlukan guna mengubah perilaku mencuri menjadi perilaku yang lebih baik dan lebih produktif.

Bimbing Anak untuk Menyadari bahwa Perilaku Mencuri adalah Perilaku yang Tidak Baik dan Melanggar Hukum

Dengan membimbing anak untuk menyadari konsekuensi dari perilaku mencuri, orangtua membantu anak memahami pentingnya berperilaku secara etis dan bertanggung jawab. Ini adalah langkah penting dalam membentuk moralitas dan karakter anak yang kuat serta membantu anak bertumbuh menjadi individu yang berkontribusi secara positif dalam masyarakat.

Bimbing Anak untuk mau Mengakui Perilakunya dan Bertanggung Jawab

Membantu anak untuk mau mengakui perilaku mencuri yang mereka lakukan dan mau bertanggung jawab atas perilaku tersebut merupakan langkah penting dalam membantu anak mengatasi masalah dan memperbaiki diri. Dengan membantu anak mengakui perilaku mencuri yang ia lakukan dan mau bertanggung jawab atas tindakan tersebut, orangtua membantu anak menyadari konsekuensi dari tindakannya dan membimbing anak pada perubahan yang positif. Ini adalah langkah penting dalam proses pemulihan dan membangun kembali kepercayaan serta hubungan yang positif anak dengan orang lain.

Bimbing  Anak untuk Mengembangkan Pola Pikir dan Perilaku Positif

Membimbing anak dalam mengembangkan pola pikir dan perilaku positif membantu anak membangun fondasi yang kuat untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Ini adalah langkah penting guna menolong anak bergerak menuju masa depan yang lebih cerah dan lebih baik.

Memahami masalah perilaku mencuri pada anak dengan  empati, pengertian, dan kesabaran, serta memberikan dukungan yang tepat dan solusi yang konstruktif, kita dapat membantu anak-anak mengatasi masalah ini  sehingga mereka dapat berkembang menjadi individu yang lebih bertanggung jawab dan positif dalam masyarakat, baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. (SRP)

 

 

Share

Related posts

Leave a Comment