Oleh: Susi Rio Panjaitan
Salah satu kondisi yang khas pada anak penyandang autis adalah mengalami hambatan dalam berbicara dan berkomunikasi. Ada anak yang tidak memiliki kemampuan berbicara (non-verbal) dan ada anak yang memiliki kemampuan berbicara (verbal). Banyak dari antara mereka yang non-verbal hingga besar, dewasa bahkan seumur hidup. Hal ini terjadi bukan karena mereka mengalami gangguan pendengaran (tuli). Anak yang memiliki kemampuan verbal mampu mengucapkan semua kata dengan sempurna, tetapi ia tidak mampu menggunakan kata-kata tersebut untuk berkomunikasi. Dengan demikian, baik anak penyandang autis yang memiliki kemampuan berbicara (verbal) maupun anak penyandang autis yang tidak memiliki kemampuan berbicara (non-verbal) memiliki hambatan dalam berkomunikasi. Berkomunikasi adalah salah satu kebutuhan dasar manusia agar dapat hidup dengan baik. Oleh karena itu, kemampuan berkomunikasi harus dimiliki individu sedari dini.
Kemampuan berkomunikasi pada anak akan mempengaruhi semua aspek dalam hidup anak, antara lain: emosi; perilaku; relasi sosial; proses belajar, berkarya dan berprestasi; rasa percaya diri; kemandirian; serta kesehatan dan keselamatan anak.
Emosi
Jika anak tidak mampu berkomunikasi dengan baik, maka ia tidak akan dapat menyampaikan kepada orang lain apa yang ia rasakan, inginkan dan pikirkan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakmengertian dan kesalahpahaman pada orang lain. Misalnya: anak ingin es krim rasa coklat. Karena anak tidak mampu menyampaikan keinginannya dengan baik, maka tidak ada yang memahami apa yang anak inginkan. Akibatnya, anak bisa menjadi marah, ngambek, menangis, bahkan bisa tantrum. Bila sudah begini, dapat juga mempengaruhi emosi orang lain.
Perilaku
Bila anak tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik, maka anak juga tidak memahami apa yang disampaikan orang kepadanya, termasuk tidak memahami aturan yang ada di lingkungannya. Contoh: Di kelas, guru meminta anak-anak untuk berlari membentuk kelompok dan mengerjakan tugas secara berkelompok. Anak-anak yang memahami apa yang dikatakan oleh guru bergegas mengatur meja dan kursi mereka sedemikian rupa agar menjadi berkelompok. Akan tetapi, anak penyandang autis di kelas itu tidak memahami apa yang dikatakan oleh guru. Ia maju ke depan kelas lalu melompat-lompat sambil tertawa. Melihat teman-temannya menggeser-geser meja dan kursi, bisa saja ia berpikir itu waktunya bermain. Oleh karena itu ia merasa senang, lalu maju ke depan kelas dan melompat-lompat dengan senang. Dalam hal ini, ketidakmampuan anak dalam berkomunikasi berdampak negatif pada perilakunya.
Relasi Sosial
Ketidakmampuan anak dalam berkomunikasi pasti akan mempengaruhi relasi sosial anak. Relasi sosial hanya dapat dibangun jika ada komunikasi. Anak tidak akan memiliki teman. Kalaupun ada, jumlahnya sangat terbatas. Orang lain, misalnya teman-teman di sekolah tidak ada yang mengajaknya bermain. Akhirnya, anak hanya akan selalu sendirian. Bukan karena teman-temannya tidak mau bermain dengan anak, tetapi karena anak tidak dapat diajak berkomunikasi. Masalah relasi tidak hanya terjadi dengan teman-teman di sekolah, tetapi juga dapat terjadi di rumah, dengan saudara-saudara kandungnya bahkan orangtuanya.
Proses Belajar, Berkarya dan Berprestasi
Proses belajar yang dijalani anak akan terganggu jika anak tidak dapat berkomunikasi. Dengan demikian, maka anak tidak akan dapat belajar dengan baik. Hal ini tentu menghambat anak dalam berkarya dan berprestasi, walaupun anak memiliki tingkat kecerdasan yang baik. Selain itu, ketidakmampuan anak dalam berkomunikasi akan menjadi penghambat bagi anak dalam menguasai berbagai keterampilan, termasuk keterampilan bina diri.
Rasa Percaya Diri Anak
Sama halnya dengan anak lain, anak penyandang autis juga memiliki perasaan. Ia bisa menyadari siapa dirinya termasuk ketidakmampuannya dalam berkomunikasi dengan baik. Hal ini tentu dapat mengganggu rasa percaya diri anak.
Kemandirian Anak
Kemandirian dalam segala aspek adalah hal yang ingin dicapai semua orang. Semua orangtua pasti ingin anak-anaknya mandiri. Ketidakmampuan berkomunikasi pada anak penyandang autis akan membuat anak tidak dapat mandiri. Ia akan sepenuhnya bergantung pada orang lain, bahkan untuk hal-hal yang sederhana, seperti mandi, makan, berpakaian dan sebagainya.
Kesehatan dan Keselamatan Anak
Anak penyandang autis adalah salah satu kelompok anak yang rentan mengalami berbagai kekerasan dan kejahatan seksual. Jika anak tidak mampu berkomunikasi dengan baik, maka anak semakin berisiko mengalami hal yang tidak baik. Ia tidak dapat dengan tegas menolak atau melawan. Ia juga tidak dapat mengadu atau melapor kepada orangtua atau pihak lainnya jika ada orang yang berbuat jahat kepadanya. Akibatnya, anak akan menjadi korban, baik itu korban pembodohan atau penipuan, korban kekerasan serta korban kejahatan seksual. Apa akibatnya jika anak mengalami kejahatan seksual? Kesehatan dan keselamatan anak menjadi terancam. Anak berisiko terkena berbagai jenis penyakit bahkan penyakit yang mematikan serta berisiko mengalami kehamilan.
Jadi, karena kemampuan berkomunikasi sangat penting, maka kemampuan berkomunikasi pada anak penyandang autis harus dibangun sedari dini, baik itu pada anak yang memiliki kemampuan berbicara (verbal) maupun anak yang tidak memiliki kemampuan berbicara (non-verbal). Jika anak penyandang autis memiliki kemampuan verbal, bukan berarti secara otomatis anak akan mampu berkomunikasi dengan baik sebagaimana halnya dengan anak-anak yang bukan penyandang autis. Sebaliknya, jika anak tidak memiliki kemampuan berbicara (non-verbal), bukan berarti anak tidak akan mampu berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi pada anak penyandang autis yang non-verbal dapat dibentuk. Oleh karena itu, baik anak yang verbal maupun non-verbal perlu mendapatkan terapi komunikasi.
Dalam terapi komunikasi anak akan dilatih berkomunikasi dengan baik. Anak yang memiliki kemampuan verbal akan dilatih sedemikian rupa sehingga mampu menggunakan kata-kata (verbal) untuk berkomunikasi. Anak yang non-verbal akan dilatih untuk berkomunikasi dengan menggunakan media lain selain verbal (lisan). Jangan menunggu sampai anak memiliki kemampuan verbal. Memiliki kemampuan verbal atau tidak, semua anak penyandang autis perlu mendapatkan terapi komunikasi agar ia dapat berkomunikasi dengan baik. Dengan demikian, anak akan dapat belajar dengan baik, berkarya, berprestasi dan mandiri. Selain itu, emosi dan perilakunya dapat lebih terkontrol. (SRP)