Oleh: Susi Rio Panjaitan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Kebutuhan khusus ini muncul sebagai akibat dari hambatan yang mereka alami, misalnya: hambatan perkembangan, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan, hambatan belajar, dan lain sebagainya. Untuk memahami siapa yang dimaksud dengan Anak Berkutuhan Khusus (ABK), salah satu dokumen yang dapat dijadikan rujukan adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam undang-undang ini, tepatnya pada Pasal 1 Ayat (1) dikatakan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Jadi, dengan merujuk pada undang-undang tersebut, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia dikategorikan sebagai penyandang disabilitas.
Ragam dan Hak Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dituliskan: “Ragam penyandang disabilitas meliputi penyandang disabilitas fisik; penyandang disabilitas intelektual; penyandang disabilitas mental; dan/atau penyandang disabilitas sensorik”. Penyandang disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil. Penyandang disabilitas intelektual adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrome. Penyandang disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain: a) psikososial, di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; dan b) disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif. Penyandang disabilitas sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara. Penyandang disabilitas ganda atau multi penyandang disabilitas yang mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas, antara lain disabilitas runguwicara dan disabilitas netra-tuli. Jangka waktu lama yang dimaksud adalah jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dan/atau bersifat permanen. (Penjelasan Pasal 4 Ayat 1 dan 2). Jadi, kebutuhan khusus terjadi pada anak karena ia menyandang disabilitas fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dengan ragam antara lain sebagai berikut:
- Hambatan Perkembangan – Antara lain: autis, down syndrom, retardasi mental, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), hydrocephalus dan cerebral palsy (CP).
- Hambatan Pendengaran dan Bicara – Tunarungu (tuli), dan tunawicara (bisu).
- Hambatan Penglihatan – Tunanetra (buta)
- Hambatan Belajar – Antara lain: disleksia, diskalkulia, dan disgrafia.
- Gangguan Perilaku – Misalnya: conduct disorder (CD), yakni anak dengan perilaku antisosial.
- Gangguan Kesehatan Mental – Misalnya: skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian.
- Gangguan Fisik – Seperti: gangguan neuromuskuler dan tunadaksa.
- Hambatan Ganda – Seperti: Tunanetra-Tunarungu-wicara- (buta-tuli-bisu), autis-retardasi mental, dan tunadaksa-tunagrahita.
Sebagai warga Negara Republik Indonesia, Anak Berkebutuhan Khusus yang dalam undang-undang disebut sebagai penyandang disabilitas memiliki berbagai hak yang dilindungi oleh undang-undang. Dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas tertulis: “Penyandang disabilitas memiliki hak hidup; bebas dari stigma; privasi; keadilan dan perlindungan hukum; pendidikan; pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi; kesehatan; politik; keagamaan; keolahragaan; kebudayaan dan pariwisata; kesejahteraan sosial; aksesibilitas; pelayanan publik; pelindungan dari bencana; habilitasi dan rehabilitasi; konsesi; pendataan; hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat; berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi; berpindah tempat dan kewarganegaraan; dan bebas dari tindakan diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi”.
Selain hak penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perempuan dengan disabilitas memiliki hak atas kesehatan reproduksi; menerima atau menolak penggunaan alat kontrasepsi; mendapatkan pelindungan lebih dari perlakuan diskriminasi berlapis; dan untuk mendapatkan pelindungan lebih dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan dan eksploitasi seksual (Pasal 5 Ayat 2). Diskriminasi berlapis adalah diskriminasi yang dialami perempuan karena jenis kelaminnya sebagai perempuan dan sebagai penyandang disabilitas sehingga mereka tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam keluarga, masyarakat, dan negara di berbagai bidang kehidupan (Penjelasan Pasal 5 Ayat 2 Huruf c).
Anak dengan disabilitas juga memiliki hak tambahan selain apa yang tertulis pada ayat (1), yakni hak mendapatkan perlindungan khusus dari diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual; mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti untuk tumbuh kembang secara optimal; dilindungi kepentingannya dalam pengambilan keputusan; perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak; pemenuhan kebutuhan khusus; perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapai integrasi sosial dan pengembangan individu; dan mendapatkan pendampingan sosial (Pasal 5 Ayat 3). Keluarga pengganti adalah orang tua asuh, orang tua angkat, wali, dan/atau lembaga yang menjalankan peran dan tanggung jawab untuk memberikan perawatan dan pengasuhan kepada anak (Penjelasan Pasal 5 Ayat 3 Huruf b).
Kebutuhan Khusus Anak Berkebutuhan Khusus
Walaupun menghadapi tantangan dalam pertumbuhan dan perkembangan, Anak Berkebutuhan Khusus memiliki potensi untuk hidup, bertumbuh, berkembang, berkarya, berprestasi, dan mandiri sebagaimana anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Agar dapat memberikan dukungan dan akses yang dibutuhkan oleh Anak Berkebutuhan Khusus, selain perlu memahami ragam kebutuhan khusus dan yang melatarbelakanginya, perlu juga dipahami kebutuhan khusus seperti apa yang mereka butuhkan. Kebutuhan khusus mengacu pada kebutuhan yang berbeda atau tambahan yang dimiliki oleh anak akibat kondisi fisik, mental ataupun intelektualnya. Kebutuhan khusus meliputi berbagai hal, antara lain:
Kebutuhan Pengasuhan
Anak Berkebutuhan Khusus membutuhkan pengasuhan yang tepat untuk membantu mereka berkembang secara optimal. Dalam mengasuh Anak Berkebutuhan Khusus, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orangtua, antara lain: harus terarah; bersikap sabar; memiliki pemahaman dan penerimaan yang baik terhadap anak; terlibat dalam pengasuhan; memberikan pengasuhan yang bersifat inklusi; memberikan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan anak; menciptakan lingkungan krluarga yang kondusif; dan mengedepankan pengembangan keterampilan kemandirian anak. Pengasuhan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus harus dilakukan dengan pendekatan yang holistik, individualis, dan inklusif.
Kebutuhan Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus memiliki kebutuhan pendidikan yang unik sehingga memerlukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus antara lain: asesmen individual; rencana pendidikan individual; pendekatan yang inklusif; dukungan tambahan; pendampingan; pemantauan; dan evaluasi berkala. Penting untuk diingat bahwa setiap Anak Berkebutuhan Khusus adalah individu yang unik, dan pendekatan pendidikan untuk mereka harus disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan mereka. Melalui pendekatan yang holistik dan inklusif, Anak-anak Berkebutuhan Khusus dapat mengakses pendidikan yang tepat dan dapat berkembang secara optimal.
Kebutuhan terkait Kesehatan
Banyak Anak Berkebutuhan Khusus yang memiliki kebutuhan kesehatan yang berbeda dari anak-anak lainnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan terkait dengan kebutuhan kesehatan Anak Berkebutuhan Khusus antara lain: perawatan medis khusus; manajemen kondisi kronis, misalnya untuk anak dengan epilepsi, diabetes, atau asma; pengaturan lingkungan yang aman bagi anak yang memiliki sensitivitas terhadap lingkungan tertentu atau membutuhkan aksesibilitas tertentu; dukungan emosional dan mental tambahan, misalnya konseling atau intervensi psikologis untuk membantu anak mengelola stres, kecemasan, atau depresi; pengaturan diet yang seimbang, misalnya untuk anak penyandang autis, ADHD, dan downsyndrome; dan pemeriksaan kesehatan rutin.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus terkait kesehatan, harus melibatkan profesional kesehatan, termasuk dokter, terapis, dan spesialis kesehatan lainnya. Dengan dukungan yang tepat, anak akan mencapa status kesehatan yang baik dan memiliki kualitas hidup yang optimal. Anak dengan gangguan fisik, seperti cerebral palsy, distrofi otot, atau gangguan neurologis lainnya, memerlukan perawatan medis yang khusus, terapi fisik, dan aksesibilitas kesehatan untuk mendukung kesehatan dan kesejahteraan mereka.
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial Anak Berkebutuhan Khusus mencakup kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya, dukungan dalam membangun keterampilan sosial, lingkungan yang inklusif dan ramah, serta pendampingan yang sesuai dengan kebutuhan individualnya. Ini membantu anak merasa diterima, membangun hubungan yang sehat, dan berkembang secara sosial. Anak dengan gangguan perilaku, gangguan mental, atau gangguan perkembangan, biasanya memerlukan dukungan tambahan dalam mengembangkan keterampilan sosial, membangun hubungan antar pribadi, atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Kebutuhan akan Lingkungan yang Kondusif
Anak Berkebutuhan Khusus membutuhkan lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang kondusif berarti adanya pengakuan akan kebutuhan individual anak dan memberikan dukungan yang tepat. Misalnya: anak dengan hambatan fisik atau sensorik memerlukan lingkungan yang disesuaikan dan teknologi bantu untuk memfasilitasi aksesibilitas, mobilitas, dan partisipasi dalam kegiatan sehari-hari.
Mengakui dan memenuhi kebutuhan khusus anak adalah upaya untuk memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang, berpartisipasi, dan merasa dihargai dalam masyarakat. Inklusi dan dukungan yang sesuai adalah kunci dalam memenuhi kebutuhan khusus anak dan memastikan bahwa mereka dapat hidup secara mandiri dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Dengan dukungan yang tepat dari orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, masyarakat, dan pemerintah, Anak Berkebutuhan Khusus dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya secara optimal. Pendekatan inklusif dalam pendidikan dan lingkungan yang kondusif serta penerimaan dari masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus memiliki akses yang sama dengan individu lainnya sehingga dapat berkembang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. (SRP)
terimakasih infonya menariik bgt
How do the educational needs of children with special needs differ from those of typically developing children?