PENTINGNYA DUKUNGAN KELUARGA BAGI PERKEMBANGAN ANAK PENYANDANG AUTIS

Share

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Anak penyandang autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan neurologis. Gangguan tersebut mempengaruhi interaksi sosial, komunikasi, minat, dan perilaku anak. Perkembangan anak penyandang autis unik dan beragam, tergantung pada tingkat keparahan dan karakteristik masing-masing anak. Pada umumnya, mereka kesulitan dalam memahami norma-norma sosial dan berinteraksi dengan orang lain, dan kurang tertarik pada interaksi sosial atau bermain bersama anak-anak sebaya. Ada anak yang tidak berbicara sama sekali atau mengalami keterlambatan dalam berbicara, kesulitan dalam memahami dan menggunakan bahasa tubuh, ekspresi wajah dan isyarat sosial, suka mengulang kata atau frasa (ekolalia), dan menggunakan bahasa dengan cara yang tidak biasa. Anak penyandang autis juga menunjukkan perilaku repetitif, seperti mengepakkan tangan, berputar, atau menyusun benda secara berulang. Minat mereka sangat terbatas, tetapi sangat intens pada topik tertentu. Bahkan, mereka memiliki ketertarikan yang mendalam dan pengetahuan yang luas tentang topik tersebut. Anak penyandang autis juga memiliki respons yang tidak biasa terhadap rangsangan sensorik, seperti sensitivitas berlebihan terhadap suara, cahaya, atau tekstur tertentu, dan mencari stimulasi sensorik, seperti menyentuh atau mencium benda berulang kali. Kemampuan kognitif mereka bervariasi, mulai dari intelektual tinggi hingga mengalami keterlambatan intelektual. Ada anak yang menunjukkan bakat khusus dalam bidang tertentu seperti matematika, musik, atau seni.

Penyebab pasti autis  belum sepenuhnya dipahami, tetapi penelitian menunjukkan bahwa ada kombinasi faktor genetik dan lingkungan yang berperan dalam terjadinya hambatan perkembangan pada anak penyandang autis. Beberapa mutasi genetik diidentifikasi berhubungan dengan autisme. Mutasi ini dapat mempengaruhi cara otak berkembang dan berfungsi. Autisme cenderung lebih umum terjadi dalam keluarga, ini menunjukkan bahwa faktor genetik memainkan peran yang signifikan. Jika ada satu anak dalam suatu keluarga yang memiliki autisme, kemungkinan anak lainnya juga memiliki risiko lebih tinggi. Tidak hanya satu gen yang berperan, tetapi kombinasi dari beberapa gen dapat meningkatkan risiko autisme. Selain itu, paparan ibu hamil terhadap zat-zat tertentu seperti alkohol, obat-obatan, atau infeksi selama kehamilan dapat meningkatkan risiko autisme pada anak. Faktor-faktor seperti prematuritas, berat lahir rendah, atau komplikasi selama kelahiran juga dapat berkontribusi terhadap risiko autisme. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan, paparan terhadap polutan lingkungan atau bahan kimia tertentu selama kehamilan atau masa bayi dapat menyebabkan risiko autisme.

Pada anak penyandang autis ditemukan perbedaan dalam struktur dan fungsi otak. Misalnya, beberapa area otak berkembang terlalu cepat sementara area lain berkembang lebih lambat. Perubahan dalam cara neuron berkomunikasi satu sama lain dapat mempengaruhi fungsi otak dan perkembangan kognitif serta perilaku. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa respons imun yang abnormal selama kehamilan atau setelah kelahiran dapat berkontribusi terhadap perkembangan autisme. Peradangan pada otak yang terjadi selama perkembangan awal dapat mempengaruhi perkembangan neurologis dan berperan dalam terjadinya autisme. Ketidakseimbangan dalam zat kimia otak seperti serotonin dan dopamin ditemukan pada beberapa individu dengan autisme. Beberapa anak penyandang  autis memiliki gangguan metabolisme tertentu yang mempengaruhi cara tubuh mereka memproses nutrisi atau zat kimia.

Penting untuk diingat bahwa autisme kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi dari faktor-faktor ini daripada oleh satu penyebab tunggal. Setiap individu dengan autisme memiliki profil yang unik. Penyebab yang mendasari terjadi autism pada masing-masing individu dapat berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. Samapi saat ini, penelitian untuk lebih memahami penyebab autisme dan bagaimana faktor-faktor genetik dan lingkungan saling berinteraksi masih berlanjut. Pemahaman yang lebih baik tentang penyebab autisme dapat membantu dalam pengembangan strategi pencegahan, diagnosis dini, dan intervensi yang lebih efektif untuk mendukung perkembangan anak-anak dengan autisme.

Gangguan perkembangan yang dialami oleh anak penyandang autis dapat memiliki dampak yang luas pada berbagai aspek kehidupan mereka. Dampak tersebut bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan autisme dan dukungan yang diterima oleh anak dan keluarganya. Anak-anak penyandang autis mengalami kesulitan dalam memahami dan mengikuti norma-norma sosial. Hal ini menyebabkan mereka mengalami isolasi sosial dan kesulitan dalam menjalin persahabatan. Mereka juga mengalami tantangan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain sehingga sering terjadi kesalahpahaman dan konflik, baik dengan teman sebaya maupun orang dewasa. Kesulitan dalam berkomunikasi dapat menyebabkan anak penyandang menjadi frustrasi dan berperilaku menantang. Anak merasa kesulitan untuk mengekspresikan kebutuhan dan keinginannya. Kesulitan dalam memahami dan menggunakan bahasa dapat menghambat proses pembelajaran dan perkembangan akademis pada anak. Anak penyandang autis sering menunjukkan perilaku repetitif, seperti mengulang gerakan atau kata-kata. Hal ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan interaksi sosial.

Perubahan rutinitas atau lingkungan dapat menyebabkan stres dan kecemasan pada anak penyandang autis. Hal ini akan menstimulasi mereka untuk mengekspresikan diri melalui perilaku yang menantang. Mereka memiliki sensitivitas berlebihan atau kurang terhadap rangsangan sensorik, seperti suara, cahaya, atau tekstur tertentu. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari. Anak akan mencari atau menghindari stimulasi sensorik tertentu, sehingga mempengaruhi partisipasi mereka dalam kegiatan sosial dan pendidikan.  Mereka juga memiliki keterampilan kognitif yang bervariasi. Ada anak yang mengalami keterlambatan dalam beberapa area perkembangan. Hal ini menjadi tantangan bagi anak dalam memahami instruksi dan mengikuti pelajaran di sekolah, dan dapat mempengaruhi prestasi akademis anak. Selain itu, kesulitan dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan beradaptasi dengan perubahan dapat menyebabkan stres dan kecemasan pada anak penyandang autis. Pengalaman sosial yang negatif atau kesulitan dalam mencapai keberhasilan akademis dapat mempengaruhi harga diri dan kepercayaan diri anak.

Dukungan keluarga sangat penting bagi perkembangan anak penyandang autis. Keluarga yang memberikan dukungan yang kuat dan konsisten dapat membantu anak mengatasi berbagai tantangan terkait dengan autisme, serta memaksimalkan potensi mereka. Anak-anak penyandang autis membutuhkan lingkungan yang penuh cinta dan dukungan untuk merasa aman. Kehadiran keluarga yang menerima dan menyayangi mereka tanpa syarat sangat penting untuk kesejahteraan emosional mereka. Dukungan keluarga dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan yang sering dialami oleh anak penyandang autis. Rasa aman di rumah membantu anak merasa lebih tenang dan lebih mudah beradaptasi dengan tantangan sehari-hari. Keluarga adalah tempat pertama di mana anak-anak belajar keterampilan sosial dan komunikasi. Melalui interaksi sehari-hari dengan anggota keluarga, anak dapat mengembangkan keterampilan ini dengan lebih efektif. Keluarga dapat menjadi contoh perilaku sosial yang baik, seperti berbicara dengan sopan, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan menunjukkan empati. Ini dapat membantu anak dalam belajar dan meniru perilaku tersebut.

Banyak anak penyandang autis yang merasa lebih nyaman dengan rutinitas yang konsisten. Oleh karena itu, keluarga dapat menciptakan dan menjaga struktur harian yang membantu anak merasa aman dan teratur. Keluarga dapat menyesuaikan lingkungan rumah untuk memenuhi kebutuhan sensorik dan perilaku anak, seperti menyediakan ruang yang tenang atau alat bantu komunikasi. Keluarga juga dapat mengupayakan terapi yang tepat untuk anak, seperti terapi perilaku, terapi wicara, atau terapi okupasi. Terapi-terapi ini dapat membantu anak dalam mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk berfungsi lebih baik dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga juga dapat memperkuat apa yang dipelajari anak dalam sesi terapi dengan menerapkan strategi yang sama di rumah. Hal ini dapat mempercepat kemajuan anak. Keluarga dapat bekerja sama dengan guru dan staf sekolah untuk memastikan anak menerima dukungan yang dibutuhkannya, termasuk memastikan bahwa anak memiliki Individualized Education Plan (IEP) yang tepat. Selain itu, keluarga dapat membantu anak dalam mengerjakakan tugas-tugas sekolah dan kegiatan pembelajaran tambahan di rumah untuk memperkuat apa yang telah dipelajari di sekolah.

Keluarga juga dapat membantu anak dalam mengembangkan keterampilan hidup mandiri, seperti berpakaian sendiri, mengatur waktu, atau melakukan tugas-tugas rumah tangga yang sederhana. Keterampilan-keterampilan ini berguna untuk kemandirian anak di masa depan. Selain itu, keluarga perlu menghargai dan merayakan kemajuan kecil yang dicapai oleh anak. Hal ini  dapat meningkatkan rasa percaya diri pada anak dan memotivasi mereka untuk terus belajar dan berkembang. Dukungan keluarga memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan anak penyandang autis. Keluarga yang memberikan dukungan yang tepat dapat membantu anak mengatasi tantangan, mengembangkan keterampilan, dan mencapai potensi maksimal. Menerima anak apa adanya dan menunjukkan cinta serta dukungan tanpa syarat sangat penting untuk kesejahteraan emosional anak. Keluarga perlu memahami autisme dan karakteristik unik anak mereka dengan mempelajari tentang gangguan spektrum autisme melalui buku, artikel, dan pelatihan. Dengan dukungan yang konsisten dan penuh kasih dari keluarga, anak penyandang autis dapat berkembang dengan baik, mampu mengatasi tantangan yang mereka hadapi, dan dapat menjalani kehidupan yang bermakna serta produktif. (SRP)

Share

Related posts

Leave a Comment