PENDIDIKAN SEKS UNTUK BALITA

Share

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Anak yang berusia di bawah lima tahun atau yang dikenal dengan sebutan balita adalah kelompok anak yang sedang berkembang dalam aspek fisik-motorik, kognitif, sosio-emosional, moral-spiritual, dan psikoseksual. Hal khas pada balita di era digital ini adalah mereka sangat cerdas; memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi; dan sangat terampil menggunakan teknologi, terutama yang terkait dengan elektronik seperti HP, laptop dan komputer. Karena mereka sedang dalam proses perkembangan, maka kemampuan mereka dalam banyak hal terbatas. Itulah sebabnya mereka memiliki kecenderungan  berbuat salah dan sangat rentan menjadi korban.

Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini adalah banyak balita yang menjadi korban kejahatan seksual. Padahal, dampak kejahatan seksual yang dialami anak sangat buruk, seperti: mengalami sakit, terpapar penyakit bahkan kematian; mengalami gangguan emosional, baik jangka pendek, panjang, bahkan permanen, seperti sedih, merasa kotor, marah, benci, dendam, takut; mengalami trauma yang dapat membuatnya mengalami gangguan jiwa yang sangat serius; berpotensi menjadi pelaku kejahatan yang sama, baik ketika remaja maupun dewasa; dan berisiko memiliki perilaku seksual yang tidak sehat dan tidak wajar.  Selain itu, banyak balita yang sudah terpapar pornografi. Paparan ini biasanya mereka dapatkan secara tidak sengaja melalui HP. Hal ini tentu berbahaya karena berisiko membuat anak menjadi konsumen pornografi dan bahkan menjadi adiksi terhadap pornografi.

Banyaknya penjahat seks dan teknologi membuat balita berisiko menjadi korban. Padahal, kemampuan mereka untuk memahami sesuatu dan melindungi diri sangat terbatas. Oleh karena itu, memberikan pendidikan seks kepada balita menjadi suatu kebutuhan. Sayangnya, banyak orangtua yang tidak memberikan pendidikan seks kepada anak-anak mereka. Ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab hal ini, antara lain: orangtua tidak mendapatkan pendidikan seks dari orangtuanya sehingga tidak memiliki gambaran bagaimana memberikan pendidikan seks kepada balita; bingung dan tidak paham apa yang harus disampaikan kepada anak; berpikir bahwa tanpa mendapat pendidikan seks, seiring dengan bertambahnya usia anak, maka anak akan memiliki pemahaman tentang seks dengan sendirinya; dan orangtua berharap bahwa guru di sekolah yang memberikan pendidikan seks kepada anak. Bahkan, ada orangtua yang menghindar bahkan marah ketika anaknya berbicara atau bertanya soal seks. Padahal, orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan pendidikan termasuk seks kepada anak-anaknya. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 26  Ayat (1) Huruf (a dan d) dikatakan bahwa orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.

Menunda atau tidak memberikan pendidikan seks pada anak adalah hal yang sangat berbahaya, karena selain banyaknya penjahat seksual, anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Ada banyak stimulus yang dapat merangsang rasa ingin tahu anak. Rasa ingin tahunya akan mendorong anak untuk mencari tahu. Jika orang dewasa atau orangtua tidak mau atau tidak mampu menjawab rasa ingin tahu anak, maka anak akan mencarinya melalui teknologi intenet. Kondisi ini menyebabkan anak rentan mendapatkan informasi yang tidak tepat karena tidak semua yang terdapat di internet benar dan sesuai dengan norma dan ajaran agama yang dianut oleh anak. Jika anak mendapat informasi yang salah, maka ia pun berisiko berperilaku salah.

Apabila sedari dini anak mendapatkan pendidikan seks yang tepat, yang sesuai dengan usia dan perkembangannya, maka diharapkan anak tidak menjadi korban kejahatan seksual, tidak menjadi pelaku kejahatan seksual, tidak menjadi konsumen pornografi, dan memiliki perilaku seksual yang sehat dan benar, sesuai dengan norma dan ajaran agama yang ia anut. Pendidikan seks kepada balita tentu sangat berbeda dengan pendidikan seks untuk remaja apalagi orang dewasa, baik konten maupun cara menyampaikannya. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana cara memberikan pendidikan seks kepada balita? Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pendidikan seks kepada balita.

Perlengkapi Diri dengan berbagai Pengetahuan

Agar dapat memberikan pendidikan seks yang tepat untuk balita, maka orangtua atau caregivers lainnya perlu memperlengkapi diri dengan berbagai pengetahuan. Misalnya: pengetahuan tentang psikologi balita, kesehatan, agama yang dianut, norma budaya, dan hukum. Ini berguna sehingga orangtua dapat memberikan edukasi yang efektif dan benar.

Gunakan Bahasa yang Sederhana dan Ilmiah

Gunakan bahasa yang sederhana dan ilmiah yang dipahami oleh anak. Jangan bertele-tele atau menggunakan istilah-istilah yang abstrak bagi anak. Selain itu, jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak ilmiah. Misalnya: jangan menggunakan kata “burung” untuk maksud “penis” atau kata “tempe” untuk maksud “vagina”. Ini sangat membingungkan anak. Kebingungan anak  membuat tujuan pembelajaran tidak tercapai. Jika yang dikhawatirkan adalah anak akan mengucapkan secara berulang-ulang kata “penis” atau “vagina” sehingga terasa tidak sopan, maka dalam penjelasan kepada anak, kata tersebut tidak perlu diucapkan berulang-ulang. Selain itu, perlu diajarkan kepada anak bahwa kata-kata itu tidak perlu diucapkan berulang-ulang.

Pilih Waktu yang Tepat

Waktu untuk memberikan edukasi kepada balita harus tepat. Jangan ketika ia mengantuk, lapar, atau sedang tidak fit. Untuk balita, waktu yang tepat adalah saat bermain dan saat mandi. Saat bermain, edukasi dapat disampaikan. Misalnya saat bermain peran. Balita sudah bisa diajak bermain peran, seperti peran sebagai ibu, polisi, ayah, dokter, dan sebagainya. Kesempatan ini dapat dipakai untuk memberikan pendidikan seks, seperti jenis kelamin. Misalnya: ayah laki-laki, ibu perempuan, kamu laki-laki, kakakmu perempuan. Selain itu, kesempatan bermain peran dapat dipakai untuk mengajarkan tentang sopan santun dan kesehatan. Waktu baik lainnya adalah saat mandi. Waktu mandi dapat dipakai untuk mengajarkan tentang alat kelamin dan bahwa alat kelamin harus dibersihkan dan tidak boleh dipegang oleh orang lain.

Memahami Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Setiap anak unik sehingga ia tidak dapat dibanding-bandingkan dengan orang lain, termasuk dengan saudara kandung atau pun orangtuanya. Oleh karena itu, pemberian pendidikan seks yang tepat kepada balita harus dengan memerhatikan pertumbuhan dan perkembangan mereka. Ada anak, walaupun masih berusia tiga tahun, tetapi sudah memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi sehingga suka bertanya dan kritis. Akan tetapi, ada anak yang karena faktor internalnya memiliki kondisi yang berbeda, misalnya anak-anak dengan autistik, ADHD, downsyndrome, atau retardasi mental.

Gunakan berbagai Metode

Pada umumnya balita suka mendengarkan cerita, bermain peran, menonton klip/film dengan durasi pendek, dan bernyanyi. Jadi, ini dapat dijadikan sebagai metode dalam memberikan pendidikan seks kepada mereka. Di youtube ada banyak lagu-lagu dan video pendek yang dapat dijadikan referensi.

Santai, Sopan tetapi Tidak Vulgar

Berikanlah pendidikan seks kepada balita dengan santai, sopan dan tidak vulgar. Banyak orang yang tampak grogi dan tegang ketika berdiskusi atau berbicara tentang seks, walaupun dalam konteks ilmiah dan pendidikan. Grogi dan ketegangan akan tampak pada wajah dan membuat orangtua tampak gugup ketika menyampaikan pendidikan seks kepada. Akan tetapi, karena konten pendidikan seks kepada balita tidak ada unsur pornografi atau hal-hal yang terkait dengan hubungan seksual, maka seharusnya tidak alasan bagi orangtua untuk tegang, grogi, menjadi tidak sopan atau vulgar.

Memilih Konten yang Tepat untuk Balita

Selain hal-hal yang diuraikan di atas, konten atau materi adalah faktor sangat penting sehingga harus benar-benar diperhatikan dalam memberikan pendidikan seks kepada balita. Konten yang tepat untuk balita antara lain:

)) Anggota Tubuh

Balita sudah dapat diajarkan tentang anggota tubuhnya. Misalnya: kakinya ada dua; kaki berfungsi untuk berjalan; mata ada dua; mata untuk melihat; dan lain-lain.

)) Identifikasi Jenis Kelamin

Balita memang belum sepenuhnya sadar akan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Walaupun demikian, balita sudah dapat diajarkan tentang identifikasi jenis kelamin. Misalnya: ayahnya lak-laki; ibunya perempuan; ia laki-laki; kakek laki-laki; nenek perempuan; dan lain-lain. Kognitif balita yang sedang berkembang akan mampu melihat dan menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

)) Area Pribadi

Balita sudah bisa diajarkan tentang area pribadi. Area pribadi adalah area tubuh yang tidak boleh dilihat dan disentuh oleh orang lain. Hanya diri sendiri yang boleh melihat area itu. Area pribadi mencakup mulut; dada; perut; alat kelamin dan paha; serta bokong. Kecuali mulut, area ini tidak boleh disentuh atau dilihat oleh siapa pun. Mulut boleh dilihat oleh orang lain.  Kecuali mulut, area pribadi ditutup dengan pakaian dalam. Mulut tidak ditutup dengan pakaian tertentu.

)) Konsep Malu dan Konsep Tidak Sopan

Malu adalah kata yang mungkin abstrak bagi balita akan tetapi bukan berarti tidak dapat disampaikan. Malu berarti sesuatu yang tidak baik dan tidak menyenangkan. Misalnya: malu jika area pribadi dilihat dan disentuh orang lain; dan  malu jika melihat dan menyentuh area pribadi orang lain. Jika ini tertanam pada anak, maka diharapkan ia tidak menjadi konsumen pornografi karena malu dan tidak sopan.

)) Mengidentifikasi Orang Jahat

Anak perlu diajar untuk mampu melakukan identifikasi terhadap orang jahat. Orang jahat adalah: orang yang mau melihat dan menyentuh area pribadi anak; orang yang memperlihatkan area pribadinya kepada anak; orang yang meminta anak untuk memegang area pribadinya; atau orang yang memperlihatkan gambar atau video yang berisi orang yang area pribadinya terlihat. Ada kalanya tubuh atau area pribadi anak dilihat atau disentuh oleh orang lain, tetapi mereka bukan orang sembarangan dan bukan dengan cara sembarangan. Misalnya: mama saat memandikan anak; atau dokter ketika memeriksa kesehatan anak. Dokter memeriksa dengan didampingi dan diizinkan oleh orangtua anak.

)) Menjaga dan Melindungi Tubuh Sendiri serta Menghormati Tubuh Orang Lain

Sejak dini keberanian anak untuk menjaga dan melindungi dirinya harus ditanamkan. Ada beberapa cara  Misalnya: tidak menerima pemberian dari orang lain tanpa izin orangtua; tidak mengikuti ajakan orang lain tanpa izin orangtua; menghindar dari orang jahat; berteriak minta tolong ketika ada orang ingin berbuat jahat kepadanya; melawan ketika orang jahat memaksa; dan menghormati tubuh orang lain dengan tidak meliahat dan menyentuh area pribadi mereka. Anak juga harus didorong agar segera melapor kepada orangtua dan orang dewasa lainnya yang ia percayai, saat ada orang yang mau berbuat jahat kepadanya.

Menjaga Privacy sebagai Suami Istri

Dalam banyak kasus, anak terpapar pornografi bukan dari internet atau video, tetapi dari melihat orangtuanya melakukan hubungan intim suami istri. Walaupun anak melihat dengan tidak sengaja, tetapi ini sudah masuk dalam memori anak, serta membuatnya penasaran dan ingin tahu. Bahkan, ada anak yang menceritakan apa yang ia lihat kepada orang lain, misalnya kepada teman-temannya atau kepada gurunya.  Oleh karena itu, orangtua harus dapat menjaga privacy mereka sebagai suami istri.

Menjadi Teladan

Metode pendidikan seks yang paling efektif adalah melalui keteladanan orangtua. Itulah sebabnya orangtua harus dapat memberikan teladan yang ideal kepada anak. Misalnya: tidak suka memaki, apalagi dengan menggunakan kata-kata yang merupakan alat kelamin; serta menunjukkan perilaku seksual yang sehat dan benar, yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai agama yang dianut. (SRP)

Share

Related posts

Leave a Comment