Oleh: Susi Rio Panjaitan
Anak adalah individu yang sedang dalam proses perkembangan di semua aspek. Dalam proses kehidupan tersebut, anak menghadapi berbagai masalah, misalnya: masalah dengan teman sebaya, masalah keluarga, masalah sekolah dan belajar, perundungan (bullying). Teknologi digital turut andil dalam memunculkan berbagai permasalahan pada anak. Karena anak sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, maka kemampuan anak dalam memahami dan mengatasi berbagai permasalahan masih sangat terbatas. Apabila masalah yang dihadapi anak tidak segera diselesaikan, maka dapat mengganggu perkembangan anak, pergaulan anak, mengganggu kesehatan fisik anak dan bahkan dapat membuat anak mengalami gangguan kesehatan mental. Oleh karena itu, anak harus dibantu. Proses membantu anak dalam menangani berbagai permasalahan dalam hidupnya dapat dilakukan melalui konseling.
Secara sederhana, konseling anak dapat diartikan sebagai upaya memberikan bantuan, yang dilakukan melalui berbagai teknik wawancara oleh seorang ahli atau prosfesional dalam bidang konseling. Orang yang memberikan layanan konseling disebut konselor, dan individu yang menerima layanan konseling disebut konseli. Konseling anak bertujuan untuk menolong anak melihat dan memahami masalah yang sedang ia alami, mampu mengelola emosi dan stres dengan baik, serta dapat mencari alternatif solusi untuk menyelesaikan permasalahannya. Pengalaman dalam proses konseling membuat anak lebih siap dan mampu menyelesaikan masalah-masalah lain, yang akan ia hadapi dalam perjalanan hidupnya. Berikut adalah beberapa kondisi dimana anak membutuhkan layanan konseling.
Trauma
Trauma adalah kondisi negatif pada anak yang timbul akibat pengalaman buruk yang ia alami. Misalnya: ketakutan, curiga yang berlebihan, menarik diri dari orang lain termasuk keluarga dan orangtua, panik, gugup, sedih, marah, gangguan makan, atau gangguan tidur. Jika tidak segera ditangani, peristiwa traumatik pada anak dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikisnya, baik bersifat jangka pendek, panjang, bahkan permanen. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kecemasan
Kecemasan adalah rasa cemas yang yang timbul ketika khawatir atau takut akan sesuatu. Rasa cemas adalah wajar, tetapi jika intensitasnya berat atau berkepanjangan, maka berbahaya bagi kesehatan fisik dan mental seseorang sehingga mengganggu relasi dan produktifitasnya. Oleh karena itu, kecemasan pada anak perlu diperhatikan.
Kepercayaan Diri Tidak Sehat
Kepercayaan diri adalah kondisi dimana anak merasa yakin dengan dirinya. Rasa percaya diri yang sehat akan membuat anak berani. Misalnya: berani bicara kepada orang lain atau berani bicara di depan orang banyak, dan berani mencoba hal-hal yang baru atau menantang. Ini membuat anak dapat mengembangkan diri dengan optimal. Kepercayaan diri yang tidak sehat adalah kondisi dimana anak menilai diri tidak objektif. Misalnya: hanya melihat kekurangan/ keterbatasan diri sendiri (tidak/kurang percaya diri) atau merasa memiliki sangat banyak kelebihan atau tidak punya keterbatasan/kekurangan (overconfidence). Kepercayaan diri yang tidak sehat, baik itu berupa kepercayaan diri yang rendah atau berlebihan, tidak baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Memiliki Konsep Diri yang Negatif
Konsep diri adalah pandangan anak terhadap dirinya sendiri, baik positif atau negatif. Konsep diri anak memengaruhi rasa percaya diri dan harga dirinya. Konsep diri yang negatif akan membuat anak memiliki rasa percaya diri negatif dan harga diri rendah.
Harga Diri (Self Esteem) Rendah
Harga diri (self esteem) adalah suatu konsep tentang seberapa besar seorang anak menghargai dirinya sendiri. Harga diri yang positif akan membuat anak mampu memperlakukan, menjaga dan melindungi dirinya dengan baik. Sebaliknya, anak dengan harga diri yang rendah tidak akan dapat memperlakukan, menjaga dan melindungi dirinya dengan baik. Kondisi ini tentu berbahaya.
Kedukaan
Kedukaan adalah kesedihan yang muncul karena anakkehilangan. Misalnya kehilangan orangtua, saudara atau sahabat akibat kematian. Apabila tidak diatasi, kedukaan berdampak buruk bagi anak.
Kejahatan Seksual
Kejahahatan seksual berdampak sangat buruk pada fisik dan psikis anak, baik untuk jangka pendek, menengah, panjang, bahkan permanen. Kejahatan seksual juga dapat membuat anak terancam terkena penyakit mematikan dan dapat membuat anak mengalami gangguan kesehatan mental. Selain itu, kejahatan seksual yang dialami anak dapat membuatnya menjadi pelaku kejahatan atau mengalami perilaku seksual yang tidak sehat dan menyimpang. Oleh karena itu, kejahatan seksual pada anak tidak boleh dianggap enteng dan sepele. Anak yang mengalami kejahatan seksual, selain harus dibela dan dilindungi, juga harus mendapatkan berbagai pertolongan dan perawatan yang dibutuhkan, termasuk layanan konseling.
Diskriminasi
Diskriminasi adalah dengan sengaja membeda-bedakan anak dengan anak-anak yang lainnya karena agama, etnis, suku, ras, atau kondisi tertentu (misalnya: menyandang disabilitas). Perlakuan diskriminatif yang dialami anak dapat berpengaruh buruk pada fisik dan psikisnya sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut.
Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Berhadapan dengan hukum adalah suatu kondisi dimana anak berurusan dengan hukum karena menjadi pelaku tindak pidana, korban tindak pidana atau menjadi saksi terjadinya suatu tindak pidana. Berhadapan dengan hukum adalah kondisi yang sulit dan sangat tidak menyenangkan. Proses hukum dapat menimbulkan tekanan bahkan dapat membuat anak depresi. Oleh karena itu, anak yang berhadapan dengan hukum perlu mendapatkan layanan konseling. Ini merupakan salah satu hak dan perlindungan hukum bagi anak yang berhadapan dengan hukum.
Kekerasan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat (15a), kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Dari ayat ini dapat dilihat dengan jelas bahwa kekerasan menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan terhadap anak.
Stigma
Stigma adalah suatu label negatif yang dilekatkan pada anak. Stigma dapat menimbulkan efek negatif pada anak, misalnya: anak menjadi sedih, marah, dendam, rendah diri, merasa diri tidak berharga, tidak percaya diri, tertekan, depresi, atau mengalami gangguan kesehatan fisik dan/atau psikis.
Perceraian Orangtua
Apa pun alasan perceraian orangtua, perceraian dapat berdampak buruk bagi anak. Misalnya: anak menjadi sedih, kecewa, marah, malu, cemas, bingung, atau takut.
Masalah Orangtua atau Keluarga
Sejatinya, anak tidak dapat dipisahkan dari orangtua dan keluarganya. Oleh karena itu, apa yang terjadi pada orangtua dan keluarga akan berdampak pada anak. Misalnya: konflik orangtua, konflik keluarga, masalah ekonomi atau kebangkrutan orangtua, dan orangtua atau ada anggota keluarga yang mengalami sakit parah. Masalah ini dapat membuat anak menjadi murung, sedih, takut, dan khawatir. Selain itu, masalah orangtua atau keluarga dapat membuat perubahan perilaku pada anak, seperti tidak mau bermain dengan teman-temannya di sekolah, bengong waktu belajar, tidak konsentrasi, berperilaku agresif, atau mengalami penurunan prestasi akademik.
Mengalami Masalah Kesehatan Mental
Masalah kesehatan mental adalah suatu kondisi dimana pikiran, perasaan, perilaku, atau suasana hati seseorang terganggu secara signifikan. Hal ini dapat menimbulkan stres, kekhawatiran yang berlebihan, ketakutan, depresi, bermasalah dalam komunikasi dan relasi dengan orang lain, berperilaku destruktif, menyakiti diri sendiri, atau menyakiti orang lain.
Terdiagnosa Penyakit
Terdiagnosa penyakit tertentu dapat berdampak buruk pada anak, apalagi jika penyakit tersebut adalah penyakit yang berbahaya dan mematikan, misalnya kanker atau HIV/Aids. Diagnosa seperti ini dapat menimbulkan berbagai emosi negatif pada anak, seperti sedih, ketakutan, malu, atau depresi, sehingga memperburuk kondisi kesehatan anak.
Terjadi Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku tertentu pada anak perlu diwaspadai, seperti: menarik diri dari orangtua, keluarga atau teman-teman; tampak murung atau sedih; menjadi gampang tersinggung dan marah; agresif; atau malas. Perubahan perilaku seperti ini adalah tanda bahwa telah terjadi sesuatu pada anak.
Prestasi Akademik Menurun Drastis
Prestasi akademik yang turun naik adalah hal yang biasa dalam proses belajar anak. Akan tetapi, apabila prestasi akademik anak turun drastis, maka perlu diduga ada hambatan belajar pada anak. Apabila tidak segera diatasi, hambatan tersebut dapat menggangu proses belajar anak dalam tahap selanjutnya.
Ngompol
Ngompol sering dianggap hal yang wajar terjadi pada anak-anak. Akan tetapi, jika anak tiba-tiba ngompol atau menjadi sering ngompol, bisa saja itu berarti anak mengalami gangguan kesehatan fisik atau gangguan psikologis, misalnya stres, kecemasan, atau ketakutan.
Mimpi Buruk
Mimpi buruk adalah mimpi yang menyebabkan anak menjadi cemas atau takut. Selain karena kondisi fisik dan aktifitas, kondisi psikologis dapat menyebabkan terjadinya mimpi buruk pada anak, seperti: gangguan kecemasan, stress, trauma, atau masalah kesehatan mental.
Insomnia
Insomnia yaitu adalah gangguan tidur dimana anak sulit tidur, butuh waktu yang lama untuk bisa tidur, atau terbangun di malam hari dan tidak bisa tidur kembali. Gangguan tidur akan menyebabkan anak mengalami gangguan kesehatan fisik dan psikis.
Gangguan Makan
Gangguan makan adalah kondisi dimana anak mengalami masalah dalam hal makan yang disebabkan masalah psikologis seperti stress, kecemasan, dan depresi. Jika tidak segera diatasi, gangguan makan dapat menyebabkan anak mengalami gangguan kesehatan fisik dan mental.
Merokok, Mengkonsumsi Alkohol atau Narkoba
Selain karena pengaruh teman dan ingin coba-coba, merokok, mengkonsumsi alkohol atau narkoba pada anak disebabkan oleh masalah psikologis atau ketidakmampuan anak dalam menghadapi masalah dan tekanan. Perilaku merokok, mengkonsumsi alkohol atau narkoba berbahaya bagi anak dan akan membawa anak dalam persoalan hukum.
Berbicara tentang Membunuh atau Bunuh Diri
Membunuh dan bunuh diri bukan topik percakapan yang menyenangkan dan juga bukan topik yang biasa pada percakapan anak-anak. Oleh karena itu, harus waspada jika anak tiba-tiba suka berbicara tentang membunuh dan bunuh diri.
Melakukan suatu Aktifitas dengan Berulang-ulang
Jika anak melakukan suatu aktivitas dengan berulang-ulang bisa jadi ia merasa tidak percaya diri, atau merasa sesuatu yang buruk akan terjadi bila tidak melakukan itu. Jika aktivitas itu adalah mencuci tangan, kaki, wajah atau mandi, maka bisa jadi ia merasa dirinya kotor. Ini menunjukkan ada masalah pada anak.
Mengatakan Melihat Sesuatu atau Mendengar Sesuatu yang Tidak Dilihat atau Didengar Orang Lain
Bila anak mengatakan melihat sesuatu atau mendengar sesuatu yang tidak dilihat atau didengar orang lain, itu pertanda bahwa anak mengalami suatu masalah serius sehingga anak harus dibantu.
Melakukan Tindakan untuk Menyakiti Diri Sendiri atau Orang Lain
Tindakan apa pun yang dilakukan anak untuk menyakiti dirinya atau orang lain tidak dapat ditoleransi. Ini pertanda ada masalah serius pada anak dan ia harus ditolong.
Mengatakan Hal-hal yang Aneh atau Tidak Masuk Akal
Banyak anak usia 2 atau 3 tahun yang suka mengatakan hal-hal yang aneh atau tidak masuk akal, misalnya: anak berkata mau menjadi spiderman. Hal Ini tidak perlu dikhawatirkan karena pada fase tersebut anak sedang dalam masa perkembangan kognitif. Akan tetapi, jika anak yang sudah besar mengatakan hal-hal yang aneh dan tidak masuk akal, maka perlu dicermati. Bisa jadi itu adalah tanda anak mengalami gangguan kesehatan mental.
Adiksi
Adiksi adalah suatu kondisi dimana anak mengalami keterikatan terhadap sesuatu, baik itu berupa benda, zat atau perilaku. Misalnya: adiksi terhadap games, gawai, rokok, narkoba atau pornografi. Adiksi merusak otak anak. Oleh karena itu, anak yang mengalami adiksi harus segera ditolong.
Konseling anak adalah layanan profesional, oleh karena itu orang yang melakukan layanan konseling kepada anak harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagai konselor. Ia harus memahami psikologi dan perkembangan anak dan memiliki kompetensi sebagai konselor anak. (SRP)