Oleh: Susi Rio Panjaitan
“Bintang adalah seorang anak berusia 8 tahun yang cerdas dan penuh semangat. Ia suka bermain sepak bola, menggambar, bercerita, dan bercita-cita menjadi astronot. Bintang suka menceritakan tentang mimpinya kepada teman-temannya. Namun, ada satu hal yang selalu membuat Bintang merasa sedih. Ia mengalami kesulitan membaca. Di sekolah, Bintang sering tertinggal saat guru meminta murid-murid membaca buku cerita. Huruf-huruf di halaman buku sering terlihat seperti menari-nari di depan matanya. Meskipun berusaha keras, Bintang sering salah membaca kata, dan ia menghabiskan waktu terlalu lama untuk memahami satu kalimat. Padahal, teman-temannya membaca dengan lancar. Hal itu membuat Bintang merasa malu.”
Cerita di atas hanyalah ilustrasi. Akan tetapi, ada banyak anak seperti Bintang. Mereka mengalami hambatan membaca yang signifikan sehingga memengaruhi proses pembelajaran mereka di sekolah. Hambatan membaca pada anak adalah kondisi di mana anak mengalami kesulitan dalam belajar membaca atau memahami teks tertulis. Hambatan ini bisa bervariasi dari ringan hingga berat dan dapat berdampak signifikan pada perkembangan akademis dan sosial anak. Salah satu jenis hambatan membaca yang umum dialami oleh anak-anak adalah disleksia. Disleksia adalah gangguan neurologis, di mana cara kerja otak penyandangnya berbeda dari cara kerja otak orang lain. Hal ini mengakibatkan penyandangnya mengalami kesultan dalam belajar membaca, menulis, dan mengeja. Disleksia bukan karena masalah ketidakcerdasan, karena pada umumnya penyandangnya memiliki tingkat kecerdasan yang normal atau bahkan di atas rata-rata.
Anak dengan disleksia kesulitan dalam mengenali kata-kata, walaupun kata-kata tersebut telah mereka lihat berulang kali. Mereka juga kesulitan dalam memahami kata-kata tertulis dan memahami teks, tetapi mengerti jika kata-kata itu diucapkan orang secara verbal/lisan. Anak dengan disleksia mengalami kesulitan membaca, terutama dalam menghubungkan huruf dengan suara yang sesuai. Mereka membaca dengan lambat, tidak akurat, dan sering salah mengucapkan kata-kata. Karena disleksia memengaruhi kemampuan untuk menghubungkan suara dengan huruf, orang dengan disleksia sering kali kesulitan mengeja kata-kata dengan benar, misalnya: sulit membedakan huruf (seperti “b” dan “d”). Anak dengan disleksia juga mengalami masalah dengan fonologi. Fonologi adalah kemampuan untuk mendengar, mengenali, dan menggunakan suara dalam bahasa. Anak dengan disleksia mengalami kesulitan dalam memecah kata menjadi suara-suara terpisah atau menggabungkan suara-suara untuk membentuk kata. Karena harus bekerja sangat keras untuk mengenali dan membaca kata-kata, pemahaman bacaan pada anak dengan disleksia menjadi terganggu. Mereka mungkin bisa membaca teks/tulisan, tetapi tidak memahami atau mengingat isinya. Kemampuan mereka dalam memproses dan mengingat informasi jangka pendek seperti instruksi yang baru saja didengar atau urutan huruf dalam kata juga terganggu. Anak dengan disleksia membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan tugas yang melibatkan membaca atau menulis.
Penyebab disleksia tidak sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa faktor yang diyakini berkontribusi terhadap kondisi ini. Disleksia biasanya disebabkan oleh faktor genetika dan variasi dalam struktur dan fungsi otak. Disleksia sering kali turun-temurun dalam keluarga. Jika salah satu orang tua atau anggota keluarga dekat memiliki disleksia, kemungkinan besar anak juga bisa mengalaminya. Penelitian menunjukkan bahwa disleksia terkait dengan cara otak memproses informasi linguistik. Orang dengan disleksia memiliki perbedaan dalam struktur atau fungsi otak, khususnya di area yang terkait dengan pemrosesan bahasa. Meskipun disleksia lebih sering disebabkan oleh faktor genetika, faktor lingkungan seperti paparan alkohol atau nikotin selama kehamilan, kelahiran prematur, atau berat badan lahir rendah juga dapat meningkatkan risiko disleksia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masalah selama perkembangan awal otak, seperti kekurangan oksigen saat lahir, juga bisa menjadi faktor risiko disleksia. Diagnosis terhadap disleksia biasanya dilakukan melalui serangkaian tes yang mengukur kemampuan membaca, menulis, mengeja, serta kemampuan kognitif lainnya seperti memori dan kemampuan bahasa. Tes ini biasanya dilakukan oleh seorang psikolog pendidikan atau spesialis gangguan belajar. Diagnosis dini sangat penting agar anak dapat menerima dukungan dan intervensi yang tepat secepat mungkin.
Anak dengan disleksia sering mengalami tantangan psikologis yang dapat memengaruhi kesejahteraan emosional dan perkembangan sosial mereka. Kesulitan dalam membaca, menulis, dan belajar dapat membuat anak merasa frustrasi, terutama ketika melihat teman sebayanya dapat melakukan hal-hal yang mereka anggap sulit. Perasaan ini dapat menyebabkan stres, baik di sekolah maupun di rumah. Karena disleksia memengaruhi prestasi akademis, anak dengan disleksia dapat menjadi merasa kurang percaya diri. Mereka merasa tidak sepandai teman-temannya. Hal ini dapat menyebabkan penurunan rasa harga diri pada anak. Kecemasan sering muncul sebagai respons terhadap tantangan akademis yang berkelanjutan. Hal ini menyebabkan anak merasa cemas dengan tugas sekolah, ujian, atau bahkan hanya membaca di depan kelas. Kecemasan ini dapat mempengaruhi performa anak secara keseluruhan. Selain itu, anak dengan disleksia dapat merasa berbeda dari teman-temannya sehingga membuatnya mengalami kesulitan dalam hubungan sosial. Perasaan tidak dimengerti atau diabaikan oleh teman-teman sekelas dapat menyebabkan perasaan kesepian dan isolasi sosial. Ada anak dengan disleksia yang menunjukkan perilaku bermasalah sebagai bentuk ekspresi frustrasi mereka. Misalnya, perilaku menentang, menarik diri, atau bahkan masalah disiplin di sekolah. Karena tugas-tugas yang melibatkan membaca dan menulis sangat sulit bagi mereka, anak dengan disleksia cenderung menghindari pekerjaan sekolah atau aktivitas yang dianggap sulit. Ini tentu akan berdampak negatif pada prestasi akademis mereka.
Meskipun disleksia adalah kondisi yang melekat pada penyandangnya seumur hidup, dengan dukungan dan metode pengajaran yang tepat, individu dengan disleksia dapat belajar membaca dan menulis secara efektif. Ada banyak cara untuk membantu anak dengan disleksia mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Pada umumnya intervensi terhadap disleksia dilakukan dengan menggunakan pendekatan multisensori yang menggabungkan pendengaran, penglihatan, dan sentuhan untuk membantu pengenalan kata dan pemahaman teks. Dukungan tambahan dari orang tua, guru, tutor, dan penggunaan teknologi pendukung juga dapat sangat bermanfaat. Menolong anak dengan disleksia memerlukan pendekatan yang penuh kesabaran, konsisten, dan didukung oleh metode yang tepat. Berikut beberapa strategi yang dapat digunakan untuk membantu anak dengan disleksia.
Identifikasi Dini
Identifikasi disleksia sejak dini sangat penting. Jika anak menunjukkan tanda-tanda kesulitan dalam membaca atau menulis, segeralah berkonsultasi dengan ahli seperti psikolog pendidikan atau ahli pendidikan anak dengan gangguan belajar!
Memberikan Dukungan Emosional
Mendengarkan dan memvalidasi perasaan anak sangat penting. Bantu mereka memahami bahwa disleksia adalah tantangan yang dapat diatasi, dan banyak orang sukses juga mengalaminya.
Mendorong Anak untuk Terlibat dalam Kegiatan Sosial
Dorong anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau ekstrakurikuler yang mereka nikmati, yang bisa membantu mereka merasa lebih diterima dan dihargai.
Menggunakan Metode Pengajaran Multisensori
Anak dengan disleksia sering kali merespons baik terhadap metode pengajaran yang melibatkan berbagai indera (visual, auditori, kinestetik). Misalnya, menggabungkan gambar dengan suara atau gerakan tangan saat belajar membaca dan menulis.
Latihan Membaca secara Berulang
Anak dengan disleksia memerlukan lebih banyak waktu dan pengulangan dalam belajar membaca. Membaca bersama secara rutin dan mengulang kata-kata atau kalimat yang sulit dapat membantu memperkuat kemampuan mereka dalam membaca.
Menggunakan Teknologi
Ada berbagai perangkat lunak dan aplikasi yang dirancang khusus untuk membantu anak dengan disleksia. Misalnya, perangkat lunak teks-ke-suara dapat membantu mereka mendengar kata-kata saat membaca, sementara aplikasi lain dapat membantu dalam ejaan dan menulis.
Membangun Rasa Percaya Diri pada Anak
Sangat penting untuk mendukung anak secara emosional. Fokus pada kelebihan dan keterampilan lain yang dimiliki anak. Berikan mereka kesempatan untuk bersinar di bidang lain yang tidak terkait dengan membaca atau menulis! Berikan pujian atas usahanya dan jangan hanya fokus pada hasil! Dengan memahami bahwa anak memerlukan waktu lebih lama dan menunjukkan kesabaran akan sangat membantu anak. Dengan demikian, kemampuan anak dalam membaca dapat berkembang.
Menciptakan Lingkungan yang Kondusif
Ciptakanlah lingkungan belajar yang kondusif, yang bebas dari distraksi dan penuh dukungan! Lingkungan yang kondusif akan membuat anak merasa aman, nyaman, dan semangat untuk belajar. Ini juga termasuk menyediakan waktu yang cukup bagi anak untuk belajar dan menyesuaikan tugas dengan kemampuan anak.
Bekerjasama dengan Guru
Bekerjasamalah dengan guru anak untuk memastikan anak mendapatkan dukungan yang diperlukan di sekolah. Dengan demikian, guru dapat menyesuaikan metode pembelajaran dan memberikan bantuan tambahan untuk anak di kelas.
Memberikan Bimbingan Khusus
Dalam beberapa kasus, bimbingan khusus dari ahli disleksia atau tutor yang terlatih dapat sangat membantu anak. Ahli dapat memberikan strategi dan teknik khusus untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi anak.
Konsultasi dengan Ahli
Karena tantangan yang ia hadapi akibat disleksia, ada anak yang mengalami masalah psikologis. Terapi psikologis atau konseling dapat membantu anak mengembangkan strategi untuk mengatasi kecemasan, stres, dan masalah lain yang terkait dengan disleksia.
Mengenal dan memahami disleksia sejak dini adalah kunci untuk membantu anak-anak dengan disleksia. Dengan dukungan yang tepat, anak dengan disleksia dapat mengembangkan strategi belajar untuk mengatasi hambatan ini dan mencapai kesuksesan dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan yang tepat, anak dengan disleksia dapat mengembangkan keterampilan mereka dan mencapai potensi penuh mereka. (SRP)