MENGEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI PADA ANAK

Share

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Dalam semua aspek kehidupannya, manusia membutuhkan manusia lain. Itulah sebabnya manusia disebut sebagai mahluk sosial. Manusia membutuhkan dan dibutuhkan oleh orang lain. Oleh karena itu,  setiap orang perlu memiliki relasi yang harmonis dengan lingkungan sosialnya. Relasi yang harmonis dengan orang lain hanya akan dapat dibangun melalui komunikasi yang efektif.

Manusia adalah mahluk yang unik. Tidak ada dua orang atau lebih yang benar-benar sama satu sama lain, bahkan mereka yang kembar sekalipun. Setiap orang berbeda dengan orang lain baik dalam fisik, sikap, kepribadian, selera, cara berpikir, cara pandang, minat, bakat, kecerdasan, dan lain-lain.  Perbedaan ini muncul karena berbagai faktor, misalnya: riwayat dalam kandungan dan kelahiran, kondisi alam di mana ia lahir dan dibesarkan, pola asuh yang diterima dari orang tua atau wali, budaya keluarga, nilai-nilai dalam keluarga, lingkungan sosial di mana ia tinggal, latar belakang suku, latar belakang agama yang dianut, makanan dan minuman yang dikonsumsi, nutrisi, pendidikan, kondisi dan kebijakan negara di mana ia menjadi warga negara, dan lain-lain. Oleh karena itu, membanding-bandingkan orang yang satu dengan yang lainnya adalah perilaku yang tidak konstruktif. Keberbedaan dan keberagaman adalah keniscayaan. Itu adalah keunikan yang indah. Selain itu, menuntut semua orang menjadi sama atau seragam adalah tindakan yang sia-sia bahkan berbahaya karena berpotensi menimbulkan berbagai masalah yang serius.

Orang yang tidak memiliki sikap toleransi akan mengalami masalah dalam lingkungan sosialnya dan berpotensi melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Misalnya: menganggap orang lain buruk atau lebih rendah dari dirinya, atau melakukan tindakan diskrimatif. Selain merugikan orang lain, sikap tidak toleransi juga akan merugikan diri individu yang bersangkutan. Ia akan mengalami masalah serius dalam lingkungan sosialnya. Misalnya: dijauhi oleh teman-temannya atau orang lain, padahal orang-orang ini adalah orang-orang yang berpotensi mendatangkan yang baik untuk dirinya. Dalam tingkat yang lebih serius, sikap tidak toleran pada individu dapat membuatnya melakukan tindakan-tindakan tertentu, yang mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Pelanggaran terhadap HAM bukan pelanggaran biasa, tetapi merupakan hal serius yang berpotensi memicu berbagai konflik serta melanggar hukum.

Agar hidup harmonis dapat tercipta, maka setiap orang perlu memiliki sikap toleransi. Sikap ini penting untuk ditumbuhkembangkan dalam diri individu sejak dini. Jika sejak dini dalam diri anak sudah ditanamkan sikap toleransi, maka ia akan tumbuh menjadi individu yang memahami dan mampu menerima orang lain sebagai pribadi yang unik, istimewa dan berharga, sebagaimana dirinya juga adalah individu yang unik, istimewa dan berharga. Dengan demikian, ia tidak akan menghina orang lain, tidak akan memaksa orang lain untuk menjadi orang yang berbeda atau menjadi sama dengan dirinya, tidak akan melakukan perundungan (bullying), dan tidak akan melakukan diskriminasi. Sikap yang konstruktif ini akan berdampak positif bagi diri anak dan orang lain.  Oleh karena itu, perlu untuk melatih anak mengembangkan sikap toleransi sejak dini.

Guna melatih anak dalam mengembangkan sikap toleransi diperlukan strategi yang efektif. Misalnya: memperkenalkan anak pada keberbedaan dan keberagaman individu, menanamkan pada anak bahwa keberbedaan dan keberagaman itu indah, menanamkan pada anak bahwa keberbedaan dan keberagaman adalah anugerah, bukan musibah, menanamkan pada anak bahwa setiap individu unik, istimewa dan berharga, dan mengijinkan bahkan membantu orang lain mendapatkan sesuatu sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, strategi lain yang juga efektif adalah orang tua harus dapat menjadi contoh yang baik bagi anak dalam hal bersikap toleransi.

Anak perlu diperkenalkan keberbedaan dan keberagaman individu, baik dalam fisik, cara berpikir, selera, minat, bakat atau potensi, kepercayaan, dan lain-lain. Anak perlu menyadari bahwa manusia tidak seragam dan tidak perlu seragam atau diseragamkan. Ada orang yang warna kulitnya kuning, hitam, coklat, tetapi ada juga yang warna kulitnya putih. Ada orang yang bentuk matanya bulat,  tetapi ada orang bermata sipit,  kecil, dan besar. Ada orang yang warna bola matanya hitam, coklat, biru, tetapi ada orang warna bola matanya hijau. Ada orang yang rambutnya lurus, tetapi ada juga yang keriting atau ikal. Ada orang yang tubuhnya tinggi, pendek, gemuk, tetapi ada orang bertubuh kurus. Selain kondisi fisik yang demikian, ada juga kondisi fisik yang membuat manusia menjadi berbeda dan beragam, misalnya individu dengan tunadaksa. Anak juga perlu memahami bahwa manusia juga berbeda dan beragam dalam hal berkomunikasi. Misalnya: ada orang yang berkomunikasi secara verbal dengan bahasa tertentu, ada yang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat dan membaca gerakan bibir, dan ada juga yang berkomunikasi dengan menggunakan gambar atau tulisan. Keberbedaan dan keberagaman manusia juga dapat disebabkan iman, kepercayaan, dan agama yang ia anut. Ada orang beragama Kong Hu Cu, Hindu, Budha, Katolik, Kristen, tetapi ada orang beragama  Islam. Ada juga orang yang menganut kepercayaan tertentu tanpa dilekatkan pada agama tertentu. Anak juga perlu memahami tentang disabilitas, baik itu disabilitas fisik, sensorik, mental, sosial, maupun intelektual karena kondisi ini dapat membuat individu tampak berbeda dbanding dengan orang-orang yang tidak menyandang disbalitas. Contoh: anak penyandang downsyndrome akan tampak berbeda dengan anak yang tidak menyandang downsyndrome.

Sedemikian banyaknya bentuk keberbedaan dan keberagaman pada manusia, serta hal-hal yang menyebabkan keberbedaan dan keberagaman tersebut. Hal tersebut perlu dilihat sebagai keindahan. Dalam keberbedaan dan keberagaman tersebut, sebagai mahluk yang percaya kepada Tuhan yang Mahakuasa kita dapat melihat kemahakuasaan Tuhan, Sang Pencipta dan Pemilik alam semesta, termasuk manusia.  Misalnya: walaupun  menyandang disabilitas, tetap produktif dan menghasilkan karya-karya yang luar biasa indah untuk kemaslahatan orang banyak.  Dalam keterbatasan manusia, terlihat dengan jelas ketidakterbatasan Tuhan. Seperti orkestra  yang terdiri dari berbagai alat musik yang berbeda, menjadi pertunjukkan musik yang indah, yang menyukakan telinga dan hati banyak orang.  Dengan demikian anak akan melihat keberbedaan dan keberagaman sebagai keindahan.

Selain indah, keberbedaan dan keberagaman adalah adalah anugerah, bukan musibah. Hal ini perlu ditanamkan pada anak sejak dini. Keberbedaan dan keberagaman membuat manusia saling melengkapi, saling menolong, saling memberi, saling menerima, dan saling bergantung. Ada yang suka bernyanyi, ada yang suka bermain piano, ada yang suka bermain biola, ada yang suka bermain gitar, ada yang suka bermain melodi, ada yang suka bermain saxophone, dan yang suka menari, maka jadilah pertunjukkan yang sangat menarik hati. Ada yang suka menulis, ada yang suka mendisain, ada yang suka memeriksa tulisan, ada yang suka mencetak, dan ada yang suka mendistribusikan, maka jadilah buku yang bagus, yang berguna bagi banyak orang. Keberbedaan dan keberagaman bukan musibah, tetapi anugerah karena dengan demikian manusia menjadi dapat berkolaborasi menciptakan karya-karya kehidupan yang indah.

Hal lain yang dapat dilakukan guna mengembangkan sikap toleransi pada anak adalah menanamkan pada anak sejak dini bahwa setiap individu unik, istimewa dan berharga. Keberbedaan dan keberagaman adalah bukti bahwa setiap individu unik, istimewa dan berharga. Dengan pemahaman ini maka dalam diri anak akan muncul rasa percaya diri yang sehat walaupun ia menyadari dirinya berbeda dengan teman-temannya. Selain itu, ia juga akan mampu  menerima orang lain dengan benar sekalipun orang tersebut tampak berbeda dengan dirinya.  Anak juga akan memiliki keterampilan berkomunikasi dan berelasi yang efektif. Hal ini berguna bagi berbagai aspek perkembangan anak, terutama aspek sosio-emosionalnya.

Anak juga perlu dilatih untuk mengijinkan bahkan membantu orang lain mendapatkan sesuatu sesuai dengan kebutuhannya. Contoh: tidak memaksa adik kecil yang berusia 2 (dua) tahun untuk dapat bermain bola besar seperti dirinya yang sudah berusia 7 (tujuh) tahun. Jadi, jika bermain bola dengan adik kecil, maka dapat menggunakan bola kain yang lembut agar dapat dilempar dan ditendang adik, serta tidak membuat adik merasa sakit jika terkena bola tersebut.

Dalam mengembangkan sikap toleransi pada anak diperlukan penguatan berupa keteladanan dari orang tua. Bagi anak-anak pada umumnya, metode belajar yang efektif adalah mencontoh apa yang mereka lihat dan dengar. Itulah sebabnya, orang tua harus dapat menjadi contoh yang baik bagi anak dalam bersikap toleransi. Hal ini dapat dilakukan melalui cara-cara sederhana yang dapat dipahami anak. Misalnya: tidak mengejek atau menghina agama orang lain atau suku orang lain, tidak menjadikan kondisi tertentu dari orang lain sebagai bahan lelucon, dan tidak melakukan diskriminasi.

Setiap anak unik. Oleh karena itu, dalam mengajar guna  mengembangkan sikap toleransi pada anak perlu memerhatikan keunikan, usia serta perkembangan anak. Perlu dipilih kata-kata yang sederhana, yang dipahami oleh anak, yang dapat dihubungkan dengan perilaku tertentu. Daripada menggunakan kata “diskiriminasi” pada anak usia 5 (lima) tahun, lebih efektif jika menggunakan contoh. Misalnya: “Ia hanya mau bermain dengan teman yang bajunya bagus, tidak mau bermain dengan teman yang bajunya jelek. Contoh sederhana ini lebih dapat dipahami oleh anak berusia lima tahun tentang diskriminasi, daripada langsung mengatakan:”kalau bermain tidak boleh diskriminasi”. (SRP)

 

Share

Related posts

Leave a Comment