MENGATASI TANTRUM PADA ANAK AUTIS

Share

Oleh: Susi Rio Panjaitan

 

Tantrum pada anak autis adalah kondisi di mana anak menangis dan marah, disertai menyakiti diri sendiri dengan cara membanting-banting tubuhnya, membenturkan kepala ke dinding, menggigit dirinya sendiri, menjambak rambutnya sendiri; melempar atau menendang barang-barang di sekitarnya; atau menyakiti orang lain dengan cara menjambak, melempar, menendang, menggigit. Biasanya, anak autis tantrum karena merasa tidak nyaman. Rasa tidak nyaman ini dapat disebabkan: berada di tempat yang terlalu berisik atau ada suara melengking, berbau/beraroma tertentu, gelap atau terlalu silau, panas atau terlalu dingin; lapar; mengantuk; lelah; dipaksa melakukan sesuatu dan ia tidak suka; merasa bosan; atau menginginkan sesuatu tetapi tidak mendapatkan. Keterbatasannya dalam bahasa reseptif dan ekspresif memperparah ketidaknyamannya. Hal inilah yang memunculkan perilaku tantrum.

Walaupun tantrum adalah perilaku yang dapat dipahami dan sering terjadi pada anak autis, tantrum adalah perilaku yang berpotensi menimbulkan bahaya bagi anak dan orang lain. Perilaku tantrum pada anak dapat melukai dirinya sendiri dan orang lain, serta dapat menyebabkan kerugian material akibat rusaknya barang-barang. Selain itu, tantrum membuat lingkungan di sekitar anak yang sedang tantrum menjadi terganggu. Jika terjadi di tempat umum, suara tangisan dan teriakan dapat membuat orang lain terkejut dan panik, jika terjadi di sekolah, maka akan mengganggu konsentrasi guru-guru dan anak-anak lain, sehingga mengganggu proses pembelajaran. Anak yang sering tantrum akan menakutkan bagi orang-orang di sekitarnya. Dalam aspek yang lebih luas, jika anak memiliki perilaku tantrum, maka ia akan dihindari atau dikucilkan oleh orang lain, termasuk teman-temannya. Ia juga tidak akan diajak ke tempat-tempat umum, misalnya restoran, arena bermain anak, pasar, tempat wisata, dan lain-lain. Akibatnya, anak akan kehilangan berbagai kesempatan yang menyenangkan dan bermanfaat bagi dirinya.

Oleh karena itu, perilaku tantrum pada anak autis harus diatasi. Mengatasi perilaku tantrum pada autis dapat dilakukan dalam bentuk preventif maupun kuratif. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai langkah preventif dan kuratif.

 

Upaya Preventif

  1. Ada hal-hal tertentu yang dapat menstimulasi munculnya perilaku tantrum pada anak autis. Jika memungkinkan, hindarkan anak dari situasi tersebut.
  2. Jika anak tidak dapat dihindarikan dari tempat atau kondisi tertentu yang berpotensi membuatnya tantrum, misalnya tempat baru, ruangan yang berisik, bau tertentu, tugas sekolah atau PR yang dirasa terlalu banyak, kelelahan, atau cahaya matahari yang terlalu silau, maka bantu anak menghadapi situasi tersebut. Misalnya: memakaikan topi dan kaca mata pada anak sebelum terpapar sinar matahari, meminta anak memakai headset di tempat yang berisik, menggenggam tangan anak ketika berjalan atau berada di tempat yang dapat menstimulasinya tantrum, dan memakai penutup hidung di tempat dengan aroma yang tidak nyaman buat anak. Jika tugas sekolah atau PR yang banyak dapat membuat anak tantrum, maka strateginya adalah berikan tugas dengan bertahap, sedikit demi sedikit. Apabila terlalu lelah berpotensi memunculkan tantrum pada anak, maka minta ia untuk beristirahat secara berkala.
  3. Biasanya, sebelum anak autis tantrum, ia menunjukkan pola perilaku tertentu, misalnya: berguman, menghentak-hentakkan kaki, mecoret-coret dengan tampak kesal, menggigit-gigit kuku, mengayun-ayun tubuh, menjerit, dan lain-lain. Pola ini tidak selalu sama pada setiap anak. Oleh karena itu, orang tua perlu memahami pola perilaku anak yang berindikasi tantrum. Bila anak menunjukkan pola perilaku ini, maka perlu untuk segera mengalihkan perhatian anak kepada hal-hal yang dapat meredakan emosinya dan membuatnya nyaman. Misalnya: makan, lompat-lompat, menyiram tanaman, dan lain-lain. Apa yang dapat meredakan emosi dan membuat nyaman pada masing-masing anak juga berbeda, maka orang tua juga harus memahami ini. Dengan pengalihan seperti ini, perilaku tantrum pada anak dapat dihindari.
  4. Melatih anak untuk meregulasi emosi dan menenangkan diri. Misalnya: rasa marah, jengkel atau sedih dapat diekspresikan dengan menggambar atau bermain musik. Menenangkan diri juga dapat dilakukan dengan cara mendengarkan musik dan mengolah pernafasan. Duduk atau berdiri dengan rileks, menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan nafas pelan-pelan terbukti dapat membuat orang lebih tenang.
  5. Hambatan dalam berkomunikasi merupakan salah satu karakteristik yang khas pada anak autis. Hambatan ini tidak hanya terjadi pada anak autis yang tidak memiliki kemampuan verbal, tetapi terjadi juga pada anak autis yang memiliki kemampuan verbal. Hambatan berkomunikasi berpotensi memicu perilaku tantrum pada anak. Oleh karena itu, anak perlu dilatih berkomunikasi, baik secara reseptif dan ekspresif. Keterampilan berkomunikasi pada anak autis dapat dilatih dan dikembangkan baik secara verbal/lisan, menggunakan gambar, tulisan, maupun bahasa tubuh.

 

Upaya Kuratif

  1. Ketika anak tantrum, harus dipastikan anak berada di tempat yang aman. Jauh dari api, tidak ada benda tajam, tidak ada benda-benda yang mudah dijangkau untuk dilempar, tidak dekat tangga, lift atau eskalator, atau tidak dekat jalan raya.
  2. Bila tantrum terjadi di tempat umum, misalnya ruang kelas, pasar, arena bemain publik, atau pusat perbelanjaan, maka anak perlu segera dibawa ke tempat yang aman dan nyaman baginya. Misalnya: dibawa ke mobil dan diajak pulang.
  3. Jika tantrum semakin menjadi, anak perlu dibawa anak ke ruang tenang. Ruang tenang adalah ruangan yang nyaman dan aman untuk anak. Misalnya: seluruh lantai dilapisi matras yang lembut dan empuk tetapi kuat; seluruh dinding dilapisi dengan alas yang kuat, tetapi empuk dan lembut; suhu udara sejuk dengan cahaya yang pas; dan aroma ruangan yang menyegarkan dan melegakan. Ketika anak membanting-banting tubuhnya, membenturkan kepada ke dinding, atau melompat-lompat, maka ia akan tetap aman. Ruangan ini dapat membuat emosinya segera reda. Perlu diperlengkapi dengan kamera pengawas (CCTV – Closed-Circuit Television), terutama jika ada di sekolah atau tempat terapi. Anak tidak boleh dibiarkan sendirian aaat berada di ruang tenang. Harus ada yang menemani. Orang yang menemani anak bertugas memastikan anak tetap aman selama di ruangan itu. Orang yang menemani anak harus orang yang disukai anak. Artinya, orang itu dikenal dan mengenal anak dengan baik, dan anak selalu merasa nyaman dengannya. Selain untuk memastikan keamanan anak, pemilihan orang ini juga untuk menghindari anak semakin tantrum.
  4. Walaupun sering kali apa yang menyebabkan anak tantrum tidak diketahui dengan pasti, perlu untuk tetap mencari tahu. Ini penting guna mencari solusi dan untuk mencegah tantrum terjadi lagi.
  5. Ada anak yang nyaman dengan pelukan dan usapan di kepala. Jika anak nyaman dengan pelukan dan usapan di kepala, maka memeluk dan mengusap lembut kepala anak dapat meredakan tantrumnya. Akan tetapi, jika anak sensitif dengan sentuhan, maka sentuhan harus dihindari karena dapat membuat anak semakin tantrum.
  6. Menawarkan sesuatu yang dirasa benar-benar menarik bagi anak. Misalnya: makan es krim, roti kegemarannya, main games kesukaannya, naik mobil keliling komplek perumahan,  dan lain-lain. Tawaran dapat disampaikan dengan menggunakan gambar, sekalipun anak mengerti bahasa verbal. Saat tantrum, konsentrasi anak terganggu, sehingga ada kemungkinan ia tidak mendengar dengan jelas atau tidak memahami apa yang dikatakan padanya. Gambar akan membantu anak menjadi terterik dan paham.
  7. Saat anak tantrum, cegah anak dari melakukan tindakan berbahaya, misalnya: menyakiti dirinya sendiri, menyakiti orang di sekitarnya, atau melakukan tindakan merusak. Upaya ini dilakukan sembari menjaga diri sendiri agar tidak disakiti oleh anak.
  8. Perhatikan intesitas tantrum anak! Ketika tantrumnya sudah mereda, maka boleh diajak bicara pelan-pelan. Jika anak berespon positif, maka bicara dapat dilanjutkan. Jika anak diam saja atau malah menunjukkan sikap tidak suka, sebaiknya berhenti bicara atau bertanya.
  9. Hal yang juga penting untuk diperhatikan oleh orang tua atau pengasuh ketika anak autis tantrum adalah tetap menjaga emosi diri sendiri agar tetap stabil. Tidak boleh marah apalagi memukul anak. Hal ini akan menyakiti anak dan berpotensi membuatnya semakin tantrum.
  10. Anak yang sedang tantrum tidak boleh dibiarkan sendirian. Hal ini berisiko membuat anak melakukan hal-hal yang berbahaya.
  11. Jika anak tantrum karena permintaannya ditolak, hindari untuk segera memberikannya! Lebih baik tawarkan hal lain. Hal ini untuk menghidari anak mengidentifikasi bahwa tantrum adalah cara terbaik untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
  12. Ketika tantrum sudah reda dan kondisi sudah kondusif, anak perlu diajar bahwa tantrum tidak baik, bukan solusi, dan bukan cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Misalnya: “Kalau adek mau roti, bilang ya Nak, jangan marah!” Hal ini untuk mengajarkan pada anak bahwa cara terbaik untuk mengungkapkan sesuatu adalah komunikasi, bukan marah. Kartu atau animasi dapat dipakai untuk mengajarkan hal ini pada anak. (SRP)
Share

Related posts

Leave a Comment