SENI BERSAHABAT DENGAN REMAJA

Share

Oleh : Susi Rio Panjaitan

Banyak yang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang sangat indah dan tidak terlupakan. Masa yang ditandai dengan pubertas ini memang menjadi masa yang sangat berkesan bagi banyak orang. Pada masa ini orang mulai boleh berkumpul dan melakukan aktifitas bersama teman-temannya tanpa dikawal oleh orangtua atau orang dewasa lainnya dan sudah banyak yang mengalami jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Peristiwa jatuh cinta inilah yang membuat banyak orang menganggap bahwa masa remaja adalah masa yang paling indah dibanding dengan masa-masa lain dalam rentang kehidupan manusia. Pubertas yang menandai masa remaja berupa menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki, biasanya terjadi pada usia sekitar 10-14 tahun (menstruasi) dan pada usia sekitar 13-16  tahun (mimpi basah).  Jika dilihat dari usia, berdasarkan hukum positif Indonesia, remaja masuk dalam kategori anak.

Walaupun pada umumnya orang menganggap bahwa masa remaja adalah masa yang menyenangkan, tetapi ada juga yang menganggap bahwa remaja adalah kelompok usia yang sulit. Banyak orangtua yang mengaku kesulitan mendidik anak-anak mereka yang berusia remaja. Mereka mengatakan remaja sulit diatur, emosional, keras kepala, mau menang sendiri dan lain sebagainya. Tidak sedikit orangtua yang berkonflik dengan anak remaja mereka. Padahal, masa remaja adalah masa yang rentan dengan banyak hal yang negatif sehingga mereka membutuhkan pendampingan orangtua. Cara mendampingi remaja tentu berbeda dengan cara mendampingi anak yang lebih kecil. Untuk dapat mendampingi remaja, maka orangtua harus dapat bersahabat dan menjadi sahabat terbaik bagi anak.

Persahabatan adalah relasi yang sangat dekat dan spesial. Sahabat adalah tempat “curhat”, teman ngobrol, teman berbagi suka duka dan bahkan tempat menyampaikan rahasia hati. Banyak orang yang tidak mau menyampaikan sesuatu yang ia anggap privacy dan rahasia kepada orang lain, termasuk orangtuanya, tetapi ia mau memberitahukan hal tersebut kepada sahabatnya. Orang merasa nyaman dengan sahabatnya. Bepergian atau melakukan kegiatan bersama sahabat adalah hal yang sangat menyenangkan. Setiap ada kesempatan orang akan menyempatkan bertemu dengan sahabatnya, malah ada yang bukan sekedar mengisi kesempatan, tetapi punya jadwal rutin bertemu dengan sahabatnya. Orang yang bersahabat mungkin tidak bertemu setiap hari, tetapi komunikasi di antara mereka terbangun sepanjang waktu. Demikianlah istimewanya sahabat. Itulah sebabnya, orangtua harus dapat bersahabat dan menjadi menjadi sahabat terbaik bagi anak remajanya. Dengan demikian, orangtua akan  dapat mendampingi dan membimbing anaknya memasuki, mengisi dan melewati masa remaja dengan baik.

Persahabatan dapat langgeng jika masing-masing pihak dapat menjalankan perannya dengan baik. Walaupun demikian, jika salah satu pihak sudah menunjukkan sikap yang baik sebagai seorang sahabat, biasanya itu akan lebih memudahkan untuk menjalin suatu persahabatan. Dalam hal menjalin persahabatan dengan anak, orangtua harus mau menempatkan diri sebagai pihak yang paling berkepentingan. Dengan demikian, orangtua akan dengan rela hati dan gembira melakukan upaya-upaya membangun persahabatan dengan anak. Agar dapat bersahabat dan menjadi sahabat yang terbaik baik bagi anaknya yang sudah remaja, ada  beberapa hal yang harus dipahami oleh orangtua, antara lain: orangtua harus memahami remaja dan perkembangannya; orangtua harus dapat menjadi pendengar yang baik; orangtua harus dapat menjadi pembicara yang bijak; orangtua tidak boleh terlalu “kepo” dengan urusan anak dan orangtua harus dapat menjadi teladan.

Memahami Remaja dan Perkembangannya

Bagi sebagaian orang, memahami remaja adalah suatu yang sulit, tetapi ada orang yang dapat memahami remaja dengan baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar dapat memahami remaja dengan baik adalah dengan cara mempelajari karakteristik remaja. Masa remaja adalah masa dimana individu mengalami pubertas. Terjadi perubahan yang bersifat primer maupun sekunder pada laki-laki dan perempuan.  Pada laki-laki, yang menjadi tanda perubahan primer adalah testis sudah memproduksi sperma dan mengalami mimpi basah. Mimpi basah adalah peristiwa ejakulasi atau keluarnya air mani saat tidur karena testis serta salurannya (uretra) terisi penuh dengan sperma. Mimpi basah menunjukkan seorang laki-laki sudah mampu membuahi sel telur dan siap melakukan proses reproduksi. Perubahan sekunder pada laki-laki adalah: ukuran kemaluan bertambah besar; suara menjadi lebih berat, tumbuh kumis dan jenggot, jakun mulai tampak, muncul bau badan tak sedap dan jerawat, tumbuh rambut halus di ketiak, dada dan kemaluan, otot mulai terbentuk, tubuh lebih cepat tinggi dan berisi serta  bahu dan dada lebih bidang.  Pada perempuan, yang menjadi tanda perubahan primer adalah diproduksinya sel telur oleh ovarium dan siap dibuahi oleh sperma. Ini menandakan matangnya organ reproduksi. Jika sel telur dibuahi oleh sperma, maka akan terjadi kehamilan, tetapi jika tidak, maka terjadi menstruasi. Tanda perubahan sekunder pada perempuan adalah: bau badan lebih menyengat, tumbuh rambut halus pada ketiak dan kemaluan, payudara membesar, panggul melebar, suara menjadi lebih lembut dan merdu, kulit menjadi lebih halus dan muncul jerawat.

Remaja dikenal sebagai kelompok usia yang tidak stabil dalam emosi akibat terjadinya perubahan hormon. Emosi mereka cenderung meletup-letup, mudah tersulut, tidak tenang dan tidak stabil.  Kondisi emosi belum stabil membuat remaja sangat mudah dipengaruhi, apalagi oleh teman-teman sebaya atau kelompoknya, sehingga banyak dari  remaja yang terlibat perilaku yang tidak baik, seperti: tawuran, perkelahian personal, seks bebas, mengkonsumsi pornografi, penyalahgunaan napza, dan lain-lain. Perilaku ini tidak terlepas dari perkembangan sosial yang sedang mereka alami. Remaja dalam perkembangan sosialnya sangat lekat dengan kelompoknya (peer group). Kelekatan ini membuat remaja mengadopsi dan menginternalisasi perilaku maupun nilai-nailai yang ada dalam kelompok (konformitas). Yang menjadi masalah adalah jika nilai-nilai dan perilaku tersebut tidak sesuai dengan norma,budaya, ajaran agama yang dianut atau melanggar hukum.

Perkembangan kognitif pada remaja membuat mereka mampu berpikir dengan baik secara kompleks, abstrak, menganalisa dan mengkritisi, membuat hipotesa dan berpikir solutif. Ini adalah potensi yang luar biasa karena mereka dapat melahirkan ide-ide yang cemerlang. Akan tetapi, mereka masih memiliki egosentrisme sehingga belum sepenuhnya mampu melihat dan menerima sudut pandang orang lain. Selain itu, karena emosi mereka belum stabil, mereka cenderung menyampaikan pemikiran mereka dengan cara yang belum tentu dapat sepenuhnya diterima orang lain, misalnya dengan nada suara yang nyaring, volume suara yang tinggi, cepat-cepat, ditambah dengan ekpresi wajah seperti orang sedang “ngegas” (marah). Bagi orang yang tidak memahami remaja, hal ini menjengkelkan dan dapat menimbulkan kesalahpahaman. Aspek perkembangan lain yang perlu dipahami agar dapat bersahabat dengan remaja adalah perkembangan moral-spiritual. Pada masa ini, mereka sudah memahami nilai-nilai yang bersifat indivual, kelompok maupun universal. Mereka sudah memahami dan mampu menerima perbedaan nilai-nilai yang ada pada masing-masing individu maupun kelompok. Merekapun menyadari bahwa mereka adalah bagian dari suatu kelompok kecil dan kelompok besar tertentu dimana di sana ada nilai-nilai dan hukum yang berlaku. Walaupun demikian, karena kemampuan berpikir mereka belum sepenuhnya matang, mereka masih mempertanyakan dan meragukan eksistensi kebenaran, terutama kebenaran dan ajaran agama.

Selain mempelajari dan memahami aspek-aspek perkembangan remaja, agar orangtua dapat bersahabat dengan remaja, maka harus memahami masalah yang khas terjadi pada remaja, seperti:  masalah gambar diri dan penerimaan diri yang tidak positif sehingga bisa timbul rasa tidak percaya diri; pergaulan, teknologi dan percintaan. Banyak remaja yang memiliki gambar diri dan konsep diri yang negatif sehingga tidak memiliki rasa percaya diri yang sehat. Hal ini dapat terjadi karena berbagai hal, misalnya: sering mendapat perlakuan dan label negatif seperti bodoh, jelek, bandel dan lainnya, berasal dari keluarga yang tidak harmonis, pernah mengalami peristiwa traumatik seperti diperkosa, dianiaya dan lain-lain. Rasa percaya diri yang tidak sehat akan membuat anak merasa tidak layak, tidak memiliki potensi apapun dan merasa tidak mampu berkarya/berprestasi. Selain masalah gambar diri dan konsep diri, masalah lain yang khas pada remaja adalah pergaulan. Banyak remaja yang jatuh kepada perilaku yang tidak baik bahkan sampai harus berhadapan dengan hukum karena pergaulan. Pergaulan adalah sesuatu yang penting bagi remaja sehingga pergaulan sangat menentukan eksistensi seorang remaja. Jika remaja ada dalam suatu komunitas dengan pergaulan yang sehat, maka  akan berdampak positif baginya, akan tetapi, jika ia terlibat dalam komunitas dan pergaulan yang buruk, maka akan berdampak buruk juga bagi dirinya. Hal lain yang sangat melekat pada remaja di zaman ini adalah teknologi. Memang, teknologi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia termasuk remaja.Kecanggihan teknologi yang saat ini sangat dekat dengan remaja adalah internet. Dengan internet, remaja dapat terhubung dengan siapapun, di manapun dan kapanpun; dapat bermain games apapun yang disukai; dan dapat menikmati berbagai tontonan di youtube.  Jika digunakan dengan baik, teknologi  berdampak sangat positif, akan tetapi jika digunakan dengan sembrono maka teknologi tidak hanya membuat orang menjadi bodoh tetapi dapat mematikan orang.

Percintaan adalah hal lain yang menjadi cerita pada banyak remaja. Perkembangan seksual dan aspek perkembangan lain membuat remaja mulai memiliki ketertarikan seksual kepada orang lain. Ketertarikan itu mereka namakan jatuh cinta dan jika cintanya bersambut maka mereka akan terlibat dalam relasi percintaan yang disebut berpacaran. Memiliki ketertarikan seksual dan hasrat seksual tentu bukan hal yang salah karena sebagai manusia, remaja adalah mahkluk seksual. Walaupun demikian, harus tetap diwaspadai. Remaja harus diedukasi dengan baik sehingga dapat berpikir dengan benar-benar baik sehingga berperilaku baik. Jangan sampai, hanya karena emosi sesaat dan tidak mampu menguasai diri, remaja terlibat dalam perilaku seksual yang tidak sehat. Hal ini tentu akan merugikan dirinya sendiri. Selain itu, ada kalanya kisah percintaan tidak berjalan sebagaimana yang remaja harapkan, misalnya putus cinta, cinta bertepuk sebelah tangan, dikhianati dan lain-lain. Jika tidak diatasi dengan baik, peristiwa-peristiwa seperti ini dapat berdampak buruk pada remaja, misalnya menjadi depresi, menyakiti diri sendiri, melakukan tindak kekerasan pada orang lain, mabuk-mabukan, terlibat dengan pornografi atau penyalahgunaan napza. Pada saat remaja mengalami berbagai persoalan, mereka perlu ditemani, didampingi, dikuatkan, disemangati, dihibur, dibantu dan dibimbing. Disinilah dibutuhkan orangtua yang dapat berperan sebagai sahabat terbaik bagi remaja.

Menjadi Pendengar yang Baik

Selain memahami karakteristik perkembangan dan permasalahan yang khas pada remaja, agar dapat bersahabat dan menjadi sahabat terbaik bagi remaja, orangtua juga harus dapat memahami remaja sebagai individu yang unik. Sebagai individu ia unik sehingga tidak boleh disamakan apalagi dibanding-bandingkan dengan orang lain, termasuk saudara kembar siamnya sendiri (jika ia kembar siam). Pahami keunikannya dan terima ia utuh apa adanya! Orang akan merasa nyaman dan aman berkomunikasi dan berelasi dengan orang yang dapat memahaminya dan menerimanya utuh apa adanya. Dengan memahami dan menerima remaja dengan utuh, akan menjadi modal bagi orangtua untuk dapat menjadi pendengar yang baik bagi mereka. Pendengar yang baik sangat dibutuhkan hampir semua orang, tetapi sayangnya, pendengar yang baik  sangat sulit didapatkan. Orang punya kecenderungan jauh lebih mudah berbicara/komentar daripada mendengarkan. Padahal, jika tidak mau dan tidak mampu mendengarkan dengan baik, maka orang tidak dapat berespon dengan tepat. Agar dapat bersahabat dan menjadi sahabat yang terbaik bagi remaja, orangtua harus dapat menjadi pendengar yang baik . Ada beberapa hal yang dibutuhkan agar orangtua dapat menjadi pendengar yang baik, antara lain: jangan menyela ketika anak bicara; tunjukkan minat terhadap apa yang ia sampaikan; fokus kepada anak saat ia bicara (jangan sambil nonton atau bermain handphone). Menjadi pendengar yang baik memang tidak mudah. Orang punya kecenderungan untuk menganalisa dan memikirkan jawaban/komentar apa yang akan diberikan saat orang lain bicara. Akibatnya, menjadi tidak konsentrasi dan kehilangan pesan penting yang hendak disampaikan. Selain itu, anak akan merasa bahwa ia tidak terlalu diperhatikan. Hal ini akan membuatnya tidak nyaman dan enggan untuk bicara lagi.

Menjadi Pembicara yang Bijaksana

Sejalan dengan keterampilan menjadi pendengar yang baik, agar orangtua dapat bersahabat dan menjadi sahabat terbaik bagi anak maka orangtua harus dapat menjadi pembicara yang bijaksana. Orangtua punya kecenderungan ingin bicara dan memberi nasihat yang panjang lebar. Hindari percakapan yang dapat menimbulkan kesalahpahaman pada anak! Jangan sampai, maksud hati ingin berbagi kepada anak tentang bagaimana dulu kita ketika menghadapi masalah yang sama dengan apa yang dihadapi anak pada saat kita remaja, anak malah jadi berpikir kita terlalu membanggakan diri, membanding-bandingkan dia dengan kita atau menganggap dia lemah. Hal ini dapat membuat anak marah, tersinggung, jenuh atau diremehkan. Apalagi jika ia merasa bahwa kata-kata/nasihat itu sudah sangat sering kita disampaikan.

Jangan “Kepo”

Memiliki rasa ingin tahu dengan apa yang sedang terjadi dengan anak atau yang sedang anak rasakan memang tidak salah. Akan tetapi, rasa ingin tahu itu harus dikendalikan sehingga anak tidak berpikir kita terlalu “kepo” (sangat ingin tahu urusannya). Jika anak merasa kita “kepo”, ia akan merasa tidak nyaman dan menjauh dari kita. Jangan sekali-sekali mencoba menerobos batas garis yang ditetapkan oleh anak! Misalnya: membuka HPnya tanpa  seijinnya, membuka akses ke akun media sosialnya, mencuri dengar dan mengintip saat ia menelepon temannya atau menginterogasi temannya untuk mendapatkan informasi. Itu tidak akan membuat kita semakin dekat dengannya, sebaliknya tindakan tersebut malah akan membuat anak pergi dan menjauh dari kita. Bertanya sangat boleh, tetapi harus dengan cara dan di waktu yang tepat. Jangan abai dengan respon anak! Dari caranya menjawab dan ekspresinya kita dapat melihat apakah ia suka dengan pertanyaan kita atau tidak.  Siapapun tidak akan suka “dikepoin” sekalipun oleh sahabatnya. Dari pada “mengkepoin”, lebih baik bina komunikasi dan relasi yang manis dengan anak. Bangun kepercayaan anak terhadap kita! Jika ia merasa nyaman dan percaya kepada kita, maka tanpa diminta apalagi dipaksa, ia akan mau berbagi dengan kita.

Menjadi Teladan

Hal penting lainnya yang perlu kita perhatikan dalam membina persahabatan dengan anak adalah menjadi teladan. Dalam relasi persahabatan pada umumnya, seseorang pasti melihat hal-hal positif dalam diri sahabatnya dan mau meniru jika ia anggap itu layak dan perlu untuk ditiru. Jadilah teladan yang baik bagi anak! Keteladanan yang baik dari orangtua akan membuat anak merasa bangga. Keteladanan “menasehati” lebih efektif dari pada hanya berkata-kata. Jika orangtua dapat menjadi teladan bagi anaknya, maka anak tidak akan menggugat orangtua. Jadilah teladan yang baik bagi anak dalam segala aspek kehidupan! Dengan demikian, orangtua akan dapat menjalin persahabatan dan menjadi sahabat terbaik bagi anak remajanya. (SRP)

Share

Related posts

Leave a Comment