AUTIS ADALAH POTENSI

Share

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Autism spectrum disorder (ASD) atau autis adalah gangguan neurologis nonprogresif yang biasanya tampak sebelum anak berusia tiga tahun. Gangguan ini memengaruhi perkembangan bahasa dan kemampuan anak dalam berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal; berinteraksi sosial; serta berperilaku. ASD mencakup Asperger, sindrom Heller, dan gangguan perkembangan pervasif (PPD-NOS). Gejala dan karakteristik autis dapat muncul dalam berbagai level,  mulai dari yang ringan hingga yang parah. Tidak anak penyandang autis yang benar-benar persis satu sama lain. Mereka sangat berbeda dalam banyak hal dan memiliki keterampilan yang berbeda-beda.

Autis bukan penyakit, melainkan suatu kondisi dimana otak penyandangnya bekerja dengan cara yang berbeda dari otak orang yang tidak menyandang autis. Kondisi autis yang disandang oleh seorang anak akan melekat pada dirinya seumur hidup. Oleh karena itu, tidak perlu berupaya untuk menyembuhkan autis. Penyandang autis mengalami kesulitan dalam memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri, baik dengan menggunakan bahasa verbal, bahasa tubuh, ekspresi wajah, maupun sentuhan. Selain itu, pada umumnya, penyandang autism memiliki masalah belajar; sensitifitas sensorik; masalah kesehatan seperti gangguan gastrointestinal (GI), kejang atau gangguan tidur; dan masalah kejiwaan seperti: gangguan hiperaktif atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), gangguan kecemasan, dan depresi.

Perkembangan keterampilan pada anak penyandang autis tidak merata. Misalnya: keterampilan mereka dalam berkomunikasi sangat rendah, tetapi mereka sangat pandai dalam seni, musik, bernyanyi, menari, atau olahraga.

Hingga saat ini penyebab terjadinya autis belum ketahui dengan pasti. Namun, para ahli melihat adanya beberapa gen yang mungkin memiliki kaitan dengan terjadinya autis. Kadang-kadang gen-gen ini muncul dan bermutasi secara spontan. Namun, dalam kasus lain, orang mungkin mewarisi gen tersebut dari orangtuanya. Dalam kasus anak kembar, autis bisa terjadi akibat gen kembar. Misalnya, bila satu anak kembar mengidap autis, maka kembar yang lain memiliki risiko autis sekitar 36-95 persen.

Autis tidak akan terjadi akibat pola asuh yang buruk; penggunaan vaksin, seperti vaksin MMR; konsumsi makanan dan minuman; atau infeksi yang dapat menular. Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya autis adalah: faktor keturunan: artinya, orangtua yang menyandang autis berisiko memiliki anak autis; penularan selama dalam kandungan: misalnya, efek samping minuman beralkohol atau obat-obatan (terutama obat epilepsi untuk ibu hamil) selama dalam kandungan; pengaruh gangguan lainnya, seperti downsyndrome, distrofi otot, neurofibromatosis, sindrom Tourette, lumpuh otak (cerebral palsy); sindrom Rett; dan kelahiran prematur, khususnya bayi yang lahir pada masa kehamilan 26 minggu atau kurang.

Untuk dapat memberikan diagnosa autis pada seorang anak, para ahli menggunakan data yang berisi daftar perilaku anak yang diperoleh dari orangtua, guru atau pengasuh anak; observasi; skrining perkembangan; tes Autism Diagnostic Observation Schedule (ADOS); tes pendengaran; tes penglihatan, atau tes genetik.

Perkembangan anak penyandang autis berbeda dari anak-anak lain. Anak yang tidak menyandang autis berkembang pada tingkat yang sama di semua aspek perkembangan, seperti perkembangan kemampuan motorik, bahasa, kognitif, dan sosial, sedangkan anak penyandang autis berkembang pada tingkat yang berbeda di berbagai aspek perkembangan.  Misalnya: mereka mengalami keterlambatan dalam keterampilan bahasa-komunikasi, sosial, dan kognitif, tetapi keterampilan motorik mereka sama dengan anak lain seusia mereka. Atau, mereka sangat pandai menyusun teka-teki atau komputer, tetapi tidak pandai dalam beberapa hal yang menurut kebanyakan orang mudah, seperti berbicara atau berteman. Selain itu, anak penyandang autis sangat mungkin menguasai keterampilan yang sulit padahal mereka tidak menguasai keterampilan yang mudah. Misalnya: ada anak yang dapat membaca kalimat yang panjang, tetapi tidak dapat memberi tahu bunyi huruf tertentu atau mengeja; ada yang bisa menjawab soal matematika yang sulit, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana jawaban tersebut diperoleh. Ada juga anak penyandang autis yang sudah memiliki keterampilan tertentu, tetapi entah bagaimana keterampilan tersebut hilang. Misalnya, seorang anak pernah dapat mengucapkan banyak kata, tetapi kemudian tidak bisa berbicara sama sekali.

Masing-masing penyandang autis memiliki kekuatan dan hambatan yang berbeda. Kemampuan penyandang autis dalam belajar, berpikir, dan memecahkan masalah berkisar dari sangat terampil hingga sangat tidak mampu. Ada anak yang memerlukan dukungan atau bantuan yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari mereka, ada yang membutuhkan hanya sedikit bantuan, dan ada juga yang dapat hidup mandiri sepenuhnya. Autis memang kondisi seumur hidup, tetapi tidak perlu diratapi. Bahkan, autis adalah potensi sehingga harus dirayakan. Walaupun penyandang autis memiliki banyak tantangan, bukan berarti mereka tidak memiliki kekuatan, sifat positif,  dan potensi. Diagnosa autis terhadap anak hanya menggambarkan suatu kondisi dimana anak memiliki serangkaian sifat dan hambatan. Ada yang mengatakan bahwa Einstein dan Mozart adalah penyandang autis

Autis harus dilihat sebagai potensi karena penyandang autis juga memiliki potensi sebagaimana halnya anak-anak yang tidak menyandang autis. Mereka hanya perlu dipahami, diterima dan diberi akses untuk mendapatkan layanan yang dibutuhkan.  Misalnya: lingkungan psikososial yang memahami keunikannya dalam berkomunikasi dan berekspresi; dan akses layanan pendidikan yang tepat untuk dirinya, dimana para guru memahami keunikan dan potensinya, serta tahu dan mampu mendukungnya, sehingga ia dapat berkembang dengan optimal dan mandiri.

Sama halnya dengan apa yang terjadi pada anak yang tidak menyandang autis, untuk dapat menemukan dan mengembangkan potensi pada anak penyandang autis tidak selalu mudah. Memang ada anak yang potensinya sangat jelas terlihat sehingga relatif mudah membantunya dalam mengembangkan potensinya tersebut, tetapi ada yang memerlukan waktu dan proses yang lebih panjang. Itulah sebabnya, mereka membutuhkan dukungan, baik dari keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat dan negara. Ada anak yang tidak memiliki kemampuan verbal hingga dewasa, tetapi bukan berarti ia tidak memiliki kemampuan berkomunikasi. Ia bisa dilatih untuk berkomunikasi secara nonverbal, misalnya dengan menggunakan tulisan.

Anak penyandang autis juga tidak perlu dipaksa untuk cocok belajar dalam satu metode tertentu. Jika memang ia tidak cocok belajar di sekolah regular dengan sistem inklusi, ia mungkin cocok belajar di sekolah dengan metode khusus. Apabila kedua tempat itu juga bukan tempat yang pas untuknya, maka sangat mungkin dapat ia belajar di jalur pendidikan luar sekolah. Intinya, tidak perlu memaksakan apa pun kepada mereka. Memang baik untuk memberi mereka kesempatan untuk belajar di jalur-jalur yang biasa anak lain tempuh, akan tetapi bukan berarti mereka harus dipaksakan di sana. Apabila mereka tidak dapat mengikuti cara belajar di sana, bukan berarti mereka bodoh. Hanya karena kita tidak mampu mengajar mereka, bukan berarti mereka tidak mempunyai potensi untuk belajar.

Berbeda atau unik bukan berarti bodoh. Di balik keunikan dan hanbatan yang dimiliki anak penyandang autis, tersimpan potensi yang luar biasa. Jika anak tidak mampu menghafal, siapa tahu ia suka berkebun. Jika anak senang berlari-lari, bisa jadi ia berbakat menjadi atlit. Kalau ia tak tertarik dengan pelajaran bahasa, mungkin saja ia berbakat memasak. Jika ia senang bergerak, bisa jadi ia berpotensi menjadi penari hebat. Kalau ia senang memain-mainkan jari jemarinya, mungkin ia cocok menjadi pianis. Jangan berkecil hati ketika anak tampak pasif, siapa tahu ia berbakat menjadi penjahit atau pelukis. Bila anak senang bermain air, mungkin ia berbakat jadi perenang. Masih ada sangat banyak kemungkinan potensi lainnya. Itulah autis. Yang penting, kita dapat menerima mereka dengan segala keunikan dan segala hal yang kita sebut sebagai hambatan atau gangguan. Beri mereka kesempatan dan fasilitas yang seluas-luasnya agar mereka dapat mempelajari apa pun. Dengan demikian, hanya tinggal tunggu waktu, potensi itu pasti terlihat. Selamat merayakan autis. (SRP)

 

Share

Related posts

Leave a Comment