ANAK PENYANDANG AUTIS VS ANAK DENGAN GANGGUAN KESEHATAN JIWA

Share

Susi Rio Panjaitan

Praktisi Psikologi Anak; Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus; Dosen

 

Belakangan saya suka menonton acara terkait Orang dengan Gangguan Kesehatan Jiwa (ODGJ) di saluran youtube. Di video-video itu ditampilkan bagaimana kondisi saudara-saudara kita penyandang ODGJ yang sudah menggelandang bertahun-tahun. Rambut panjang menggimbal, kulit kotor serta berbau tak sedap dan lain sebagainya yang sangat memprihatinkan. Selain itu, banyak dari mereka yang memiliki perilaku yang dapat membahayakan jiwa mereka sendiri dan orang lain, misalnya menyakiti diri sendiri atau memukul orang lain. Saya sungguh terharu dan berterima kasih kepada setiap mereka yang telah mengabdikan diri untuk melayani saudara-saudara kita penyandang gangguan kesehatan jiwa tersebut. Memang tak mudah, dibutuhkan hati yang tulus agar dapat melayani mereka dengan baik.

 

Dengan menonton acara-acara tersebut teringatlah saya dengan anak-anak penyandang autistik. Autistik dan gangguan kesehatan jiwa (mental illness) adalah dua hal yang berbeda. Walaupun demikian, anak penyandang autistik terutama mereka dengan tingkat fungsi yang rendah (Low-Functioning Autism (LFA)) sangat berpotensi berperilaku mirip dengan mereka yang mengalami mental illness, bahkan berpotensi menggelandang seperti ODGJ yang menggelandang jika suatu saat mereka hilang dari rumah.

 

Mengapa demikian? Karena kemampuan anak penyandang Low Functioning Autism (LFA) dalam belajar secara otodidak  sangat rendah.  Tidak sama dengan anak lainnya yang dapat dengan mudah belajar dengan hanya melihat, mendengar atau mengalami sesuatu,  pada anak penyandang LFA segala sesuatu harus diajarkan secara detail dan berulang-ulang. Di samping itu mereka juga memiliki perilaku yang cenderung destruktif dan agresif sehingga dapat menyakiti bahkan membahayakan jiwa diri sendiri dan orang lain.

 

Oleh sebab itu, jika  perkembangan anak kita tampak  berbeda dengan anak lain pada umumnya (misalnya kemampuan berjalan, berbicara, berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, dan lain-lain), segeralah bawa anak kepada dokter spesialis anak agar mendapat pemeriksaaan yang komprehensif terkait tumbuh kembangnya. Jangan tunggu sampai anak berusia tertentu.  Jangan berkata: “Ooooh, nanti juga pintar kok, dulu kan papanya/mamanya/kakaknya/omnya/tantenya begitu, sekarang sudah jadi orang sukses tuh. “  Apalagi jika anak memiliki keluarga dengan riwayat keterlambatan dalam tumbuh kembang, maka semakin besarlah alasan untuk segera membawanya kepada ahli tumbuh kembang anak karena anak memiliki risiko mengalami masalah tumbuh kembang yang serius. Pemeriksaan dini sangat baik dilakukan guna mendapatkan diagnosa dan tatalaksana dini demi kepentingan terbaik tumbuh kembang anak.

 

 

Share

Related posts

Leave a Comment