Oleh: Susi Rio Panjaitan
AI (Artificial Intelligence) atau yang disebut juga kecerdasan buatan yang meniru kecerdasan manusia. AI tidak hanya digunakan orang dewasa, tetapi juga oleh anak-anak. Banyak anak menggunakan AI, baik untuk bermain maupun belajar. AI dapat menjadi alat yang bermanfaat bagi anak-anak jika digunakan dengan bijak dan diawasi oleh orang tua. Sayangnya, saat ini semakin banyak ditemukan anak yang memiliki kedekatan tidak wajar dengan AI. Artinya, anak menghabiskan sangat banyak waktu dengan AI dibanding dengan teman-teman dan orang tua. Selain itu, anak juga merasa nyaman dan menikmati kebersamaan dengan AI. Tanpa disadari, peran orang tua mulai digantikan oleh AI. Anak kehilangan figur orang tua. Hal ini tidak boleh disepelekan karena merugikan anak dan berpontesi bahaya bagi keamanan anak. Berikut adalah beberapa kerugian yang akan ditanggung jika peran orang tua digantikan oleh AI.
Anak Jauh dari Orang Tua
Walaupun tinggal dalam satu rumah, jika peran orang tua digantikan oleh AI, maka anak akan jauh dari orang tua. Hal ini akan membuat anak dan orang tua tidak saling mengenal. Orang tua dan anak tidak saling mengenal banyak hal di antara mereka, seperti minat, hobi, kesukaan, dan lain-lain. Mereka juga saling tidak mengetahui kondisi masing-masing. Selain itu, di antara mereka tidak ada kedekatan emosional layaknya anak dan orang tua.
Anak Tidak Memiliki Teladan
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak membutuhkan figur yang dapat dijadikan teladan. Anak belajar banyak hal dari mengamati dan meniru orang di sekitarnya, terutama orang tuanya. AI tidak dapat memberikan teladan yang konkrit kepada anak karena AI adalah hanyalah program atau sistem komputer yang dirancang untuk meniru kecerdasan manusia.
Anak Tidak Mengenal Identitas yang Melekat pada Dirinya
Jika peran orang tua digantikan oleh AI, maka anak berisiko tidak mengenal identitas yang melekat pada dirinya. Akibatnya, anak tidak dapat melihat, memahami, dan mengenali dirinya sendiri dalam berbagai aspek kehidupan. Identitas ini mencakup pemahaman tentang siapa dirinya, siapa orang tuanya, keluarganya, dan nilai-nilai apa yang ada dalam keluarganya. Jika anak tidak mengenal atau kebingungan dengan identitas dirinya, anak akan mengalami masalah dalam konsep diri dan mudah terpengaruh hal negatif.
Anak Kehilangan Kesempatan Mengembangkan Minat dan Bakat
Anak memerlukan dukungan dari orang tua untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Anak yang terlalu dekat dengan AI akan kehilangan kesempatan mengembangkan minat dan bakatnya. Hal ini terjadi karena ia menghabiskan terlalu banyak waktu untuk “bercakap-cakap” dengan AI. Padahal, AI tidak memiliki inisiatif sehingga tidak dapat mendukung atau mendorong anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
Anak Tidak Memiliki Tujuan Hidup
Anak perlu diarahkan untuk memiliki tujuan hidup, walaupun tidak harus besar atau terlalu spesifik. Hal ini akan membantu anak dalam mengenali minat, bakat, dan apa yang ia sukai; membentuk karakter; disiplin; belajar; bertanggung jawab; kerja keras; tekun; mencegah terjadinya kebingungan identitas; tidak mudah terpengaruh oleh tekanan sosial yang negatif; lebih semangat dalam belajar; serta lebih mudah membedakan mana yang baik dan buruk. Jika peran orang tua digantikan oleh AI, maka anak berisiko tidak memiliki tujuan hidup karena AI tidak dapat menggantikan peran orang tua dalam mengarahkan dan membimbing anak untuk memiliki tujuan hidup.
Anak Kehilangan Kesempatan Belajar Nilai-nilai Keluarga
Nilai-nilai keluarga perlu diajarkan kepada anak karena nilai-nilai tersebut membentuk dasar karakter, moral, dan cara anak menjalani hidup. Keluarga adalah lingkungan pertama dan paling berpengaruh dalam perkembangan anak, sehingga nilai-nilai yang diajarkan sejak kecil akan memengaruhi cara anak berperilaku, berpikir, dan berinteraksi dengan dunia. AI bukan manusia dan tidak memahami nilai-nilai yang ada dalam keluarga. Itulah sebabnya AI tidak dapat mengajarkan nilai-nilai dalam keluarga. Jadi, jika peran orang tua digantikan oleh AI, anak kehilangan kesempatan belajar nilai-nilai keluarga.
Anak Berisiko Memiliki Masalah Emosional
Anak membutuhkan kasuh sayang, perhatian dan bimbingan dari orang tua. Jika anak tidak mendapatkan hal ini, maka anak berisiko mengalami masalah emosional. Masalah emosional ini bisa berupa kecemasan, stres, depresi, kemarahan berlebihan, atau kesulitan dalam mengekspresikan perasaan dengan cara yang sehat. Jika peran orang tua digantikan oleh AI, anak berisiko mengalami masalah emosional karena AI tidak dapat memberikan kasih sayang, perhatian, dan bimbingan yang diberikan oleh orang tua.
Anak Mengalami Kesulitan dalam Berkomunikasi dan Berinteraksi dengan Orang Lain di Dunia Nyata
Kesulitan yang dialami anak dalam berkomunikasi dan berinteraksi di dunia nyata biasanya berupa ketidakmampuan memulai pembicaraan, terutama dengan orang yang baru dikenal; kehabisan topik pembicaraan atau merasa canggung saat berbicara dengan orang lain; kesulitan dalam memahami mimik wajah, nada suara, atau bahasa tubuh orang lain; salah dalam menafsirkan niat orang lain atau tidak menyadari kapan seseorang merasa bosan, kesal, atau tertarik pada percakapan; takut berbicara karena takut salah atau takut dihakimi; cenderung lebih banyak diam atau berbicara dengan suara sangat pelan; kesulitan dalam berbagi mainan, bekerja sama, atau menyelesaikan konflik dengan cara yang sehat; cenderung bersikap egois atau terlalu pasif dan membiarkan orang lain mengambil keputusan untuk dirinya; lebih suka menyendiri daripada bermain atau berbicara dengan teman sebaya; menolak menghadiri acara sosial seperti pesta ulang tahun, bermain bersama teman, atau berbicara di depan kelas; menjadi mudah marah, frustrasi, atau menangis ketika tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan kata-kata; dan kesulitan menerima kritik atau menanggapi ejekan dengan cara yang sehat. Orang tua memiliki peran penting dalam mengajarkan anak keterampilan sosial, empati, dan cara berkomunikasi yang efektif. Jika peran orang tua digantikan AI, anak akan menghadapi berbagai hambatan dalam komunikasi dan hubungan sosial.
Anak Berisiko Mengalami Masalah Perkembangan dan Kesejahteraan
Masalah perkembangan dan kesejahteraan anak mencakup berbagai hambatan yang dapat mengganggu pertumbuhan fisik, mental, emosional, sosial, dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Meskipun AI dapat membantu dalam pendidikan dan hiburan, AI tidak bisa menggantikan peran emosional, sosial, dan moral yang dimainkan oleh orang tua. Orang tua memberikan kasih sayang, bimbingan, dan pengalaman nyata yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. Jadi, jika peran orang tua digantikan AI, anak berisiko mengalami masalah perkembangan dan kesejahteraan.
Anak Berisiko Mengalami Masalah Keamanan Privasi dan Data Pribadi
Masalah keamanan privasi dan data pribadi pada anak muncul ketika informasi pribadi mereka disalahgunakan, bocor, atau dikumpulkan tanpa izin yang jelas. Ini bisa terjadi melalui internet, aplikasi, media sosial, AI, dan perangkat digital yang digunakan anak. Ya, jika peran orang tua digantikan oleh AI, anak berisiko mengalami masalah keamanan privasi dan data pribadi. Orang tua memiliki peran penting dalam melindungi anak dari bahaya digital. Jika AI mengambil alih peran orang tua, anak lebih rentan terhadap pengumpulan data berlebihan, penyalahgunaan informasi pribadi, eksploitasi online, serta ancaman siber lainnya.
Anak Ketergantungan pada Teknologi
Ketergantungan teknologi pada anak terjadi ketika anak terlalu sering menggunakan perangkat digital seperti smartphone, tablet, komputer, atau AI, sehingga memengaruhi perkembangan, kesejahteraan emosional, dan interaksi sosial anak di dunia nyata. Ketergantungan ini bukan hanya soal durasi pemakaian, tetapi juga bagaimana teknologi menggantikan aktivitas penting lainnya seperti bermain di luar, berinteraksi dengan keluarga, belajar dengan cara tradisional, atau mengembangkan keterampilan sosial. Ya, jika peran orang tua digantikan oleh AI, anak berisiko mengalami ketergantungan pada teknologi. Orang tua memiliki peran penting dalam membimbing, mengajarkan batasan, dan memastikan anak menggunakan teknologi secara seimbang. Jika peran orang tua digantikan AI, anak berisiko terlalu bergantung pada teknologi, baik untuk interaksi sosial, pembelajaran, dan lain-lain. Akibatnya, tanpa digital anak menjadi tidak bisa apa-apa dan fungsinya sebagai manusia terganggu.
Anak Kehilangan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif dan Solutif
Kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan solutif adalah keterampilan kognitif yang sangat penting bagi perkembangan anak. AI dirancang untuk memberikan jawaban cepat dan solusi instan. Jika anak terlalu bergantung pada AI, anak akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan ini, karena terbiasa mendapatkan jawaban instan tanpa perlu berpikir mendalam. Ya, jika peran orang tua digantikan oleh AI, anak berisiko kehilangan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan solutif. Jika anak tidak mendapat bimbingan dari orang tua dalam mengembangkan keterampilan ini, anak akan mengalami kesulitan dalam berpikir mandiri, menemukan ide baru, dan menyelesaikan masalah secara efektif.
Anak Berisiko Terpapar Konten yang Tidak Pantas untuk Anak-anak
Konten yang tidak pantas untuk anak-anak adalah segala bentuk informasi, gambar, video, atau interaksi yang dapat mempengaruhi perkembangan mental, emosional, dan moral anak secara negatif. Seperti: kekerasan, pornografi, ujaran kebencian, hoaks, bullying, dan promosi perilaku berbahaya. AI bukan pengganti dan tidak akan dapat menggantikan peran orang tua, terutama dalam mendidik, menanamkan nilai-nilai, dan mendampingi, mengawasi, dan membimbing anak. Jadi, jika peran orang tua digantikan AI, anak berisiko tinggi terpapar konten yang tidak pantas bahkan berbahaya.
Peran, tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap anak hanya orang tua yang dapat menjalankan. Jadi, tidak seharusnya peran tersebut dilimpahkan kepada AI. AI tidak mampu memberikan kasih sayang, perhatian, teladan, menanamkan nilai moral, dukungan, didikan, pendampingan, pengawasan, pembelaan, dan perlindungan kepada anak. Padahal, inilah yang dibutuhkan oleh anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal, serta mencapai kesejahteraan secara fisik dan psikis, sehingga dapat mandiri, berkarya, berprestasi, berpartisipasi dan berkontribusi positif bagi keluarga, masyarakat luas, bangsa dan negara, serta dunia. (SRP)