Oleh: Susi Rio Panjaitan
Akhir-akhir ini semakin banyak timbul masalah akibat ketidakmampuan anak berkata bijak, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Bahkan, tidak sedikit yang berhadapan dengan hukum karena hal ini. Kemampuan untuk berkata bijak, baik di dunia nyata maupun maya sangat penting karena dapat menciptakan komunikasi yang baik, membuat orang lain merasa dihargai, dan mencegah terjadinya konflik. Sebaliknya, jika anak tidak dapat berkata bijak di dunia nyata maupun maya, maka akan menimbulkan dampak negatif, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Mengejek, mencaci maki, berkata bohong, ujaran kebencian, dan menghasut adalah bentuk dari ketidakbijakan dalam berkata-kata.
Anak yang tidak bijak dalam berkata-kata berisiko mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan menjalin relasi sosial yang sehat. Ia tidak disukai dan dijauhi oleh teman-temannya. Ia dinilai sebagai anak yang kasar, tidak memiliki sopan santun, tidak beretika, dan biang kerok. Akibatnya, relasinya dengan orang lain menjadi terganggu. Teman-temannya, suadaranya, orang tuanya, atau bahkan gurunya bisa menjadi sakit hati, tersinggung, atau marah. Hal ini akan memicu terjadinya pertengkaran atau konflik, baik di sekolah, rumah, maupun media sosial. Ia juga berisiko mendapat balasan yang sama dari orang lain.
Selain itu, ketidakmampuan anak dalam berkata bijak akan membuatnya kesulitan dalam berkomunikasi dengan guru, staf sekolah, dan teman-temannya di sekolah. Ini tentu akan memengaruhi proses pembelajaran anak di sekolah. Akibatnya, ia akan mengalami masalah akademik. Kelak dewasa, ketidakmampuan berkata bijak akan menghambat karier anak, dan membuatnya sulit mendapatkan pekerjaan atau bekerja dalam tim. Ia juga berisiko mengalami masalah dalam menjalin relasi personal.
Perkataan yang tidak bijak bisa berujung pada kasus hukum, misalnya jika anak menyebarkan fitnah, ujaran kebencian, mencemarkan nama baik orang lain, atau menghina orang lain. Indonesia memiliki perangkat hukum yang mengatur hal ini, baik yang di lakukan di dunia nyata maupun di dunia maya. Kata-kata yang tidak bijak bisa terekam di dunia maya selamanya. Hal ini akan meninggalkan jejak digital yang buruk sehingga berisiko membuat anak mendapatkan reputasi yang buruk. Kondisi ini dapat membuatnya kehilang peluang, misalnya saat melamar pekerjaan atau mendaftar ke universitas.
Oleh karena itu, anak harus dilatih agar mampu berkata-kata dengan bijak, baik di dunia nyata maupun dnia maya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya melatiha anak berkata bijak, antara lain:
Menjadi Contoh Positif
Anak belajar dari apa yang ia lihat dan lingkungan sekitarnya, terutama dari orang tua. Jika ingin anak berkata dengan bijak, pastikan kita juga menggunakan kata-kata yang sopan, penuh kasih, dan bijaksana dalam berbicara, baik secara langsung maupun saat berkomunikasi di media sosial.
Menciptakan Lingkungan yang Kondusif
Dalam banyak kasus, anak menjadi tidak bijak dalam berkata-kata akibat ketidakkondusifan lingkungan. Lingkungan yang kondusif bagi anak adalah rumah dan sekolah yang positif, ada cinta kasih, penghargaan, dan penerimaan. Di sana tidak ada caci maki dan kata-kata yang merendahkan atau mengintimidasi orang lain. Sebaliknya, lingkungan yang tidak kondusif akan memicu anak menjadi kasar, taja, dan brutal dalam berbicara.
Melatih Anak Selektif Bergaul
Anak, terutama anak-anak yang sudah bersekolah dan remaja berpotensi dipengaruhi oleh teman-temannya. Jika anak terlalu dekat dengan orang-orang yang tidak bijak berkata-kata, maka anak berisiko meniru perilaku tersebut. Anak harus dididik untuk baik dan ramah kepada semua orang, tetapi harus selektif dalam bergaul. Tidak semua orang perlu dijadikan sahabat dekat, dan tidak semua hal dari teman baik untuk ditiru.
Melatih Anak Tidak Impulsif
Impulsif adalah suatu kondisi di mana seseorang melakukan atau mengatakan sesuatu tanpa terlebih dahulu berpikir panjang tentang dampaknya. Pada anak perlu diajarkan konsep “berpikir sebelum bertindak”. Berpikir baik-baik sebelum melakukan sesuatu. Menggunakan metode “3B” sebelum berkata-kata di dunia nyata maupun maya. Apakah ini benar? Apakah ini baik? Apakah ini berguna?
Melatih Mengontrol Emosi
Ajarkan anak untuk tidak langsung bereaksi saat marah atau kesal, baik dalam percakapan langsung maupun di dunia maya. Ajarkan mereka teknik-teknik yang sederhana, seperti: menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara, menunda membalas pesan, melakukan sesuatu yang menyenangkan sebelum merespon sesuatu yang menjengkelkan, dan menyampaikan ketidaksetujuan dengan menggunakan kata-kata positif dan dengan cara yang tenang.
Belajar Mengenali dan Memahami Emosi Orang Lain
Ketidakbijakan dalam berkata-kata dapat berupa kata-kata baik yang disampai pada saat yang kurang tepat. Nasihat sering kali ditolak bukan karena nasihat itu buruk, tetapi karena orang yang dinasehati sedang marah. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengenali dan memahami emosi orang lain.
Mengajarkan Sopan Santun, Etika dan Norma-norma dalam Masyarakat
Berbicara dengan orang lain baik di dunia nyata maupun maya harus mengacu pada sopan santun, etika, dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, pada anak perlu ditanamkan sopan santun, etika dan norma-norma dalam masyarakat. Misalnya: dalam bahasa Inggris dan budaya barat, kata “you” lazim dipakai ketika anak bercakap-cakap dengan orang tuanya, tetapi dalam bahasa Indonesia, anak tidak boleh mengatakan “kamu” kepada orang tua karena dianggap tidak sopan.
Menanamkan Sikap Empati
Sikap empati kepada orang lain akan menghindarkan orang berkata-kata yang menghina, mengejek, merendahkan, atau mengintimidasi. Jadi, agar anak dapat bijak dalam berkata-kata, padanya perlu ditanamkan sikap empati terhadap sesama.
Berlatih Komunikasi Asertif
Ketidaksukaan, ketidaksetujuan, dan kekecewaan boleh disampaikan kepada pihak terkait. Akan tetapi, harus disampaikan dengan baik, dengan menggunakan kata-kata yang positif, serta di waktu dan tempat yang tepat. Inilah yang disebut berkomunikasi secara asertif. Anak perlu dilatih untuk berkomunikasi secara asertif agar terhindar dari penggunaan kata-kata yang kasar.
Melatih Anak Sadar akan Konsekuensi
Segala sesuatu mengandung konsekuensi, termasuk berkata-kata, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Jika anak tidak bijak dalam berkata-kata, maka ada konsekuensi yang akan ia terima. Misalnya: dijauhi orang, dilabel sebagai anak yang tidak sopan, dimusuhi orang lain, diserang atau dipukul orang, dan berhadapan dengan hukum. Selain itu, di Indoensia ada peraturan perundang-undangan yang mengatur interaksi di dunia maya. Jika tidak bijak berkata-kata di dunia maya, maka akan diperhadapkan dengan undang-undang ITE.
Melatih anak agar ia mampu berkata bijak di dunia nyata dan maya membutuhkan keteladanan, latihan, dan bimbingan secara konsisten dari caregivers, terutama orang tuanya. Dengan pendekatan yang tepat, anak dapat dididik sehingga dapat bertumbuh menjadi pribadi yang bijaksana dalam berkomunikasi, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di dunia digital. (SRP)