Oleh : Susi Rio Panjaitan
Cerita adalah suatu paparan mengenai suatu kisah/peristiwa/kejadian. Cerita dapat berupa kisah nyata yang dialami oleh si pencerita maupun orang lain, dan dapat berupa hasil imajinasi seseorang (fiksi). Bercerita adalah upaya memaparkan suatu kisah/peristiwa/kejadian. Zaman dulu, cerita disampaikan secara verbal dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi. Saat ini, selain disampaikan secara lisan/verbal, cerita dapat disampaikan dengan tertulis. Ada sangat banyak buku cerita untuk anak-anak maupun orang dewasa. Selain itu, suatu cerita dapat disampaikan melalui rekaman suara (audio) dan divisualisasikan menjadi film. Teknologi memungkinkan banyak cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan dan menyebarluaskan suatu cerita.
Pada umumnya, anak suka mendengarkan cerita sehingga bercerita sering dipakai oleh banyak orang sebagai metode belajar. Penyampaian cerita (bercerita) kepada anak bertujuan agar informasi/kisah/kejadian tersampaikan dengan baik dan dapat dipahami dengan baik oleh anak. Misalnya, untuk menyampaikan informasi tentang “kehidupan gembala di suatu di desa di pulau Rote, Nusa Tenggara Timur” kepada anak-anak PAUD/TK, sangat tepat jika menggunakan metode bercerita. Apabila bercerita dilakukan dengan baik, mendengarkan cerita berdampak positif bagi perkembangan anak, antara lain sebagai berikut:
- Meningkatkan Kemampuan Mendengarkan – Banyak persoalan muncul karena ketidakmampuan mendengarkan. Hal ini menyebabkan orang tidak dapat memahami apa yang didengarkan. Kemampuan mendengarkan adalah salah satu bentuk soft skill. Apabila anak salah dalam memahami apa yang didengarkan, maka ia akan berespon tidak sebagaimana mestinya. Hal ini tentu akan menimbulkan masalah. Oleh sebab itu, sedari dini anak harus dilatih untuk mendengarkan sehingga ia memiliki kemampuan mendengarkan yang baik.
- Meningkatkan Konsentrasi – Gangguan konsentrasi tidak boleh dianggap sepele. Seorang anak yang mengalami gangguan konsentrasi akan mengalami banyak masalah dan hambatan dalam perjalanan kehidupannya. Bahkan, gangguan konsentrasi dapat mengancam nyawa seseorang. Bayangkan jika seorang anak berjalan di jalan raya tanpa konsentrasi yang baik! Gangguan konsentrasi pasti akan mengganggu proses belajar. Dampak gangguan konsentrasi pada anak dalam segala aspek kehidupannya sangat serius. Oleh karena itu, anak yang mengalami gangguan konsentrasi harus dengan segera mendapatkan pertolongan. Bercerita adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan anak dalam berkonsentrasi. Dengan mendengarkan cerita, anak akan belajar berkonsentrasi.
- Meningkatkan Kemampuan Kognitif – Kemampuan kognitif adalah kemampuan yang terkait dengan berpikir. Mengingat, memahami, berimajinasi, mengkritisi dan memberikan solusi adalah bagian dari kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif pada anak dapat dilatih dan dikembangkan melalui mendengarkan cerita. Dengan mendengarkan cerita anak berlatih mengingat siapa saja yang menjadi tokoh dalam cerita, apa yang terjadi dan di mana peristiwa tersebut terjadi. Anak juga akan berlatih untuk berpikir dan memahami mengapa dan bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi. Selain itu, kemampuan anak dalam berimajinasi (membayangkan apa yang terjadi) dapat ditingkatkan. Jika dalam cerita tersebut ada masalah/konflik yang terjadi sehingga membutuhkan solusi, maka anak dapat dilatih untuk memikirkan apa yang menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah/konflik dalam cerita tersebut.
- Melatih Sosio-Emosi Anak – Anak adalah individu yang sedang berkembang dalam aspek sosio-emosional. Jika anak memiliki perkembangan sosio-emosional yang baik, maka ia akan mampu berperilaku dan bersosialisasi dengan baik. Selain itu, jika anak memiliki kemampuan sosio-emosional yang baik, maka akan berdampak baik bagi status kesehatan mental anak. Dalam cerita ada kondisi-kondisi tertentu yang dapat memancing emosi tertentu, misalnya gembira, sedih, marah, senang atau kecewa. Dengan mendengarkan cerita, anak akan dilatih untuk mengidentifikasi berbagai emosi dan mengekspresikannya dengan tepat. Misalnya: senang dan mengucap terima kasih ketika diberi hadiah; memang merasa jengkel ketika diejek teman, tetapi tidak perlu berespon dengan berlebihan; sedih ketika mendapat nilai jelek, tetapi tidak boleh larut dalam kesedihan, sebaliknya harus bangkit dan tambah giat belajar; dan lain-lain.
- Menanamkan Nilai-nilai Budaya, Moral dan Agama pada Anak – Cerita yang baik untuk anak adalah cerita yang di dalamnya ada pesan dan nilai-nilai budaya, moral dan agama. Dengan demikian, melalui mendengarkan cerita pada diri anak akan tumbuh nilai-nilai budaya dan moral. Misalnya: berbohong adalah perilaku yang buruk sehingga tidak boleh dilakukan; bergotong-royong sangat baik dilakukan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik; anak harus bersikap sopan kepada orangtua; kita harus mengasihi sesama; dan lain-lain. Bahkan, nilai dan ajaran agama dapar disampaikan kepada anak melalui bercerita.
- Menanamkan Kesadaran Hukum pada Anak – Hukum bicara soal peraturan. Di mana pun seorang anak berada, di sana ada hukum. Hukum adalah peraturan yang berlaku di suatu tempat tertentu. Ada konsekuensi jika orang tidak mematuhi aturan/hukum. Oleh karena itu, sedari dini kesadaran hukum pada anak harus ditanamkan. Melalui mendengarkan cerita kesadaran hukum pada anak dapat ditumbuhkembangkan.
- Membangun Karakter Anak – Dengan mendengarkan cerita, karakter anak dapat dibangun. Ia bisa mendapatkan berbagai pembelajaran dari karakter para tokoh yang ada di dalam cerita, siapa tokoh yang berkarakter baik, siapa tokoh yang tidak berkarakter baik, apa akibatnya jika berkarakter baik dan bagaimana jika tidak berkarakter baik.
- Menstimulus dan Mengembangkan Kemampuan Bercerita pada Anak – Anak memiliki potensi untuk menjadi pencerita yang baik. Masa kanak-kanak adalah masa dimana anak senang berteman. Anak-anak suka bercerita tentang banyak hal kepada teman-temannya. Sayangnya, ada banyak anak yang belum mampu bercerita dengan baik. Kemampuan bercerita pada anak sangat terkait dengan kemampuan bahasa dan komunikasinya. Dalam proses mendengarkan cerita, anak dapat dilatih bercerita dengan baik sehingga orang-orang yang mendengarkan ceritanya dapat memahami apa yang diceritakan oleh anak. Misalnya: Pencerita dapat meminta anak untuk menceritakan kembali isi cerita. Ini tidak hanya bermanfaat sebagai alat evaluasi, tetapi dapat jadi kesempatan untuk melatih anak bercerita.
- Menstimulus dan Mengembangkan Minat Membaca pada Anak – Ada banyak keluhan yang mengatakan bahwa minat membaca orang Indonesia sangat rendah. Padahal, minat membaca sangat mempengaruhi penguasaan pengetahuan dan tingkat berpikir. Oleh karena itu, minat baca pada anak harus distimulus dan dikembangkan sedari dini. Mendengarkan cerita, terutama cerita yang disampaikan pencerita dengan cara membaca buku cerita, akan membuat anak penasaran, tertarik dan berminat untuk membaca. Apalagi jika isi cerita sangat menarik perhatian anak dan si pencerita mampu membacakan cerita dengan menarik. Anak akan merasa penasaran dan terstimulus untuk dapat membaca agar ia dapat membaca sendiri buku-buku cerita lainnya yang ia sukai.
Selain untuk menstimulus dan mengembangkan berbagai aspek seperti yang dipaparkan di atas, bercerita juga menjadi pilihan banyak terapis untuk menolong anak yang mengalami hambatan perkembangan, misalnya melatih konsentrasi pada anak penyandang autis dan ADHD. Agar dapat bercerita dengan baik, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pencerita, antara lain:
- Jenis Cerita – Pilihlah cerita yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan anak dan tumbuh kembang anak! Ada cerita yang memang merupakan kisah nyata (benar-benar terjadi) dan ada yang fiksi (hasil imajinasi). Dongeng merupakan salah satu bentuk cerita fiksi, baik itu dongeng tentang hewan, tumbuh-tumbuhan maupun manusia. Berhati-hatilah jika yang diceritakan itu adalah fiksi! Jangan sampai anak berpikir itu realita. Yang paling penting untuk ditekankan adalah pesan moral dari cerita tersebut, sehingga dapat dijadikan anak sebagai pembelajaran.
- Teknik Bercerita – Teknik bercerita dapat dipilih sesuai dengan karakteristik anak, jumlah anak, dan tempat bercerita (di dalam ruangan atau di luar ruangan). Selain itu, teknik bercerita harus dipilih berdasarkan ketersediaan perlengkapan dan keterampilan yang dikuasai oleh pencerita. Bercerita dapat dilakukan dengan teknik antara lain sebagai berikut: * Tanpa Menggunakan Alat Bantu Apapun – Pencerita bercerita hanya dengan mengandalkan suara, ekspresi, tatapan mata dan bahasa tubuh. * Menggunakan Gambar – Gambar yang tepat terkait cerita dapat membantu anak untuk “melihat” kejadian yang sedang diceritakan sehingga memudahkan anak untuk memahami. Selain itu, gambar yang tepat dan menarik dapat menimbulkan minat dan rasa penasaran pada anak serta menarik perhatian anak sehingga berkonsentrasi mendengarkan cerita. Penggunakan gambar juga dapat membantu pencerita dalam bercerita. * Menggunakan Boneka Tangan – Boneka tangan yang digunakan merupakan tokoh-tokoh dari cerita yang sedang diceritakan. Contoh: Bercerita tentang suatu cerita dengan tokoh Jeremy, ayah Jeremy dan ibu Jeremy, maka boneka tangan yang dibutuhkan berjumlah tiga, yaitu Jeremy, ayah dan Ibu. Selain itu, boneka juga dapat digunakan sebagai mitra dari pencerita. * Menggunakan Panggung Boneka – Penyampaian cerita kepada anak-anak dapat dilakukan dengan pertunjukan panggung boneka. Pada panggung boneka, bersama narator, para pencerita berdialog dalam peran masing-masing. Ini merupakan kerja tim sehingga sangat membutuhkan kekompakan dan persiapan yang baik. * Menggunakan Alat Peraga – Alat peraga adalah alat untuk memperagakan sesuatu dalam cerita tersebut. Misalnya: pencerita bercerita tentang seorang petani yang bekerja di sawah, maka yang dijadikan alat peraga adalah cangkul mainan atau cangkul yang dibuat dari plastik atau kertas. * Menggunakan Slide Power Point/PPT – Pencerita bercerita dengan menggunakan slide power point/PPT yang berisi gambar-gambar terkait gambar. Slide power point/PPT sangat diperlukan apalagi jika jumlah anak banyak (puluhan/ratusan). * Menggunakan Multimedia – Bercerita dengan menggunakan multimedia menjadi pilihan banyak pencerita saat ini terutama jika jumlah audiens sangat banyak. Multimedia yang menarik tentu dapat menarik perhatian anak sehingga bisa berkonsentrasi dan dengan gembira mendengarkan cerita. Multimedia biasanya selain menggunakan gambar-gambar dan foto, juga menggunakan audio, video maupun animasi. * Menggunakan Pertunjukan Permainan Peran (Role Play) – Pencerita dapat bercerita sambil ada pertunjukan permainan peran (role play). Misalnya, ketika seorang pencerita bercerita tentang “Gembala di Suatu Desa di Pulau Rote”, pencerita dapat bercerita dengan di sampingnya ada seseorang yang bermain peran sebagai gembala. Ini akan membantu menarik perhatian anak-anak. Akan tetapi, harus hati-hati, jangan sampai anak lebih tertarik dan fokus kepada pemain peran atau jadi gaduh karena sibuk mengomentari si pemain peran. * Sambil Membuat Sesuatu – Bercerita sambil membuat sesuatu, memisalnya dengan membuat sesuatu dengan melipat kertas (origami), menggambar di papan tulis/flipchart). Misalnya: ketika bercerita tentang “Pergi Berlibur ke Bali”, pencerita dapat bercerita sambil membuat pesawat terbang dari kertas karena tokoh dalam cerita pergi berlibur ke Bali dengan menggunakan pesawat terbang. * Membaca Buku Cerita – Bercerita dilakukan dengan cara membaca buku cerita.
- Performa Pencerita – Performa pencerita sangat penting karena menjadi salah satu faktor penentu bagi berhasil atau tidaknya proses bercerita. Performa meliputi suara (intonasi, kecepatan suara), mimik/ekspresi, gerakan tubuh, kontak mata, penguasaan alur cerita (narrative flow), pakaian, riasan wajah, asesoris, sepatu dan lain-lain.
- Penguatan – Penguatan perlu dilakukan saat bercerita agar anak benar-benar memahami apa yang disampaikan/diajarkan melalui cerita. Penguatan dapat berupa kata-kata mutiara; peribahasa; aktifitas (mewarnai; membuat sesuatu dari lego, playdoh, origami dan lain-lain; menggunting; menempel; permainan; bermain peran; dinamika kelompok; diskusi kelompok) atau bernyanyi.
- Evaluasi – Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan bercerita tercapai atau tidak. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara bertanya atau memberi tugas pada anak. (SRP)
kebutuhan anak dan tumbuh kembang anak