Oleh: Susi Rio Panjaitan
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat (1) tertulis: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan dalam semua aspek, termasuk aspek perkembangan karakter. Karakter adalah hal yang sangat penting dari individu. Karakter individu sangat memengaruhi relasinya dengan siapa pun, bahkan memengaruhi kualitas hidupnya di sepanjang hayatnya. Itulah sebabnya, karakter individu perlu dibangun sejak dini.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 26 Ayat (1) berbunyi: “Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak; b. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.” Dari pasal ini jelas terlihat bahwa kewajiban dan tanggung jawab utama dalam membangun karakter anak ada pada orang tua. Selain itu, rumah adalah sekolah pertama dan utama bagi anak, dan orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak. Itulah sebabnya orang tua memiliki peran yang strategis dalam membangun karakter anak.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam upaya membangun karakter anak, antara lain sebagai berikut:
Menjadi Teladan
Memberikan contoh yang baik adalah metode pendidikan yang paling efektif. Anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar dari orang-orang di sekelilingnya, terutama dari orang tuanya. Dari pembelajaran melalui apa yang mereka dengar dan lihat, anak meniru. Apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan oleh anak-anak merupakan hasil meniru dari apa yang mereka lihat dan dengar. Itulah sebabnya orang tua perlu memastikan bahwa perilaku mereka, baik dalam bentuk tindakan maupun perkataan layak dicontoh oleh anak-anak. Apabila orang tua tidak dapat menjadi teladan yang baik, maka akan menimbulkan masalah dalam proses perkembangan kognitif anak. Anak akan mengalami kebingungan. “Kenapa papa bilang berbohong itu tidak baik, padahal kemaren papa berbohong pada saya?” “Kenapa mama bilang harus sayang sama sesama padahal mama maki-maki mbak yang kerja di rumah?” Ketidaksesuaian antara ajaran orang tua dengan perilaku orang tua sehari-hari berpotensi membuat anak meremehkan nasihat. Selain itu, jika orang tua tidak dapat menjadi teladan yang positif bagi anak, maka hal ini berisiko membuat anak kehilangan rasa hormat dan kepercayaan terhadap orang tua. Orang tua akan kehilangan wibawa dan otoritas di hadapan anak-anaknya sendiri.
Menciptakan Lingkungan Keluarga yang Kondusif bagi Perkembangan Karakter Anak
Lingkungan rumah yang kondusif bagi perkembangan anak adalah lingkungan di mana semua anggota keluarga saling mencintai, diterima dengan utuh, saling mendukung, saling menghargai, saling memaafkan, didengarkan, dan dilindungi. Di lingkungan keluarga yang kondusif anak akan merasa aman dan nyaman secara fisik maupun psikologis. Lingkungan keluarga yang kondusif menjadi tempat yang efektif untuk anak belajar banyak hal yang berguna bagi pembangunan karakternya.
Menerapkan Pola Asuh yang Efektif dan Konsisten
Pola asuh yang efektif adalah bentuk-bentuk pola asuh yang diterapkan sesuai dengan waktu dan kebutuhan. Orang tua tahu kapan bersikap permisif, otoritatif atau demoktaris, dan tahu kapan harus bersikap otoriter. Kemampuan menerapkan pola asuh yang efektif dan konsisten memerlukan kebijaksanaan orang tua dalam memahami situasi dan kondisi anak.
Membuat Aturan dan Konsekuensi atas Pelanggaran terhadap Aturan
Di mana pun ada aturan, baik itu sifatnya tidak tertulis maupun tertulis. Sejak dini pada anak harus ditanamkan pemahaman tentang aturan dan adanya konsekuensi jika aturan dilanggar. Ada aturan yang dibuat dengan kesepakatan bersama anak, tetapi ada aturan yang dibuat atas dasar otoritas orang tua. Membiasakan anak taat aturan akan membentuk karakternya menjadi orang yang disiplin dan menghindarkannya dari berbagai masalah hukum.
Membiasakan Anak Memiliki Tugas dan Tanggung Jawab
Sejak dini anak perlu dilatih untuk memiliki tugas dan tanggung jawab. Ada konsekuensi jika tugas dan tanggung jawab tidak dikerjakan. Tentu saja tugas dan tanggung jawab tersebut harus sesuai dengan usia dan kemampuan anak. Misalnya, anak usia 4-5 tahun sudah dapat diberi tugas merapikan mainannya setelah selesai bermain, meletakkan sandal atau sepatunya di rak setelah dipakai, dan menaruh baju kotor dalam keranjang.
Melatih Anak Bersikap Asertif
Bersikap asertif berarti mampu mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dibutuhkan, diharapkan, pendapat, dan penolakan kepada orang lain dengan cara yang baik, di waktu yang tepat, dan pada tempat yang tepat. Memiliki sikap asertif juga berarti tetap berjiwa besar, tidak terlalu sedih, tidak marah dan tidak terlalu kecewa ketika keinganan atau pendapat kita ditolak orang. Bersikap asertif termasuk juga berani berkata “tidak” untuk sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dihayati. Jika sejak dini anak dilatih bersikap asertif, maka ia akan tumbuh menjadi individu yang mampu membangun relasi sosial yang sehat, berprinsip, tegas terhadap diri sendiri dan orang lain, tidak mudah dipengaruhi secara negatif atau dipengaruhi dengan hal-hal yang negatif oleh orang lain, dan memiliki resiliensi yang baik.
Melatih Anak Menghormati Hak Orang Lain
Setiap orang memiliki hak, termasuk anak. Akan tetapi hak setiap orang dibatasi oleh hak orang lain. Ketika kita mengatakan bahwa kita memiliki hak, pada saat yang sama kita juga harus menyadari dan menghormati hak orang lain. Jangan sampai, demi memperoleh hak pribadi, kita mengorbankan hak orang lain. Pada anak, pemahaman ini perlu ditanamkan sejak dini. Jika sejak dini pada anak sudah ditanamkan nilai-nilai untuk menghormati hak orang lain, maka ia akan bertumbuh menjadi pribadi yang berkarakter baik.
Melatih Anak Responsif terhadap Kebutuhan Orang Lain
Keperdulian terhadap kebutuhan orang lain merupakan keterampilan yang tidak hanya berguna untuk orang lain, tetapi sangat berguna bagi diri sendiri. Anak yang sejak kecil dilatih untuk responsif terhadap kebutuhan orang lain akan tumbuh menjadi individu yang memiliki kecerdasan sosial yang baik. Ia akan menjadi invidu yang baik hati, mengasihi dan perduli kepada sesama, senang berbagi dan murah hati.
Melatih Anak Menghormati Keberbedaan dan Keberagaman
Keberbedaan dan keberagaman adalah suatu keniscayaan. Tidak ada orang yang benar-benar sama dengan siapa pun. Setiap orang berbeda karena warna kulit, rambut, latar belakang budaya dan adat-istiadat, agama atau kepercayaan yang dianut, dan letak geografis dan kondisi alam di mana ia tinggal. Seseorang juga menjadi berbeda dengan orang lain karena keberminatannya terhadap sesuatu, bakat atau potensi yang ia miliki, pilihan hidupnya, tingkat kecerdasannya, serta kondisi fisik dan kesehatan mentalnya. Itulah sebabnya anak perlu dilatih untuk menghormati keberbedaan dan keberagaman sejak dini. Dengan memahami bahwa setiap orang berbeda dalam banyak aspek, anak juga akan belajar bahwa semua orang istimewa dan berharga, termasuk dirinya sendiri.
Menanamkan pada Anak Tata Krama dan Nilai-nilai Etika, Budi Pekerti, Norma, Moral, dan Agama yang Dianut
Nilai-nilai yang dipegang dalam hidup merupakan penuntun bagi invidu dalam menjalani kehidupannya. Setiap keluarga memiliki nilai-nilai, NIlai-nilai tersebut biasanya berasal dari nilai budaya dari suku yang menjadi latar belakang keluarga, dan nilai-nilai serta ajaran agama yang mereka anut. Nilai-nilai juga hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut sering disebut dengan norma, tata krama, etika, budi pekerti, sopan santun, dan adat. Dalam lingkup nasional, banyak nilai-nilai dalam masyarakat dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Tata krama, etika, sopan santun, budi pekerti, norma, moral, dan nilai-nilai agama perlu ditanamkan pada anak sejak dini, guna membentuk karakter yang baik dalam dirinya. Misalnya: mengajarkan anak untuk bersikap dan bertutur kata sopan kepada orang lain apa lagi orang tua, orang yang lebih tua darinya, dan guru; mengucapkan terima kasih ketika diberi sesuatu oleh orang lain; menolak dengan sopan dan hormat dengan mengatakan “maaf, saya tidak bisa, tetapi terima kasih ya sudah mengajak/menawarkan, atau maaf saya tidak mau, terima kasih”; meminta maaf ketika mengatakan atau melakukan sesuatu yang dirasa tidak menyenangkan orang lain; mengatakan “tolong” ketika meminta sesuatu dari orang lain; dan mengatakan “permisi” ketika meminta izin.
Ikatan darah, ikatan emosional, dan kebersamaan setiap hari menjadi kekuatan yang besar bagi orang tua dalam membangun karakter anak. Melalui interaksi dan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari proses pembentukan karakter anak dapat dilakukan. (SRP)
thanks a lot of information mantap