MENGEMBANGKAN KECERDASAN KOLABORATIF ANAK

Share

Oleh: Susi Rio Panjaitan

Dalam sepanjang kehidupan individu, ada masa di mana ia harus bekerja sama dengan orang lain guna mencapai suatu tujuan yang tidak mungkin tercapai jika dikerjakan seorang diri. Dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan lingkungan masyarakat, belajar di sekolah, bekerja di perusahaan atau lembaga lainnya, dunia bisnis bahkan self-employed (seseorang bukan karyawan dari suatu perusaan atau lembaga, tetapi bekerja untuk dirinya sendiri), individu harus bekerja sama dengan orang lain. Agar kerja sama dapat berjalan dengan baik dan tujuan bersama tercapai, individu harus memiliki kecerdasan kolaboratif.   Kecerdasan kolaboratif adalah kemampuan individu dalam bekerja sama dengan orang lain secara efektif guna mencapai tujuan bersama. Kecerdasan ini perlu dikembangkan sejak dini.

Pada anak-anak, kecerdasan kolaboratif diwujudkan melalui belajar dan bermain bersama. Anak yang memiliki kecerdasan kolaboratif akan dapat belajar dan bermain secara efektif dengan teman-temannya. Ia akan selalu bersemangat, bergembira dan merespon dengan positif  setiap ada kesempatan untuk belajar dan bermain bersama. Dampaknya, ketika memasuki dunia pendidikan yang lebih tinggi, bekerja, berusaha, berbisnis, atau terlibat dalam organisasi sekolah, profesi, keagamaan atau kemasyarakatan, ia akan mampu menghadapi berbagai tantangan terkait kerja sama antar individu atau bekerja sama dalam tim. Hal ini terjadi karena sejak kecil ia sudah dilatih untuk berkolaborasi sehingga memiliki tingkat kecerdasan kolaboratif yang baik. Itulah sebabnya, sedari dini kecerdasan kolaboratif pada anak perlu dikembangkan.

Kecerdasan kolaboratif pada anak meliputi berbagai  komponen sebagai berikut:

Mengenal Diri dengan Baik

Mengenal diri dengan baik berarti, selain mengenal karakter dan emosi diri sendiri, juga memahami kekuatan dan keterbatasan diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri individu diharapkan mampu mengolah diri dengan baik, baik itu mengolah emosi, mengembangkan potensi dan mengatasi berbagai tantangan atau hambatan dari diri sendiri. Orang yang mengenal dirinya sendiri tahu apa keinginannya, kelebihannya, dan keterbatasannya. Sejak dini, anak perlu dilatih untuk mengenal dirinya. Misalnya: melatih anak untuk mengidentifikasi apa keinginannya, apa yang ia sukai,  yang tidak ia sukai, kegemarannya dan hobinya.

Memiliki Kepercayaan Diri yang Sehat

Anak perlu dilatih untuk memiliki rasa percaya diri yang sehat. Rasa percaya diri biasanya muncul dari konsep diri dan rasa keberhargaan diri yang positif. Individu yang memiliki kesadaran akan potensi diri, menilai diri secara positif, atau mendapatkan dukungan atau penguatan dari orang lain cenderung lebih percaya diri. Meskipun individu harus memiliki rasa percaya diri, tetapi rasa percaya diri tersebut harus sehat. Artinya, positif, tidak berlebihan dan tidak memandang orang lain lebih rendah darinya. Rasa percaya diri pada anak dapat dilatih dengan cara memberinya kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau tampil di depan orang banyak.

Mengakui Keterbatasan Diri dengan Jiwa Besar

Semua individu pasti punya keterbatasan. Jadi, adanya keterbatasan dalam diri tidak perlu membuat individu menjadi rendah diri atau minder. Keterbasan ada yang dapat diatasi tetapi ada yang tidak dapat diatasi dan harus diakui. Dalam konteks kolaborasi, dengan mengakui keterbatasan diri, maka orang lain dapat mengisi keterbatasan tersebut. Dengan demikian, tim menjadi kuat dan kolaborasi menjadi efektif sehingga dapat mencapai tujuan.

Memiliki Sikap Empati

Empati artinya mampu berbela rasa. Artinya, mampu merasakan rasa pahit atau sedih yang dirasakan oleh orang lain secara wajar, dengan cara memposisikan diri pada tempat orang tersebut. Pada empati tidak ada tempat untuk penghakiman, diskriminasi, atau pun penghinaan. Sikap empati pada anak perlu dilatih. Misalnya: ketika orang tuanya tampak sibuk dengan pekerjaan di rumah, anak dapat diminta untuk menolong dengan cara mengerjakan pekerjaan rumah yang mungkin untuk ia kerjakan.

Memiliki Kemampuan Mengelola Emosi

Sebagai mahluk emosional, adalah wajar jika manusia memiliki berbagai emosi. Akan tetapi, individu harus mampu mengidentifikasi bentuk dan kekuatan emosi tersebut, serta harus mampu mengekspresikannya secara benar dan efetif. Artinya, individu harus mampu meregulasi emosinya sendiri agar tidak berdampak negatif terhadap kesehatan mentalnya, dan tidak merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Kemampuan mengelola emosi pada anak dapat dilatih dengan cara mengolah pernafasan, menyampaikan apa yang diinginkan atau yang tidak diinginkan dengan baik, dan mengekspresikan emosi dengan konstruktif.

Dapat Dipercaya

Individu menjadi dapat dipercaya oleh orang lain karena memiliki perilaku dan karakter yang positif, melakukan tugas dan tanggung jawabnya tepat seperti yang diharapkan darinya, dan mampu menjaga rahasia. Ia tidak mau melemparkan tanggung jawab atau tugas yang dipercayakaan kepadanya terhadap orang lain, tidak suka mengumbar kelemahan atau keterbatasan orang lain, dan tidak mau berkata buruk tentang seseorang, terutama ketika berada di belakang orang tersebut. Agar anak dapat menjadi individu yang dapat dipercaya, sejak dini ia harus dilatih untuk berkata jujur dan tidak mengambil apa yang bukan haknya tanpa izin dari orang yang berhak.

Menghargai Keberbedaan dan Keberagaman

Keberbedaan dan keberagaman adalah suatu keniscayaan. Setiao individu berbeda dari individu lainnya, termasuk orang tua dan saudara kembarnya sendiri. Manusia berbeda dalam iman dan kepercayaan, kondisi fisik, warna kulit, latar belakang budaya dan suku, bakat dan keberminatan, selera, cara berpikir, jenis kelamin, dan potensi. Keberbedaan dan keberagaman harus dipahami sebagai kekayaan dan perlu dirayakan karena hal ini membuat kita menjadi kaya dan dapat saling melengkapi. Sejak dini pada anak hal ini perlu ditanamkan. Tidak boleh mengejek dan berkata negatif tentang siapa pun yang berbeda dengan dirinya, serta tidak boleh menyisihkan orang atau menghasut orang lain untuk menyisihkan anak lain hanya karena anak itu berbeda dari dirinya.

Bersikap Asertif

Individu yang asertif adalah individu yang mampu dan mau menyampaikan pendapat, keinginan, kebutuhan, dan perasaannya kepada orang lain secara tegas dan jujur, dengan tetap menghormati pendapat, kebutuhan, hak, dan perasaan orang lain. Sikap asertif pada anak dapat dikembangkan dengan cara: ketika menginginkan sesuatu harus bicara dengan baik, tidak menangis atau mengamuk ketika keinginannya ditolak, dan tidak memaksa kehendak kepada orang lain.

Terampil dalam Berkomunikasi secara Efektif

Sejak dini anak harus dilatih agar terampil berkomunikasi secara efektif. Terampil dalam berkomunikasi secara efektif berarti mampu menyampaikan informasi dengan jelas dan efektif sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Misalnya: jika menginginkan sesuatu, harus bicara dengan baik, jelas, tidak terburu-buru, tidak boleh sambil menangis, mengamuk, atau mengancam.

Mampu Beradaptasi

Perubahan adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin dihindari. Misalnya: perubahan struktur organisasi, perubahan kebijakan perusahaan, atau perubahan tim kerja. Agar dapat bertahan dan melanjutkan kerja bahkan kehidupan, individu perlu memiliki kemampuan beradaptasi yang baik. Sejak dini anak perlu dilatih beradaptasi. Misalnya: bersikap sopan dan ramah kepada orang yang baru dikenal, dan tidak serta merta menolak tugas baru, teman baru atau lingkungan baru.

Mampu Melihat dan Mengakui Potensi Orang Lain

Mampu melihat dan mengakui potensi pada orang lain merupakan salah satu indikator kecerdasan kolaboratif. Dengan mampu melihat dan mengakui potensi orang lain, maka jalan untuk menemukan solusi dari permasalahan bersama menjadi terbuka. Dari kecil anak perlu dilatih agar mampu melihat dan mengakui potensi orang lain. Misalnya: bertanya kepada anak, menurutnya apa yang menjadi potensi dari teman yang duduk di sebelahnya.

Mampu Mengapresiasi Prestasi Orang Lain

Pada umumnya orang senang jika diapresiasi. Apresiasi dapat memotivasi orang untuk mengulang kembali suatu prestasi bahkan meraih prestasi yang lebih tinggi. Itulah sebabnya orang perlu melatih diri untuk memberi apresiasi yang sehat terhadap prestasi orang lain. Anak-anak juga perlu dilatih sejak dini untuk mengapresiasi prestasi orang lain. Misalnya: mengucapkan selamat kepada seorang kawan yang juara membaca puisi, baik secara langsung sambil menjabat tangannya, mengirim kartu ucapan selamat, atau melalui pesan digital.

Tidak Bersikap Reaktif terhadap Keterbatasan Orang Lain

Selain memiliki kelebihan, setiap individu memiliki keterbatasan. Jadi, tidak boleh reaktif jika melihat atau menemukan keterbatasan orang lain. Sebaliknya, berusaha membesarkan jiwa dan menyemangati orang tersebut.

Peka terhadap Hak dan Kebutuhan Orang Lain

Kepekaan terhadap hak dan kebutuhan orang lain akan membuat orang tersebut merasa dihargai. Perasaan dihargai akan membuatnya menjadi semangat dalam berkolaborasi dan ini berdampak positif bagi pencapaian tujuan kolaborasi. Sejak dini anak perlu dilatih untuk peka terhadap hak dan kebutuhan orang lain. Misalnya: mendahulukan adik yang sedang “kebelet” menggunakan kamar mandi walaupun saya yang terlebih dahulu berdiri di depan pintu kamar mandi, menawarkan bantuan kepada teman yang tampak kewalahan membawa barang-barangnya, atau ketika menggunakan transportasi umum, mempersilahkan kelompok prioritas duduk di kursi yang saya duduki.

Dengan melatih aspek-aspek ini, maka kecerdasan kolaboratif pada anak dapat dikembangkan. Anak akan mampu bekerja sama secara efektif dengan orang lain sehingga tujuan bersama dapat tercapai. (SRP)

 

Share

Related posts

One Thought to “MENGEMBANGKAN KECERDASAN KOLABORATIF ANAK”

  1. Why is collaborative intelligence important for children’s development?

Leave a Comment